---
Rangga terdiam. Kata-kata Rara tadi seolah menggema di kepalanya, menampar egonya yang selama ini merasa paling benar.
Sementara itu, Rara tetap berdiri di tempatnya, tak sedikit pun menunjukkan ketakutan di hadapan pria itu.
"Saya pamit, Tuan," ucapnya akhirnya, dengan suara tenang namun penuh ketegasan.
Tanpa menunggu balasan, Rara membalikkan badan dan melangkah pergi. Angin sore berhembus lembut, membuat gamis serta cadarnya sedikit berkibar saat ia berjalan menjauh.
Rangga hanya bisa menatap punggung wanita itu. Ada sesuatu yang aneh di dalam dadanya—sesuatu yang selama ini jarang ia rasakan.
Rasa tidak nyaman.
Rasa bersalah.
Namun egonya masih terlalu tinggi untuk mengakuinya.
***
Setelah kejadian di taman itu, hari-hari Rangga kembali seperti biasa—atau setidaknya, itulah yang ia coba yakini.
Namun ada satu hal yang berubah.
Isabell.
Gadis kecil itu menjadi lebih pendiam, lebih sering mengurung diri di kamar, dan menolak bermain seperti biasanya.
Setiap kali Rangga mendekatinya, Isabell hanya menatapnya dengan mata sayu, seolah ada yang ingin ia katakan—tapi tak sanggup.
Hingga suatu malam, saat Rangga baru pulang dari kantor, ia mendengar suara tangis pelan dari kamar putrinya.
Hatinya mencelos.
Perlahan, ia membuka pintu dan menemukan Isabell sedang duduk memeluk boneka kesayangannya, bahunya berguncang pelan.
"Isabell?" panggilnya lembut.
Isabell terdiam, tapi tak menoleh.
Rangga mendekat, duduk di tepi tempat tidur, lalu mengusap kepala putrinya dengan lembut. "Sayang, kenapa menangis?"
Isabell masih diam, menggigit bibirnya seakan menahan sesuatu.
Hingga akhirnya, dengan suara lirih, ia berkata, "Abel kangen Mami…"
Jantung Rangga terasa diremas.
Ia tahu, Isabell bukan sedang merujuk pada mendiang istrinya.
Bukan.
Ia sedang merindukan wanita bercadar itu.
Wanita yang baru dikenalnya beberapa hari, tapi sudah mampu menyentuh hati putrinya lebih dari siapa pun.
Rangga menghela napas berat. Sebagai seorang ayah, ia ingin melindungi putrinya dari kekecewaan dan kehilangan. Tapi mungkin… caranya selama ini salah.
Mungkin, justru ia yang membuat Isabell merasa semakin kesepian.
"Daddy…" suara kecil Isabell kembali terdengar.
"Iya, Sayang?"
Isabell akhirnya menoleh, menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Daddy jahat… Kenapa Daddy nggak suka sama Mami?"
Rangga terhenyak.
"Abel cuma mau Mami… Abel janji nggak bakal nakal, asal bisa ketemu Mami lagi…"
Kata-kata polos itu sukses menghancurkan pertahanan terakhir dalam hati Rangga.
Ia tidak tahu siapa sebenarnya wanita itu. Tidak tahu dari mana ia berasal, atau masa lalunya seperti apa.
Tapi yang jelas, wanita itu sudah berhasil membuat putrinya tertawa—sesuatu yang bahkan Rangga sendiri kesulitan untuk melakukannya.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Rangga Wijaya mulai mempertimbangkan sesuatu yang sebelumnya tak pernah ia pikirkan.
Mungkin, sudah saatnya ia mencari Rara lagi.
Mungkin… ia harus mulai membuka hatinya.
Untuk Isabell.
Dan mungkin, untuk dirinya sendiri.
****
Rara.
Nama itu kembali mengusik pikirannya.
Wanita itu datang seperti angin, membawa kesejukan di tengah kekosongan rumah ini. Namun ia juga pergi begitu saja, meninggalkan jejak yang bahkan tak disadari Rangga sebelumnya—jejak yang kini membuat putrinya merindukan kehangatan seorang ibu.
Dan mungkin… ia juga merindukan sesuatu.
Sesuatu yang selama ini ia abaikan.
Dengan lembut, ia mengusap punggung Isabell. "Abel mau ketemu Mami lagi?" tanyanya pelan.
Isabell mengangguk kecil tanpa melepaskan pelukannya.
"Baik." Rangga menghela napas. "Daddy akan cari Mami."
Sejenak, Isabell melepaskan pelukannya dan menatap Rangga dengan mata berbinar. "Janji?"
Rangga tersenyum tipis, mengangguk. "Janji."
Keesokan paginya, tanpa pikir panjang, Rangga mulai mencari jejak Rara.
Ia mencoba menghubungi beberapa orang di rumah sakit tempat Rara pernah bekerja. Namun jawabannya tetap sama—tidak ada yang tahu ke mana wanita itu pergi setelah mengundurkan diri.
Ia mengunjungi tempat-tempat yang mungkin menjadi tujuan Rara, tapi tak satu pun memberinya petunjuk.
Hingga akhirnya, sebuah nama terlintas dalam benaknya.
Bu Siti.
Wanita tua itu pernah menyebut bahwa Rara tinggal bersamanya. Jika ada seseorang yang tahu di mana Rara berada, pastilah wanita itu.
Tanpa membuang waktu, Rangga segera melajukan mobilnya menuju rumah kecil di pinggiran kota, tempat Bu Siti tinggal.
Saat tiba, ia mengetuk pintu dengan hati berdebar. Tak lama, pintu itu terbuka, memperlihatkan sosok Bu Siti yang tampak terkejut melihat kehadirannya.
"Tuan Rangga?" suara Bu Siti terdengar penuh tanda tanya.
Rangga menatap wanita itu dengan serius. "Saya butuh bantuan Ibu."
Bu Siti mengernyit. "Tentang Rara?"
Rangga mengangguk. "Saya harus menemui dia."
Bu Siti terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Tuan Rangga… apa Anda yakin ini bukan hanya karena Isabell?"
Pertanyaan itu membuat Rangga tersentak.
Ia ingin mengatakan bahwa ini hanya demi putrinya. Bahwa ia hanya ingin memenuhi keinginan Isabell.
Tapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu itu bukan alasan satu-satunya.
Ia ingin bertemu Rara.
Bukan hanya untuk Isabell.
Tapi juga… untuk dirinya sendiri.
---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments