Dalam Pelukan Dosa
“Ini gue gak mungkin hamil, kan?”
Alana menatap pantulan wajahnya di cermin wastafel. Ketakutan menghiasi wajahnya yang pucat karena sejak tadi pagi muntah-muntah hingga membuat tubuhnya lemas.
“Gak, gak, Lana, lo gak mungkin hamil. Lo… lo cuma kecapekan aja kok. Iya, lo cuma kecapekan, makanya lo sakit,” ucap Alana pada dirinya sendiri.
Alana mencoba menepis pikiran negatif yang melintas di otaknya.
“Tapi kenapa gue gak haid juga?!”
“Lana!”
“Eh?”
Menyadari suara mama yang memanggil namanya, Alana segera membasuh wajahnya kemudian keluar dari kamar mandi untuk menemuinya.
Saat pintu kamar mandi terbuka, terlihat Dewi, mama Alana sedang duduk di atas tempat tidurnya menghadap pintu kamar mandi.
“Loh? Lana? Kok kamu pucat banget? Kamu sakit?” tanya Dewi dengan suara khawatir. Dia berdiri mendekati Alana.
“Dikit, Ma. Tapi gak papa kok.”
“Ke rumah sakit aja ya, ayo!”
Alana menggeleng pelan. “Gak perlu, Ma, Lana cuma butuh istirahat aja kok.”
“Beneran gak papa?”
“Iya.”
“Ya udah kalo gitu kamu istirahat ya. Nanti Mama minta Mbak Wati untuk antar makanan sama obat ke sini, supaya kamu bisa istirahat aja di kamar, ya.”
Alana hanya mengangguk pelan.
“Ya sudah, Mama, pergi dulu ya, Mama ada arisan sama temen-temen Mama.”
Alana mengangguk lagi.
Dewi berjalan menuju ke pintu kamar untuk keluar. Namun, saat di depan pintu, Dewi kembali balik badan menghadap Alana.
“Lana, pengumuman hasil ujian masuk SNU itu besok?”
“Masih lusa, Ma.”
“Ah! Mama udah gak sabar banget lihat nama kamu di daftar mahasiswa baru Seoul National University!” ucap Dewi antusias.
“Kan belum tentu lolos, Ma.”
“Pasti lolos lah. Kamu itu pinter, kamu udah belajar mati-matian untuk itu sampai sakit gini. Pasti lolos! Mama yakin kok!”
Alana hanya mengulas senyum. Senyum aneh. Otaknya sekarang dipenuhi banyak pikiran negatif, sampai-sampai Alana tidak bisa memikirkan tentang mimpinya itu. Alana takut
“Ya sudah Mama pergi dulu ya.”
Alana mengangguk.
Dewi keluar dari kamar Alana kemudian menutup kembali pintunya. Alana jatuh terduduk di atas kasur setelah dia benar-benar sendirian di kamar itu.
Alana menatap nanar poster-poster bias-nya yang terpasang rapi di dinding serta puluhan album dan merchandise yang terpajang rapi di lemari yang berada di sudut kamar.
“Gue… gue harus kuliah di Korea,” ucap Alana putus asa.
Alana meremas perut datarnya kuat-kuat. “Gue gak boleh hamil.”
Air mata Alana menetes.
“Itu cuma terjadi sekali, gak mungkin gue langsung hamil. Bikin anak gak segampang itu!”
...***...
Satu bulan yang lalu, pesta ulang tahun seorang teman kelas Alana digelar di sebuah hotel mewah yang ada di Jakarta.
Setelah dipaksa berulang kali oleh Dinar, bahkan sampai Dinar sendiri yang memintakan izin kepada kedua orang tua Alana, Alana akhirnya bersedia mengikuti acara itu walaupun dengan malas-malasan.
Dinar begitu excited memasuki ballroom yang sudah ramai dengan lautan manusia dan suara musik DJ yang menggema di seluruh ruangan. Berbeda dengan Alana yang justru merasa terganggu dengan semua itu.
“Gue pulang aja ya!” ucap Alana pada Dinar sambil berteriak untuk mengalahkan suara musik itu.
“Eitz! Gue udah capek-capek bawa lo kesini, lo malah mau pulang seenaknya! Gak boleh! Lo wajib tetep disini! Susah tau minta izin ke bokap nyokap lo! Gila aja! Berasa wawancara kerja gue!”
“Tapi-
“Gak ada tapi-tapian, ayo!”
Dinar menarik Alana untuk masuk lebih dalam ke ballroom itu dan menemui teman-teman lain yang sudah lebih dulu ada di sana.
Tiga jam Alana berusaha mati-matian berada di tempat itu, namun pada akhirnya Alana menyerah. Berada di lingkungan seramai itu benar-benar menguras energinya sebagai seorang introvert.
“Din! Gue balik aja ya! Gak enak badan!” ucap Alana pada Dinar yang sedang mengobrol dengan Siska, temannya.
“Yah, kenapa?”
“Pusing gue!”
