Humaira
Mengejar Impian di Negeri Seberang
"Ummi, Rara harus ke bandara. Tidak perlu buatkan sarapan, nanti Rara bisa makan di sana atau setelah sampai," ucap Rara sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya.
"Baik, Nak. Tapi bawalah ini. Ummi sudah siapkan bekal untukmu," ujar Ummi Pipit, menyerahkan sebuah kotak berisi makanan kesukaan putrinya.
---
Bandara Internasional Dubai (DXB)
Sebagai salah satu bandara tersibuk di dunia, Bandara Internasional Dubai (DXB) bukan sekadar pusat transportasi, melainkan simbol kemegahan dan kemajuan. Dubai sendiri telah menjelma menjadi kota impian banyak orang, bukan hanya untuk bisnis tetapi juga pariwisata kelas dunia.
Di tengah hiruk-pikuk bandara, seorang wanita muda bersiap menaiki penerbangan terakhirnya menuju negeri impian. Amelia Humaira Azahra, atau lebih akrab disapa Rara, kembali ke Uni Emirat Arab (UEA) untuk menyelesaikan studinya di United Arab Emirates University (UAEU).
Sudah tiga tahun ia menempuh pendidikan di sana. Kini, memasuki semester terakhir, rasa bangga, semangat, dan antusias membara di hatinya.
Meski berhijab dan bercadar, Rara merasa dunia tetap terbuka luas baginya. Lingkungan akademik yang mendukung serta restu penuh dari orang tua membuatnya semakin yakin bahwa ia bisa meraih sukses tanpa harus mengorbankan identitasnya.
---
Pertemuan Tak Terduga
"Brug!"
Langkah Rara terhenti ketika seorang gadis kecil menabraknya. Bocah berusia sekitar lima tahun itu mendongak dengan wajah cemas, matanya membulat penuh ketakutan.
"Maaf..." ucapnya lirih.
Rara tersenyum lembut, menebak dari nada suara gadis itu bahwa ia berasal dari Indonesia.
"Hai, kamu dari Indonesia, ya?" tanyanya ramah.
Gadis itu mengangguk pelan, sementara tangannya memegangi lutut yang tampak sedikit berdarah.
"Apa kakimu sakit? Boleh kakak lihat?" Rara berjongkok, menawarkan bantuan dengan penuh kelembutan.
Melihat gadis itu mengangguk, Rara segera merogoh tasnya dan mengeluarkan plester.
"Kakak obati dulu, ya. Nanti pasti cepat sembuh."
"Terima kasih, Kak," balasnya lirih.
Tiba-tiba, sebuah suara memanggil dari kejauhan.
"Isabell!"
Dua wanita muda berseragam menghampiri mereka. Sepertinya mereka adalah pengasuh gadis kecil itu.
"Maaf, Nona, apakah dia merepotkan Anda?" tanya salah satu pengasuh dengan sopan.
Rara tersenyum. "Tidak apa-apa, kami hanya berkenalan."
Sementara itu, Isabell tampak semakin cemas saat pengasuhnya menegurnya dengan lembut.
"Mba, Isabell tidak salah. Saya tadi yang kurang hati-hati," ujar Rara, menenangkan gadis kecil itu.
Ia kembali berjongkok, menatap Isabell dengan senyum hangat. "Jadi nama kamu Isabell? Nama yang cantik. Kita berteman, ya?"
Mata Isabell berbinar. "Terima kasih! Kakak juga cantik sekali!"
Rara terkekeh. "Tapi kakak pakai cadar, lho. Kok bisa tahu kakak cantik?"
"Dari mata Kakak. Mata Kakak seperti mata Mommy," jawab Isabell polos.
Sejenak, ekspresi gadis itu berubah muram.
"Heii, kenapa tiba-tiba sedih? Apa kakimu masih sakit?" tanya Rara lembut.
Isabell menggeleng pelan.
Rara berpikir sejenak, lalu mengeluarkan lolipop dari tasnya. "Mau ini?"
Mata Isabell berbinar kembali. Ia mengambil lolipop itu dengan senang hati.
"Karena kita sudah berteman, lain kali kalau bertemu lagi, kakak janji traktir es krim. Tapi, Isabell jangan sedih dan jangan lari-lari lagi, ya?"
"Benar? Aku janji!" jawab Isabell antusias.
Rara tersenyum. Setelah berpamitan, ia melangkah meninggalkan bandara, sementara Isabell menatapnya dengan tatapan penuh harap.
---
Kembali ke Apartemen
Sesampainya di apartemen, Rara langsung merebahkan diri di kasur mungilnya. Setelah cukup beristirahat, ia bangkit, berganti pakaian, lalu melaksanakan salat Isya.
Drrttt... drrttt... drrttt...
Dering ponsel membangunkannya. "Ummi," gumamnya sebelum segera mengangkat panggilan itu.
"Assalamu’alaikum, Ummi?"
"Wa’alaikumsalam. Ra, sudah sampai? Bagaimana perjalananmu?"
"Alhamdulillah, Rara baik-baik saja. Perjalanan lancar, Ummi tidak perlu khawatir."
"Syukurlah. Kalau ada apa-apa, jangan ragu menghubungi Ummi, ya?"
"Iya, Ummi. Wa’alaikumsalam."
Setelah menutup telepon, Rara kembali tidur. Esok, ia harus bertemu dengan profesor untuk mengkonsultasikan tesisnya yang hampir selesai.
Meski lelah, semangatnya tetap membara.
---
Pagi di Dubai
Udara pagi yang sejuk menyelimuti Dubai. Berada di Sheikh Khalifa bin Zayed Street, apartemennya hanya berjarak 15 menit dari kampus.
Dengan langkah mantap, Rara berjalan menuju kantor dosennya, siap mendiskusikan hasil pekerjaannya selama di Indonesia.
Sebagai mahasiswa yang fasih berbahasa Arab dan Inggris, ia tak mengalami kesulitan memahami arahan dari profesornya. Hari itu, ia semakin yakin bahwa impiannya semakin dekat untuk digapai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Sumi Asih
pantesan pengikut nya dikit, sedangkan
novel sebelah mau5000
2024-11-11
0
Sumi Asih
cuman beda y nama2 tokoh digAnti
2024-11-11
0
Sumi Asih
ko cerita hapir sama y sama novel sebelah alur sama persis sama kisah "hijrah cinta anisaa
2024-11-11
2