Chapter 9

Tiba-tiba ponselku berdering, nada dering itu adalah nada dering dari telpon masuk. Aku tidak tahu siapa yang menelpon tetapi mungkin ini adalah Ibu atau Ayahku yang mungkin menanyakan di mana aku berada. Tetapi, ketika aku mengeluarkan ponselku dari kantong celanaku, itu adalah nomor yang tidak ku kenal dan tidak kusimpan di dalam kontak.

“Itu nomorku.” Kata Melissa sambil menunjuk ke ponselku.

“Oh..” Ternyata itu adalah Melissa. Baru kali ini terjadi padaku, ketika aku memberikan nomor kontakku kepada orang lain dan orang itu langsung mengetes dengan mengirimkan telpon panggilan tak terjawab. Tetapi aku menyukai jalan pikirannya, bisa saja aku memberinya nomor palsu atau memberikan urutan nomor yang salah sehingga dia malah menyimpan kontak orang lain di ponselnya. Saat ini aku berpikir, dia cerdas dan aku menyukainya.

“Yaudah kalau gitu, aku pulang dulu.” Melissa memasukkan ponselnya, mengenakan helmnya kembali dan mencoba untuk memutar sepeda motornya. Aku membantunya dengan menariknya ke belakang. Setelah menyalakan mesinnya, dia memberikanku lambaian tangan sambil tersenyum dengan manis.

Aku membalas lambaian tangan itu dan senyumannya. “Hati-hati di jalan.” Aku hanya berdiri diam di sana sampai dia pergi, ketika dia dan sepeda motornya tidak terlihat lagi oleh mataku, aku segera masuk ke dalam rumah.

Ketika aku masuk ke dalam rumah, Ayah sedang tertidur dengan televisi menyala. Ibuku sedang memasak dengan kedua adik perempuanku dan adikku yang laki-laki mungkin sedang bermain dengan ponselnya di kamarnya.

Ibuku menoleh ketika aku berjalan ke kamar. “Pulang sama siapa kamu?”

“Tadi temen.” Aku menjawab pertanyaan Ibu sambil mencoba melepas jaketku.

“Oh, kirain kamu pergi sendiri.” Kata Ibu.

“Iya, cuma ketemu di toko buku tadi.”

Setelah itu Ibu melanjutkan memasak. Karena tidak ada apapun lagi yang ingin dibahas, aku masuk ke dalam kamar, menutup pintu dan mengganti celanaku dengan celana pendek.

Saat aku mengangkat lenganku, aku melihat gelang yang masih terpakai di tangan kiriku. Aku memandangnya sejenak dan tiba-tiba momen saat Melissa memasangkan gelang itu muncul di pikiranku. Aku ingin segera melepasnya, tetapi entah kenapa sesuatu di dalam diriku seakan tidak memperbolehkan itu. Yah, jika dipikir-pikir benda kecil ini tidak akan mengganggu aktivitasku jadi aku akan membiarkannya saja.

Setelah berganti pakaian, aku melempar tubuhku ke kasur yang empuk. Kasur yang berantakan karena aku tidak pernah membereskannya, walaupun aku bilang berantakan itu tidak sepenuhnya kacau. Hanya ada beberapa lipatan di sprei karena aku tidak mengencangkannya di setiap sudut dan beberapa bantal yang tersebar di mana-mana.

Aku menarik nafas panjang dan berbaring. Menatap langit-langit sambil memikirkan kehidupanku saat ini, bagaimana bisa seseorang yang selalu dipuji karena nilai akademis, memiliki nilai tertinggi senasional dari jenjang SD hingga SMA, berbicara 3 bahasa asing, menjadi seseorang yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan hanya melewati hari demi hari dengan tidur, makan, bermain game dan menulis novel yang aku sendiri tidak tahu kapan akan selesai.