“Ya elah, Na. Lo kebanyakan belajar sih, makanya gak betah di pesta gini.”
Alana tidak menjawab ucapan Siska itu.
“Ini udah malem loh, Na. Udah jam satu. Mana gue gak bisa anterin lo pulang, lebih tepatnya gue masih pengen disini.”
“Gue bisa balik sendiri kok.”
“Kenapa gak nginep aja disini?” saran Siska
“Iya, bener, Na. Lo nginep aja disini.”
“Gak deh, gue mau pulang aja.”
“Nginep aja, Na. Besok pagi pulang sama gue. Ya takutnya lo kenapa-napa di jalan kan udah malem. Bisa mampus gue di tangan bokap nyokap lo. Kan gue yang ngajak lo pergi malem-malem.”
Alana menghela nafas pelan. “Ya udah deh, gue nginep aja disini.”
“Nah, gitu dong.”
“Gue ke resepsionis dulu.”
“Iya, nanti kabarin kamar nomer berapa. Nanti gue nyusul.”
“Iyaa.”
Alana menunggu di depan resepsionis untuk mendapatkan kartu akses kamarnya. Alana mengedarkan pandangannya melihat orang-orang yang masih lalu lalang di hotel itu meskipun sudah tengah malam. Saat itulah, dia melihat seorang cowok, kakak kelasnya yang sudah lulus, yang Alana hanya tahu namanya, sedang berjalan sempoyongan menuju ke meja resepsionis lain.
“Pesta gini pasti ada aja yang mabuk-mabukan,” gumam Alana yang ingat bahwa tadi dia juga sempat melihat banyak teman sekolahnya, yang sebagian besar hanya Alana tahu namanya, yang sedang mabuk.
“Ini, Kak.”
Suara resepsionis berhasil menarik kembali perhatiannya. Alana menoleh.
“Kamarnya ada di lantai 20 ya, Kak, kamar nomor 357,” ucap resepsionis itu sambil mengulurkan kartu akses kamar.
“Terima kasih.”
Alana segera naik menuju kamarnya. Kamar 357. Sesampainya di dalam, Alana langsung bersih-bersih. Saat sedang mandi, Alana mendengar ada suara dari dalam kamar, tapi Alana tidak menghiraukannya. Alana pikir itu Dinar karena tadi Alana sudah memberitahu nomor kamar Alana. Jadi Alana melanjutkan mandi hingga selesai.
Selesainya mandi, Alana keluar dari dalam kamar dengan masih terbalut handuk yang disediakan oleh pihak hotel. Betapa terkejutnya Alana ketika melihat yang ada di dalam kamarnya bukanlah Dinar, melainkan seorang cowok.
Belum sempat Alana mencerna apa yang terjadi. Cowok yang sedang dalam keadaan mabuk itu menarik tangan Alana hingga Alana terjatuh di kasur, menindih tubuh cowok itu.
Yang selanjutnya terjadi adalah hal yang benar-benar tidak pernah Alana sangka terjadi dalam hidupnya. Malam itu, Alana kehilangan kehormatannya. Alana berteriak, menangis, memukul, dan mencakar tubuh cowok itu. Namun, tubuh Alana tidak bisa melakukan apapun. Tubuh kecil Alana dengan mudah ditaklukan oleh cowok itu
Kejadian menyakitkan itu terasa begitu panjang bagi Alana. Alana benar-benar tidak menyangka hal itu akan terjadi kepadanya. Alana tidak dapat menahan air matanya lagi. Dia menangis sesenggukan di pojok kamar dengan tubuh tertutup rapat oleh selimut. Badannya gemetar ketakutan. Sedangkan cowok itu justru terlelap dalam tidurnya setelah melecehkan Alana. Menyisakan Alana yang menangis sesenggukan di pojok kamar.
Ponsel Alana yang berada di atas nakas berdenting pelan. Alana memutuskan untuk mengambilnya. Alana bangun, tapi kakinya terasa tidak bertenaga, kakinya sangat lemas, hingga Alana terjatuh kembali. Alana kembali mencoba bangun, kali ini dia berpegangan pada kursi yang berada di dekatnya. Kemudian berjalan pelan menuju nakas yang berada di samping tempat tidur sambil berpegangan pada dinding.
Na, sori banget. Gue gak bisa nyusul ke kamar lo. Gue harus balik. Adek gue masuk rumah sakit. Sori banget.
Tubuh Alana kembali lemas. Dia kembali terjatuh setelah membaca pesan dari Dinar. Selama beberapa saat Alana hanya bisa menangis sesenggukan. Alana memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Tidak ada yang bisa Alana lakukan disana. Justru Alana merasa sakit semakin lama berada di sana.
Setelah merasa tubuhnya membaik, Alana segera memakai kembali baju ala kadarnya dan mengambil semua barangnya. Malam itu juga Alana pulang ke rumah meninggalkan cowok itu yang masih terlelap dalam tidurnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
mayang sari
kenapa pintu kamar hotel gak dikunci Alana?
2024-10-04
1