“Rayyan!”
Ira membuka pintu kamar Rayyan. Perempuan paruh baya yang mengenakan hijab itu menatap anak lelakinya yang masih tertidur lelap di kasur. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang sudah mengenakan pakaian rapi dan wangi.
Ira berjalan mendekati Rayyan.
“Ray, bangun! Udah siang! Udah sholat subuh belum?”
Rayyan hanya bergumam pelan tanpa membuka mata. Dia bahkan berbalik badan memunggungi Ira.
“Anak ini udah gede juga kalo disuruh sholat subuh susah banget! Bangun! Sholat dulu!” Ira menepuk lengan Rayyan berkali kali untuk membangunkan cowok itu, tapi Rayyan hanya bergumam.
“Bangun, Rayyan!”
“Iya, Bun,” jawab Rayyan pelan. Rayyan menggeliat pelan dan berbalik menghadap Ira.
“Bangun!”
Sambil mendesah kesal, Rayyan bangun. Dia duduk di kasur sambil mencoba mengedipkan matanya yang masih terasa berat. Rayyan baru tidur satu jam yang lalu tapi sudah dibangunkan Ibunya. Tentu saja matanya masih sangat berat.
“Bunda, mau pergi dulu. Bunda harus urus acara di luar kota. Kamu cepetan sholat keburu habis waktunya,” ucap Ira pada Rayyan.
Ira yang berperan sebagai ibu tunggal bagi Rayyan bekerja di sebuah perusahaan event organizer yang cukup terkenal. Karena pekerjaannya itu, Ira sering menghabiskan waktu untuk ke luar kota mengurus acara-acara yang ada disana. Jadi, Rayyan sering sendiri di rumah.
Rayyan kembali bergumam.
“Ray! Sholat dulu!”
“Iya, Bun, iya, Rayyan sholat.”
Ira hanya bisa geleng- kepala melihat kelakuan Rayyan itu.
“Bunda berangkat, assalamualaikum.”
“Wa’alaikumsa-aaahhhhhh-laamm.” Rayyan menjawab salam ibunya sambil menguap lebar.
Ira kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan kamar untuk melaksanakan pekerjaannya.
Setelah pintu tertutup rapat, tanpa pikir panjang, Rayyan kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur, menarik selimut untuk menutupi wajahnya, dan tanpa membutuhkan waktu yang lama, Rayyan kembali terlelap dalam tidurnya.
Ketika tengah hari, saat matahari sudah benar-benar naik bahkan sudah condong ke arah barat, Rayyan baru membuka mata. Rayyan meraba-raba kasur untuk mencari keberadaan ponsel miliknya. Ponsel itu ditemukan di dekat kakinya.
Rayyan menghidupkannya. Matanya setengah terpejam saat cahaya ponsel yang silau menyinari matanya. Dia beberapa kali berkedip untuk menyesuaikan diri dengan cahaya ponsel. Setelah itu, dia membuka chat teratas whatsapp yang diberi pin.
Vanya
Sayang, temenin aku ngopi yuk
Rayyan menarik sudut bibirnya membuat senyum kecil. Dia segera membalas chat yang dikirim 1 jam yang lalu dari pacarnya, Vanya.
^^^Biasanya juga ngopi sama temen-temen kamu^^^
Vanya
Ih kan pengen sama kamu, yang. Ayo dong. Aku tunggu di rumah loh
Rayyan tertawa pelan.
^^^Ya udah, tak mandi dulu. Aku baru bangun^^^
Vanya
Okei sayang
Sebelum menutup pintu, Rayyan sempat membuka chat grup yang sudah berisi ribuan pesan belum terbaca padahal baru semalam Rayyan membuka grup chat itu. Rayyan tidak membaca semua pesan itu, malas. Isinya 90% adalah hal-hal yang tidak berguna. Rayyan hanya membaca pesan yang mana dirinya di-tag dalam pesan tersebut.
Riza
@Ray ikut balapan gak lo nanti malem?
Rayyan segera mengetikkan balasan.