Terkadang aku memikirkan ini setiap malam, apa hal yang membuatku menjadi seseorang yang seperti diriku sekarang. Apakah karena aku kecanduan bermain game? Aku rasa itu tidak benar, aku sudah bermain game komputer lebih dulu bahkan sebelum aku lancar berbicara. Aku juga selalu bermain game setiap pulang sekolah dan tidak pernah belajar untuk ujian atau apapun, tetapi aku berhasil menjaga nilaiku karena aku selalu bisa membagi waktuku. Saat guru menerangkan aku akan memperhatikannya, dan saat aku memiliki waktu kosong aku akan mengisinya dengan bermain game. Tidak ada yang salah dengan itu. Aku juga berteman baik dengan teman-temanku, walaupun aku hanya dekat dengan beberapa orang. Aku juga tidak mengalami hal seperti pembulian atau hal-hal yang tidak menyenangkan yang bisa terjadi ketika seseorang memasuki sebuah sekolah, hari-hari ku di sekolah biasa saja dan tidak ada yang aneh.

Aku tidak tahu berapa lama aku termenung, tetapi saat aku sedang termenung tiba-tiba ponselku berdering. Nada dering itu menandakan ada seseorang yang mengirimiku sebuah pesan, aku tidak tahu siapa itu karena tidak ada yang pernah mengirimiku pesan pada jam ini sebelumnya. Jadi aku buru-buru meraih celana yang kupakai sebelumnya karena ponselku masih berada di sana untuk melihat pesan dari siapa itu.

Ketika aku menyalakan ponselku, seseorang dengan nomor yang belum kusimpan di kontak mengirimi sebuah pesan yang berbunyi: “Aku sudah sampai di rumah.” Tulisnya dalam pesan itu.

Melihat nomor itu ingatanku masih segar, itu adalah nomor Melissa yang dia gunakan sebelumnya untuk menelponku. Aku tidak sadar bahwa aku belum menyimpannya ke dalam kontak, bahkan belum memberikannya nama sama sekali.

Namun, aku tiba-tiba merasa aneh. Untuk apa dia mengabariku jika dia sudah sampai di rumah, tetapi aku segera menepis pikiran itu karena aku senang dia sampai di rumah dengan selamat. Setelah aku menyimpan nomor kontak Melissa, aku segera membalas pesan tersebut.

“Syukurlah.” Balasku.

Tidak butuh waktu lama untuk dia melihat pesan tersebut, seakan-akan dia seperti menunggu balasan pesan dariku dan membiarkan layar ponselnya menyala.

“Hari ini seru ya, terima kasih.” Kata Melissa.

Entah sihir apa yang dia masukan ke dalam pesan tersebut, tetapi itu membuatku tersenyum sangat lebar dan aku tidak ingin seseorang melihatku saat aku tersenyum seperti itu karena itu sangat konyol.

“Yah, aku juga menikmatinya.” Aku tidak memikirkan jawaban ini, ini seperti perasaanku mengatakan bahwa aku harus mengatakan ini dan aku hanya menurutinya tanpa memikirkan apapun yang bisa terjadi. Aku tidak ingin menyesal, jadi aku menuruti perasaanku.

Walaupun saat aku sudah mengirimkan pesan itu aku mulai berpikir, apakah aku berbicara terlalu jelas? Bagaimana jika dia berpikir aku menyukainya? Bukankah itu akan sangat aneh karena kita baru saja bertemu hari ini dan menghabiskan waktu beberapa jam dengan mengobrol dan minum kopi. Meskipun begitu aku tidak bisa membohongi perasaanku, aku juga senang dia menghampiriku terlebih dahulu dan berbicara kepadaku. Walaupun itu bukan yang kuharapkan saat pertama kali keluar rumah, dan aku sempat bepikir. Bukankah Melissa adalah wanita pertama yang berbicara denganku selama 3 tahun belakangan ini? Wanita yang kumaksud adalah orang asing yang bukan keluarga atau seseorang yang memiliki hubungan darah.

“Kalau begitu, ayo keluar lagi minggu depan.” Balas Melissa. Seketika aku menyesali apa yang kukatakan, keluar lagi minggu depan? Apakah hari ini tidak cukup? Aku ingin beristirahat. Aku sudah menghabiskan energiku selama 1 bulan hanya untuk keluar beberapa jam hari ini.

Aku kemudian berpikir. Mungkin perkataan Melissa hanya basa-basi, jadi aku menyetujuinya. “Ha ha baiklah.”

Namun, balasan darinya bukanlah sesuatu yang kuharapkan.

“Bagus. Kalau gitu aku jemput minggu depan.” Kata Melissa.

‘Sial.. aku salah berbicara.’

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!