Chapter 10

Setelah dua minggu kami menjadi semakin dekat. Tidak hanya berbicara melalui teks, Melissa terkadang menelponku dan menggunakan panggilan video untuk memperlihatkan apa yang sedang dia kerjakan dan gambar.

Awalnya aku tidak terbiasa dengan telpon dan panggilan video, tetapi dia selalu membuat gerakan terlebih dahulu dan aku tidak mungkin menolaknya. Dia juga sering bertanya apakah aku sudah menulis hari ini, bertanya apa yang kulakukan, apa yang kumakan dan pertanyaan-pertanyaan yang lainnya yang tidak pernah ditanyakan kepadaku oleh orang-orang lain sebelumnya.

Hal itu membuat aku seperti memiliki pasangan di dunia maya, dan sepertinya aku menikmatinya. Walaupun kami tidak memiliki panggilan khusus atau semacamnya, perlakuannya sudah membuatku seperti pria yang memiliki seorang pasangan. Namun, aku tidak ingin terlalu berharap. Aku tidak ingin merasakan sakit hati karena imajinasiku yang terlalu berlebihan, walaupun aku tidak bisa berbohong jika aku terkadang berkhayal hidup berdua bersamanya, menikmati hari-hari bersama atau sekedar menonton film atau makan bersama seperti yang dilakukan pasangan pada umumnya.

Minggu kemarin, kami tidak jadi keluar karena dia ada sesuatu yang berhubungan dengan keluarga. Dia bahkan mengirimkanku sebuah foto untuk menunjukkan bahwa saat itu dia sedang bersama keluarganya. Di dalam foto itu dia terlihat sangat dekat dengan Ibu dan Ayahnya.

Saat dia mengatakan rencana itu dibatalkan, aku merasa kecewa dan senang menjadi satu. Aku tidak tahu apa yang kurasakan tetapi perasaanku bercampuk aduk. Aku kecewa karena aku sudah menyiapkan rencana untuk minggu depan jika kami jadi keluar, tetapi aku juga senang karena kami tidak jadi keluar dan aku bisa beristirahat dengan tenang.

Beberapa hari ini kesehatan Ayahku juga semakin tidak membaik, sudah beberapa hari Ayah hanya tidur di kasurnya, dia tidak ingin makan, tidak ingin mandi, bahkan aku tidak pernah melihat Ayah pergi ke kamar mandi hanya untuk sekedar membuang air kecil.

Aku selalu menghampiri Ayah setiap saat, mencoba menanyakan apakah beliau ingin makan sesuatu, atau sekedar meminta pertolonganku. Tetapi saat aku mencoba berbicara dengannya pandangannya tampak kosong ketika melihatku, Ayah bahkan tidak menjawab atau dia berbicara balik kepadaku. Dia terlihat sangat lemas, Ibu dan Adikku juga mencoba menyuapinya makanan tetapi itu sia-sia. Ayah seperti seseorang yang sedang linglung dan kami tidak tahu apa yang ada di pikirannya beberapa hari ini.

Sampai saat aku keluar kamar pada sore hari, aku mendengar Ibu membujuk Ayahku untuk mandi. Karena secara tidak sadar, Ayah sudah membuang air kecil di kasur, menyebabkan bau pesing di dalam rumah.

“Ayah, ayo mandi. Nanti tidur lagi, Ayah juga beberapa hari ini belum makan. Makan dulu sedikit.” Ibuku membelai tangan Ayah dengan lembut, tetapi Ayah tidak mengatakan apapun.

Aku mencoba menghampiri Ibu, mencoba membantunya untuk menyakinkan Ayah.

“Yah, ayo saya mandiin yo.” Kataku mencoba membujuk Ayah. Tetapi seperti halnya Ibuku yang berbicara sebelumnya, Ayah hanya diam, menatapku dengan kosong.

Sudah beberapa hari ini kami berusaha. Tetapi setiap kami berbicara, Ayah seperti tidak mengenali kami dan jika aku terkadang memperhatikan, Ayah seperti berbicara dengan seseorang yang tidak terlihat. Walaupun aku terkadang mencoba mendekat tetapi dia seakan tidak melihatku dan melihat sesuatu yang lain.

Jadi tanpa tahu apa yang harus kulakukan lagi, aku berkata kepada Ayah. “Ayah, kalau mau apa-apa panggil aja ya.” Tetapi Ayah tidak merespon.

