Disenchanted
Jeehan menatap nanar ponselnya yang bergetar nyaring. Melihat nama Harris Melvin Al-Farabi terpampang jelas di layar, ia cepat-cepat menyeka pipinya yang basah. Tanpa pikir panjang ia menarik tombol hijau ke atas dan panggilan pun tersambung.
"Halo, Assalamualaikum, Jee. Kamu udah bangun? Udah siap-siap? Udah sarapan belum? Aku jemput sekarang, ya?" suara seorang pria yang beberapa hari ini mengisi hatinya terdengar bagai melodi yang melenakan seorang Jeehan Hasya Maitreya.
Jeehan tersenyum, "Iya, Wa'alaikumussalam, Ris. Aku baru aja selesai Subuh, kamu kalau mau jemput sekarang gak apa-apa tapi harus tunggu aku siap-siap dulu," kata Jeehan yang dibalas kekehan Harris dari balik telepon.
"Iya, Jee. Aku berangkat sekarang, ya!" ucap Harris lalu menutup teleponnya. Jeehan kembali menatap layar ponselnya yang mati sebab panggilan teleponnya berakhir.
Harris adalah sahabatnya, mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Bahkan hubungan mereka layaknya kakak dan adik. Tak heran jika Harris begitu perhatian pada Jee.
Harris tinggal di beberapa blok dekat rumahnya, setiap kali akan berangkat sekolah, Harris terbiasa akan menelepon dan menjemput Jeehan atas permintaan ibunya sendiri. Keakraban mereka sudah terjalin sejak bangku sekolah dasar. Kedekatan kedua ibu merekalah yang membuat mereka sedekat ini.
Mereka akrab tapi entah kapan pastinya perasaan Jeehan terhadap Harris mulai berubah. Menjadi sebuah rasa takut kehilangan yang bahkan tak bisa perempuan itu deskripsikan sebagai perasaan cinta atau perasaan semu karena perhatian Harris terhadapnya akhir-akhir ini sedikit berbeda.
Lima belas menit kemudian Jeehan meletakkan ponselnya dan melepaskan mukena yang semenjak tadi menutupi kepalanya. Kemudian berganti pakaian dengan seragam sekolah. Tak lama dari itu, suara klakson motor Harris terdengar dari kamarnya di lantai dua.
Sang Ibu masuk dan melihat anaknya sudah rapi. "Kok masih di sini, Jee? Itu Harris udah nungguin, lho, Nak." Jeehan langsung menoleh dan sedikit terkejut melihat Sang Ibu sudah berdiri di dalam kamarnya. Ia mendekati perempuan tiga puluh enam tahun itu dan tersenyum.
"Iya, Bu, Jee berangkat sekolah dulu, ya." Perempuan itu beralih mengambil tasnya dan mencium telapak tangan sang ibu dan berlalu dari kamarnya. Sang Ibu hanya bisa terkekeh melihat putri bungsunya begitu bersemangat.
Di depan gerbang rumah Jeehan, seorang pria melirik ke dalam sambil sesekali membenarkan kerah baju dan dasinya agar terlihat lebih rapi. Ketika matanya menangkap seorang perempuan berhijab berjalan keluar mendekati gerbang, ia bersorak senang, "Hadeuh akhirnya keluar juga."
"Lama, ya, Ris?" tanya Jeehan berbasa-basi padahal ia tahu pria itu pasti sudah menunggu dirinya sejak lima belas menit yang lalu.
Harris memberi Jeehan cengiran khasnya. "Ah, enggak kok Jee. Gak sampai seumur hidup juga," canda Hadi yang membawa tepakan kecil lengan Jeehan pada bahunya.
"Aduh, Jee! Sakit tahu!" ringis Harris kesakitan.
"Makanya, jangan bercanda! Masih pagi tau!."
"Iya, deh, iya. Ayo Jee, nanti kita telat, lho."
Harris memberikan sebuah helm yang selalu ia bawa kepada Jeehan. Perempuan itu menerimanya dan mencoba memakainya. Tetapi agaknya ia kesulitan, terbukti dengan tangannya yang sulit mengaitkan tautan helm itu. Tingkah Jeehan sukses membuat lelaki itu merasa gemas sendiri.
"Sini, Jee. Kalau gak bisa tuh bilang kenapa, sih! Gini aja kamu ragu bilang sama aku? Jeehan ... Jeehan. Kamu ini perempuan macam apa, sih?" gerutu Harris. Meski begitu, ia tetap membantu Jeehan memakai helm-nya.
"Berisik, ah!" ketus Jeehan. Ia lalu naik ke bagian belakang motor Harris. Terdengar kekehan kecil dari mulut lelaki itu tapi kemudian motornya melaju melewati kompleks perumahan mereka.
Angin sejuk pagi hari itu membelai wajah Jeehan mesra. Deru suara mesin kendaraan yang saling bersahutan ikut meramaikan suasana hatinya yang juga bergemuruh.
Tak bisa ia pungkiri bahwa detak jantungnya berdebar dua kali lebih cepat saat Harris membantunya tadi. Diam-diam ia mengembangkan senyumnya malu-malu. "Astaga, Jee, istighfar!" gumamnya pelan.
"Kenapa, sih, Jee? Kayaknya rusuh banget?" tanya Harris melihat tingkah Jeehan yang sedikit berbeda dari kaca spion. Jeehan sedikit terperanjat saat mendapati Harris menatapnya dari kaca depan motornya.
"Eng-enggak! Gak ada apa-apa, kok! Perasaan kamu aja kali. Aku gak kenapa-kenapa tuh!" elaknya mengalihkan wajah ke arah lain agar Harris berhenti mencuri pandang.
Harris mendelik, "Aduh, Jee. Kamu tuh gak bisa bohong, lihat tuh mukamu memerah," ledeknya seraya tertawa geli. Di belakangnya, Jeehan mencebik dan memukul bahu Harris beberapa kali.
"Eh, Jee, sakit tahu! Gini banget punya sohib yang love languange-nya physical attack. Kalau aku babak belur gara-gara kamu pukulin, kamu harus tanggung jawab, lho, Jee."
Alih-alih berhenti, Jeehan kembali memukulnya cukup kencang yang membuat Harris seketika meringis. "Jee ... " rengek Harris.
Selama perjalanan menuju sekolah, keduanya lebih sering berdebat. Harris yang penyabar harus menghadapi keras kepala dan pukulan Jee di bahu atau tangannya. Hingga keduanya memasuki gerbang dan motor Harris telah terparkir di tempat parkir sekolah, Jeehan langsung memilih pergi.
Mengabaikan Harris yang baru datang saja sudah dikerumuni banyak gadis-gadis. Perempuan itu mencebik, "Hmph! Dasar laki-laki crocodile!" gumamnya sambil berlalu.
"Perempuan-perempuan itu gak ada habisnya, Ya Allah." Sungguh demi apapun, Jee merasa lelah dan kesal sendiri melihat Harris yang dikerumuni banyak perempuan-perempuan cantik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Bening
cerita sahabat yg memendam rasa
2024-07-10
0
🤎𝐀⃝🥀🦆͜͡MDᴳ𝐑᭄ ♉HIAT
like dulu thor
2024-07-08
1
👑J⏤͟͟͞Rafael💝drg🔯HS🔥🔯࿐
"... mereka-lah..., dst." ❌️
"... merekalah..., dst." ✅️
2024-07-01
2