Hamil?

Satu bulan berlalu, Diva belum juga mendapatkan tamu bulanan. Dia merasakan gejala tanda awal kehamilan seperti mual, pusing dan kehilangan nafsu makan. Tubuhnya lemas, bahkan untuk bekerja pun dia tak ada tenaga.

Diva ketakutan. Bagaimana jika dia benar-benar hamil? Apa yang harus dia lakukan? Dia sama sekali belum siap untuk menjadi seorang Ibu. Untuk menjawab rasa penasarannya, pulang dari tempat kerja Diva mampir ke apotik untuk membeli alat tes kehamilan.

Dari jauh, Leon masih mengawasi pergerakan Diva yang mencurigakan. Tumben sekali wanita itu pergi ke apotik? Apa dia sedang sakit? Leon penasaran, dia memutuskan untuk masuk kedalam apotik setelah Diva keluar dari sana.

"Maaf, mba. Saya mau tanya. Mba yang tadi itu beli obat apa ya?" Tanya Leon polos.

"Oh... Mba yang pakai kemeja abu abu tadi?"

"Iya, betul,"

"Dia tidak membeli obat mas, dia membeli alat tes kehamilan,"

"Terimakasih infonya ya mba,"

"Sama-sama."

Leon keluar dari apotik sambil menyunggingkan senyum, akhirnya keinginannya terwujud. Dia sangat ingin wanita itu hamil dan menikah dengan Dika.

Dika orang baik, hanya saja karena ulah Zoya dia jadi berubah jadi pria angkuh dan dingin pada wanita. Dika sangat membenci wanita, bahkan selalu buang muka saat bertemu dengan kaum hawa.

Tut... Tut... Tut...

Telfon tersambung, Dika yang sedang duduk manis dikursi kerjanya langsung mengangkat telfon dari asistennya itu.

"Hallo, Leon. Ada apa menelfon ku siang bolong seperti ini?" Tanya Dika langsung.

"Dia hamil,"

"Apa katamu?"

"Nona Diva hamil, saya memergokinya membeli alat tes kehamilan disebuah apotik," ucap Leon.

"Terus awasi wanita itu, aku akan segera menuju ke rumah kontrakannya,"

"Baik, Tuan. Kite bertemu disana."

Dika menutup telfon, dia langsung keluar dari kantor dengan langkah terburu-buru. Dia tidak peduli dengan segudang pekerjaannya yang masih menumpuk diatas meja, saat ini menemui Diva dan mengajaknya berbicara empat mata itu jauh lebih penting.

🍁🍁🍁

Diva menangis dipojokan kamar mandi, hal yang paling dia takuti benar benar terjadi. Diva positif hamil, Diva masih sulit percaya karena dia dan Om Dika hanya melakukannya satu kali saja.

Diva keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah pucat, dia menyeka air matanya dan mencoba untuk bersikap tenang. Dia tidak boleh terlalu stres, selain tubuhnya akan tambah drop hal itu juga akan mempengaruhi kesehatan kehamilannya di trimester pertama ini.

Diva mencari ponselnya di dalam tas, dia ingin menelfon Tasya dan memintanya untuk datang ke kontrakannya. Saat ini Diva butuh teman untuk bercerita dan meminta pendapat yang baik.

Tok... Tok... Tok...

Tiba tiba pintu kamar kontrakannya diketuk. Diva langsung membuka pintu itu karena mengira Tasya yang datang bertamu kesana.

Klak...

Diva mendelik saat melihat Dika sedang berdiri didepan pintu sambil memasang wajah serius.

"Om Dika?"

"Kita perlu bicara,"

"Bagaimana bisa Om tau tempat tinggal ku?"

"Apa kamu lupa? Kota ini dikuasai olehku dan keluarga besar ku."

Tanpa dipersilahkan, Dika masuk kedalam kontrakan Difa dan duduk lesehan diatas karpet. Tidak ada kursi disana, bahkan kipas angin pun tidak ada.

"Apa kamu hamil?" Cecar Dika.

"Ko Om bisa tau? Apa Om menyuruh orang untuk mengawasi ku?"

"Jawab saja, jangan terlalu banyak mengoceh,"

"Iya, aku hamil,"

"Mulai besok, keluarlah dari tempat kerja. Tinggallah didalam kontrakan sampai aku selesai mengurus persiapan pernikahan kita,"

"Menikah? Aku tidak mau,"

"Jadi kamu mau anak itu lahir tanpa memiliki Ayah?"

"Tidak juga,"

"Diva, berhentilah bersikap egois. Mari kita menikah demi anak yang sedang tumbuh didalam perutmu itu. Setelah dia berumur dua tahun, aku akan menceraikan mu. Aku hanya ingin memastikan kalau kamu akan melahirkan anak itu dan tidak melakukan hal buruk padanya,"

Diva serba salah sekarang, dia enggan menikah dengan pria yang jauh lebih tua darinya. Tapi dia juga tidak siap membesarkan anaknya seorang diri. Selain lemah dalam hal finansial, Diva juga memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus anak itu karena fisiknya lemah.

Benar kata Dika, dia tidak boleh egois. Dia harus menikah dengan Dika demi anak itu.

"Untuk sekarang, sebaiknya aku terima saja tawarannya. Toh hanya sampai anak ini lahir dan berumur dua tahun saja." Batin Diva.

"Baiklah, aku mau menikah dengan Om," cicit Diva lirih.

"Nah, begitu dong. Jadi gadis baik dan penurut, karena aku tidak suka dengan gadis pembangkang dan sulit dikendalikan." Tegas Dika.

🍁🍁🍁

Sudah hampir tengah malam, Difa belum juga bisa tidur. Dia memikirkan apa jadinya jika dia menikah dengan pria dingin dan galak seperti Dika. Tiba tiba saja bayangan malam itu muncul, bayangan saat Dika memaksanya untuk melakukan one night stand.

Stamina Dika sangat bagus, Diva tidak bisa melawan. Dia juga kewalahan dan mungkin tidak akan pernah bisa mengimbangi kemampuan bercinta seorang Dika.

"Ya... Tuhan. Bisa bisanya aku memikirkan hal kotor disaat seperti ini," gumam Diva. Dia menarik selimut dan menutupi wajahnya yang memerah, untung saja dia tinggal sendiri, kalau ada yang melihat wajahnya seperti kepiting rebus saat ini pasti dia akan merasa sangat malu.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!