Aku kembali masuk ke kamar dan Melissa menelponku.

“Hallo.” Aku menyapanya terlebih dahulu, tetapi aku tidak bisa menutupi nada sedihku hingga dia mengetahuinya.

“Hai, kamu kenapa? Kok ngomongnya gitu?” Tanya Mellisa dengan nada khawatir.

Aku menghela nafas sebelum menjawab. “Tidak ada apa-apa, hanya saja Ayah akhir-akhir ini tidak seperti biasanya.”

Melissa terdiam sejenak, lalu mengatakan: “Emang gimana?”

Aku kemudian menjelaskan apa yang terjadi kepada Ayah kepada Melissa, Melissa hanya mendengarkan dan tidak menginterupsiku sama sekali.

Ketika aku sudah selesai berbicara, aku merasa Melissa juga ikut merasakan apa yang kurasakan. Aku tidak tahu bagaimana aku mengetahuinya, tetapi aku tahu itu.

Dengan nada hati-hati dia berkata. “Kamu gak temenin dulu Ayah kamu?”

“Aku akan mengeceknya sesekali, barusan aku sudah berbicara kepada Ayah. Tetapi dia sama sekali tidak mengatakan apapun.” Kataku.

Melissa mencoba mengerti dan tidak mengatakan apapun lagi.

Namun, aku tidak menyukai situasi ini. Aku tidak ingin dia menyerap kesedihan yang kumiliki yang mungkin hanya akan menjadi beban untuk dirinya. Jadi aku mencoba basa-basi dengan dirinya.

“Kamu udah gambar lagi?” Tanyaku kepada Melissa.

“Ini lagi, mau lihat?” Melissa langsung menyalakan panggilan video bahkan sebelum aku menjawab ya atau tidak. Karena ini sudah menjadi rutinitas kami, aku menerima panggilan video itu dan melihatnya menggambar.

Sambil melihat Melissa menggambar, aku juga melihat sosial media untuk melihat apa yang terjadi di dunia maya. Walaupun aku tidak banyak melihat berita tentang ekonomi atau sesuatu yang berhubungan politik dan sebagainya, hal pertama kali yang kulihat saat pertama kali membuka sosial media adalah berita yang berkalian tentang olahraga elektronik.

Berita permainan King’s Arena muncul di bagian pertama saat ini. Tim Conqueror, tim yang kulawan di 64 besar beberapa minggu lalu berhasil memenangkan kualifikasi tahap benua, dengan 2 tim lainnya yang tidak kuketahui. Shadow Tiger dan Fire Phoenix.

Ketiga tim itu akan bermain di pertandingan offline di Beijing. Aku berpikir, betapa beruntungnya mereka. Mereka dapat bermain game, mendapatkan uang yang banyak dan bisa pergi ke luar negeri.

Aku mendorong jempolku ke atas untuk melihat berita lainnya. Tetapi di bawah berita yang menyenangkan tersebut, ada berita yang tidak mengenakkan tentang dunia olahraga eletronik. Beberapa tim memecat pemain mereka karena gagal memenuhi ekspektasi, itu membuatku berpikir. Pemain game profesional juga adalah pegawai di sebuah tim besar, sama halnya dengan pegawai kantoran, mereka akan dipecat jika gagal memenuhi ekspektasi perusahaan.

Saat ini aku berpikir, dunia ini sangat kejam, bahkan mereka tidak memberikan kesempatan kedua untuk mereka yang gagal dan langsung membuangnya. Seseorang selalu diharapkan bisa memberikan hasil yang sempurna dan hasil yang diinginkan pada saat pertama kali mencoba, mereka tidak ingin peduli bagaimana prosesnya dan hanya peduli pada hasil.

Melihat berita itu, aku kemudian bersyukur bahwa aku tidak terjun ke dunia itu. Mungkin takdir menghalangiku untuk melakukannya, maka dari itu aku bahkan tidak pernah memenangkan satu kejuaraan pun saat aku bermain game, walaupun aku bermain game dengan sangat baik.

Untuk mereka yang berhasil mendapatkan apa yang mereka mau, mereka mungkin akan bahagia. Tetapi untuk mereka yang gagal memenuhi apa yang mereka inginkan, hanya bisa melakukan sesuatu yang mereka tidak sukai untuk bertahan hidup. Aku tidak suka norma seperti itu, tetapi aku juga tidak bisa membantahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!