^^^Sama siapa?^^^
Riza
Biasa lah kampret satu itu
Dikta
Lo harus ikut sih, biar tuh anak berhenti belagu, gedek banget gue sama dia
Jeri
Bener
Mentang-mentang anak gubernur
^^^Okei, tempat biasa kan?^^^
Dikta
Yoi
Rayyan segera bangun dari tempat tidur, dia tidak melanjutkan percakapan itu. Rayyan harus segera menemui pacarnya. Rayyan lalu menuju ke kamar mandi. Setelah beberapa saat, Rayyan keluar bertelanjang dada sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Rayyan menggantungkan handuk di leher kemudian membuka lemari baju, mencari outfit yang akan dikenakannya untuk dating dengan sang pacar.
Saat sedang mencari baju, tatapan Rayyan berhenti pada jas hitam miliknya yang digantung di paling pojok. Itu jas yang dikenakannya pada malam itu, malam pesta ulang tahun teman yang merupakan adik kelasnya dulu saat di SMA.
Rayyan sama sekali tidak bisa mengingat apa yang terjadi malam itu. Yang Rayyan ingat, dia memesan kamar, lalu melihat ada seorang perempuan yang juga sedang memesan kamar di sampingnya. Lalu, dia menuju kamar, Rayyan samar-samar melihat seorang perempuan tapi Rayyan tidak bisa mengingat wajahnya, kemudian entahlah, Rayyan tidak tahu seperti apa kelanjutannya. Yang Rayyan tahu, saat dia terbangun dari tidurnya pagi hari, dia dalam keadaan tanpa busana dengan lengan yang terdapat banyak luka bekas cakaran. Serta ada bercak darah dan air mani di kasurnya.
Masalah terbesarnya, tidak ada siapapun di sana.
“Ah elah! Gue nidurin siapa malem itu coba!” keluh Rayyan kesal.
Tentu saja dia kesal. Rayyan bahkan tidak tahu siapa perempuan yang dia tiduri malam itu, entah itu anak kecil, seumuran dengannya, mbak-mbak, atau ibu-ibu. Rayyan tidak tahu. Rayyan mengacak rambutnya frustasi. Dia menatap lengan kanannya, masih ada bekas luka cakaran di sana. Sudah sembuh, hanya sedikit bekas samar.
“Kalo cewek itu hamil gimana coba? Gue harus ngapain?”
Rayyan bergidik ngeri. “Gak! Gak! Sekali doang, gak mungkin dong langsung jadi. Gak! Gak akan hamil itu cewek!”
Rayyan menghela napas kasar. “Ngapain sih, tuh cewek pake pergi segala?! Ngerepotin gue aja! Kan juga gue jadi gak tahu apa-apa! Bikin pusing aja!”
Rayyan kembali menghela napas kasar dan mengedikkan bahunya.
“Ya udah sih ya, karena itu cewek pergi gitu aja, ya berarti bukan urusan gue kalo dia kenapa-napa. Hamil kek nggak kek, gak peduli gue. Dia juga yang pergi.”
Rayyan kembali menyimpan jas itu, menutupnya dengan jaket-jaket. Rayyan mengambil satu baju, jaket, serta celana jeans untuk dipakainya hari ini.
...***...
“Alhamdulillah!!!” teriak Dewi saat melihat hasil pengumuman hasil ujian Alana. Alana dinyatakan lolos seleksi masuk Seoul National University, kampus impiannya.
Dewi memeluk Alana erat-erat. Bahkan Dewi sampai menitikan air mata. Selain Dewi, kebahagiaan dan kebanggaan juga terlihat di wajah Fadli. Fadli menunda meetingnya pagi ini dan berangkat lebih siang demi melihat hasil pengumuman ini. Ternyata hasilnya tidak mengecewakan.
“Papa bangga banget sama kamu, Lana.” Fadli mengecup kening Alana yang masih dipeluk oleh Dewi.
“Mama juga bangga banget sama kamu, sayang!”
Sedangkan Alana, dia hanya bisa diam membatu. Mimpinya menjadi kenyataan, Alana berhasil lolos seleksi masuk SNU setelah mati-matian belajar sejak bertahun-tahun yang lalu. Ini semua hal yang Alana inginkan, harusnya Alana bahagia. Tapi, bagaimana dia bisa melakukan itu dalam kondisinya saat ini?
“Siapa yang ngelecehin lo, Na?”
Alana diam sebentar, menimbang untuk mengatakannya. Lalu dengan suara bergetar, Alana menyebutkan satu nama.
“Rayyan.”
“Rayyan, kakak kelas kita dulu itu?!” tanya Dinar kaget.
Alana mengangguk pelan.
“Wahh!!” Dinar tidak habis pikir.
Dia sampai geleng-geleng kepala. Rayyan emang suka buat masalah, tapi masalah yang dia buat kali ini kebangetan.
“Parah banget itu anak! Bisa-bisanya ngelakuin ini ke lo, Na! Mana gak ada tanggung jawabnya!”
Dinar menghela napas kasar.
“Terus sekarang lo mau gimana?” tanya Dinar hati-hati.
Alana menggeleng pelan. “Gue takut, Din.”
“Testpacknya mau gimana?”
“Gue takut, Dinar. Gimana kalo positif? Gue gak tau harus gimana kalo sampe positif. Lo tau kan, gue anak tunggal, gue gak boleh buat malu orang tua gue, gue harus buat mereka bangga. Karena cuma gue satu-satunya harapan mereka. Gue gak bisa kecewain mereka, gue gak bisa. Gue takut, Din. Gue gak siap lihat hasilnya.”
“Tapi lo harus tau, Na. Setidaknya dengan lo tau lo hamil apa enggak, lo bisa mikirin apa yang harus lo lakuin selanjutnya. Kalo lo masih ragu-ragu kayak sekarang, lo akan makin bingung karena lo cuma bisa berandai-andai aja. Lo harus tahu biar lo bisa mutusin apa yang sebaiknya lo lakuin kedepannya.”
Alana hanya diam, tapi dalam hati dia mengiyakan perkataan Dinar. Alana berpikir sejenak sembari mengumpulkan kekuatan.
“Gue temenin lo kok, Na,” ucap Dinar lagi.
Beberapa saat kemudian setelah ditenangkan Dinar, Alana memberanikan diri menggunakan testpack itu. Alana masuk ke dalam kamar mandi, menggunakannya, lalu keluar lagi dengan membawa testpack yang belum dilihat hasilnya.
Alana menoleh pada Dinar yang sedang menatapnya penuh pertanyaan. Dinar mengangguk pelan. Alana menarik napas dalam-dalam, kemudian melihat testpack itu bersama-sama dengan Dinar.
Hasilnya, dua garis merah.
...***...
“Hai, Sayang,” sapa Rayyan pada Vanya, pacarnya yang sudah menunggu di depan rumahnya.
“Hai, Sayang.”
Vanya berlari dari teras rumah untuk memeluk Rayyan yang masih duduk di atas motor. Rayyan membalas pelukan Vanya dengan satu tangan.
“Lama banget sih, Yang,” ucap Vanya.
“Sori.”
Vanya mengulas senyum dan mengangguk.
“Cantik banget sih kamu.”
Vanya tersenyum malu-malu.
“Eh, ada Rayyan.”
Rayyan dan Vanya menoleh ke sumber suara. Ibu Vanya, Diana keluar dari dalam rumah menemui Rayyan. Rayyan turun dari motor untuk menyalami ibu Vanya.
“Halo, Tante,” sapa Rayyan.
“Mau keluar sama Vanya?”
“Iya, Tante. Boleh kan?”
“Iya. Tapi jangan kemalaman pulangnya.”
“Siap, Tante. Aman kalo sama Ray mah.”
Vanya tersenyum. Dia memegang lengan Rayyan.
“Vanya pergi dulu ya, Ma, sama Rayyan.”
“Iya, hati-hati.”
Rayyan dan Vanya menaiki motor, kemudian pergi.
Seperti keinginan Vanya, mereka pergi ke sebuah cafe yang baru buka beberapa waktu yang lalu. Dan menurut teman-teman Vanya, makanan dan minuman di sana enak dan tempatnya juga bagus. Mereka merekomendasikan tempat itu pada Vanya. Oleh karena itu, Vanya mengajak Rayyan pergi ke sana hari ini.
Mereka masuk ke dalam, memesan makanan, dan duduk sambil mengobrol ringan. Membicarakan banyak hal. Rayyan menatap lekat Vanya yang sedang bercerita tentang seorang cowok yang sedang mendekatinya saat ini. Vanya memang cukup terkenal di kampusnya sehingga banyak cowok yang menyukainya. Tapi dari banyaknya cowok itu, Vanya lebih memilih Rayyan. Hubungan mereka sudah berjalan 3 tahun sejak mereka masih duduk di bangku SMA yang sama hingga sekarang masuk kampus yang sama, hanya saja beda jurusan.
Rayyan tersenyum dan mengangguk sambil tetap menatap Vanya lekat, mendengarkan ceritanya.
“Kok lihatinnya gitu banget sih, Yang,” celetuk Vanya.
“Ya gimana? Abisnya kamu manis banget kalo lagi cerita gitu.”
“Ih gombal banget.”
“Beneran.”
Vanya tersenyum malu.
Mereka kembali mengobrol hingga kedatangan Dinar berhasil menghancurkan suasana nyaman itu. Dinar datang kemudian menarik leher kaos yang dipakai Rayyan. Dinar sedang makan di sana saat melihat Rayyan bersama dengan Vanya. Jadi, tanpa pikir panjang, Dinar langsung menghampiri mereka.
“Kenapa lo?” tanya Rayyan heran.
“Eh, Din, ngapain sih lo? Lepasin gak baju pacar gue!” seru Vanya.
Dinar menatap Rayyan sengit, sedangkan yang ditatap malah keheranan. “Apa?”
“Gue pinjem pacar lo bentar!” ucap Dinar pada Vanya sengit.
“Ih! Apaan sih? Pinjem-pinjem! Lepasin gak?!”
“Kenapa sih lo?” tanya Rayyan.
“Gue perlu ngomong sama lo, penting!”
“Ganggu aja lo, elah! Ngapain sih pake tarik-tarik baju gue!”
“Mau ikut gue apa gue bongkar perilaku buruk lo disini?!” seru Dinar lagi.
Rayyan tidak tahu apa yang ingin dikatakan Dinar, dia penasaran. Rayyan juga takut Dinar mengatakan macam-macam tentang dirinya di depan Vanya.
“Apaan sih, Din!”
“Udah, yang, gak papa, Yang. Aku ngobrol bentar dulu sama Dinar,” ucap Rayyan pada Vanya.
Dinar menye-menye mendengarkan ucapan Rayyan pada Vanya. Dia ingin muntah sekaligus menonjok wajah Rayyan secara bersamaan.
“Tapi, Yang-
“Bentar doang, gak papa.”
Dinar menurunkan tangannya. Dia berbalik badan berjalan keluar dengan diikuti oleh Rayyan. Dinar baru berhenti di sudut cafe yang cukup sepi.
Plak!
“Njir! Kenapa lo nampar gue?!” tanya Rayyan tidak terima.
“Bajingan banget sih lo! Setelah semua yang lo lakuin, masih bisa-bisanya lo jalan sama cewek lo!! Haha hihi haha hihi!!” seru Dinar dengan suara tertahan. Matanya menatap Rayyan nyalang.
“Apa sih, Din?!” seru Rayyan tidak terima.
“Bajingan banget! Bisa-bisanya lo lepas tangan gitu aja setelah apa yang lo lakuin, bangsat!”
“Apa?! Gue ngelakuin apa?!”
Dinar menatap Rayyan sengit. Dia mendekati Rayyan dan berkata penuh penekanan.
“Gak usah pura-pura bego deh lo! Alana hamil anak lo, bangsat!”
Rayyan sepenuhnya membatu. Tubuhnya tidak merespon apapun, hanya jantungnya yang berdetak kencang karena kaget mendengar pernyataan Dinar. Otaknya tanpa sadar terlempar ke kejadian malam itu, kejadian yang Rayyan tidak ingat, saat itu dia meniduri seorang perempuan.
“A-Alana?” tanya Rayyan memastikan.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
mayang sari
duarrrr🤯
2024-10-04
1
mayang sari
rayyan, rayyan, harusnya kamu ngerasa bersalah
2024-10-04
2
Cô bé mùa đông
🤩Bikin baper banget deh si author ini, jangan jangan dia nyasar jadi scriptwriter
2024-04-29
0