Guilt and Redemption

Tiga jam kemudian.

Larut malam, tampak dua orang berhadapan tidak terlalu jauh dari ruang IGD Rumah Sakit setempat.

Di satu sisi, tampak William yang berdiri dengan tenang sambil menatap lawan bicaranya. Di sisi lain, tampak seorang pria paruh baya tinggi yang memakai setelan mahal. Dia adalah ayah Mathias, Matthew.

Penampilannya mirip dengan putranya, tetapi rambut lebih pendek, dipotong rapi, dan tampak lebih tua dengan beberapa kerutan di wajahnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi di sini?! Bukankah kalian dari tim investigasi khusus melacak pelaku pembunuhan dan menangkapnya? Kenapa malah putraku yang sekarang menjadi korban?!” teriak Matthew.

William sama sekali tidak marah karena teriakan dan makian pria di depannya. Sebaliknya, dia masih tetap tenang dan merasa kalau emosi karena keluarganya mengalami kecelakaan memang cukup wajar.

Meski begitu, bukan berarti pria itu hanya akan diam dan menerima semua tuduhan. Dia sama sekali tidak sudi mengambil tanggung jawab yang bukan miliknya, apalagi disalahkan.

“Pertama, kami datang untuk melakukan investigasi dan pelaku belum ditemukan, bahkan dibilang sebagai serangan binatang buas.

Kedua, seharusnya kamu berterima kasih kepadaku, jika tim investigasi khusus tidak datang dan aku tidak melakukan patroli, mungkin sekarang kamu harus menangisi mayat putramu.

Ketiga, putramu sendiri juga melakukan kesalahan karena melanggar peraturan sekolah dan berkeliaran saat jam malam.

Keempat, perilaku putramu di sekolah yang ‘mencolok’ benar-benar luar biasa sehingga mengundang kebencian sangat banyak orang, termasuk staff sekolah. Jadi mudah ditargetkan, tetapi pelaku tidak mudah ditebak.

Kelima-“

William berhenti sejenak, lalu memiringkan kepalanya.

“Haruskah aku mengatakan semuanya?!” tanya pria itu dengan nada datar.

Urat nadi Matthew langsung menonjol dan tangannya terkepal erat. Dia sangat marah, tetapi juga mengetahui kalau dirinya tidak bisa menghadapi pria muda di depannya.

“Jadi, haruskah aku menerima semua ini begitu saja?!” tanya Matthew dengan suara serak, menahan amarahnya.

“Tentu saja kamu harus menerimanya,” balas William tanpa jeda.

Melihat Matthew yang tercengang lalu tampak sangat marah, pria itu akhirnya melanjutkan. “Kamu lebih baik mengurus urusanmu sendiri dan rawat putramu dengan baik. Soal pelaku pembunuhan, itu akan diserahkan kepada kami.”

“Apakah kalian bisa melakukannya?” Matthew tampak tidak yakin.

“Jika tidak bisa melakukannya, itu berarti hampir mustahil menemukan pembunuhnya karena tidak banyak tim yang lebih baik dari tim kami. Kami akan bekerja keras untuk menangkap pelakunya, tapi sebelum itu-“ William menatap Matthew lalu mengangkat sudut bibirnya. “Sebagai ketua tim investigasi khusus, aku masih memerlukan bantuan kalian.”

“Kalian? Bukan hanya aku?” Matthew mengerutkan kening. “Siapa yang kamu maksud dan apa yang kamu inginkan?”

“Jadi seperti ini-“

William mulai menjelaskan dengan ekspresi datar di wajahnya. Dia membicarakan pengelola akademi, aturan, dan semacamnya.

Pria itu juga mulai membicarakan berbagai dugaan alasan penyerangan. Tentu saja, dia menutup mulut soal provokasi yang mungkin dilakukan oleh pelaku kepada mereka, tim investigasi khusus yang sedang menyelidiki.

William menjelaskan berbagai alasan untuk meminta bantuan Matthew serta beberapa orang lain yang bisa mempengaruhi keputusan sekolah. Lagipula, hal semacam itu memang dibutuhkan. Setidaknya untuk melakukan tindak lanjut.

Setelah memikirkan baik-baik, Matthew mengangguk.

“Aku akan menghubungi yang lain dan berusaha memenuhi permintaanmu. Namun, aku harap kalian bisa menangkap pembunuhnya,” ucapnya dingin.

“Itu adalah pekerjaan kami,” balas William.

Pria muda itu mengangkat bahu dengan ekspresi santai. Usai berbicara beberapa patah kata, dia pamit lalu kembali ke St Roseweiss Academy.

...***

...

Setelah berkendara cukup lama, William akhirnya tiba di akademi.

Saat turun dari mobil, wajahnya tampak suram. Benar-benar berbeda dengan ekspresi tak acuh atau santai seperti sebelumnya.

William menatap beberapa orang yang telah menunggunya, termasuk guru serta penjaga sekolah.

“Bagaimana keadaan Mathias, Mr William?” tanya Nolan dengan wajah khawatir.

Guru muda itu tahu kalau Mathias suka membuat masalah, tetapi dia masih panik karena murid di kelasnya menjadi korban. Pria itu tampaknya takut disalahkan dan terlibat dalam masalah tak berujung yang menanti di depan.

“Mathias berhasil diselamatkan. Meski masih tidak sadarkan diri, tetapi dia berhasil melewati masa kritis. Kalian bisa kembali karena besok akademi harus berjalan seperti biasa,” ucap William dengan nada sedikit menghibur.

Menyadari kalau Mathias berhasil diselamatkan, Nolan menghela napas panjang, tampak lega. Beberapa guru lain juga saling memandang dengan tatapan lega. Lagipula, jika ada murid yang meninggal, apalagi jika putra tokoh penting, mereka pasti akan mendapat masalah.

Setelah berbicara sebentar, William berhasil mengusir orang-orang, membiarkan mereka kembali ke tempat mereka dengan tenang.

Pria itu kemudian melihat mengalihkan pandangannya pada Yona, Erick, dan Brian.

“Apakah ada yang ingin kalian jelaskan?” tanya William.

Saat itu, Yona tampak panik dan terus menggelengkan kepalanya. Erick menggertakkan gigi, lalu maju dua langkah untuk berbicara.

“Maafkan aku, Bos! Aku tidak menyangka kalau aku akan dihentikan ketika mencoba memasuki ruang pengawasan. Bisa dibilang aku bahkan belum sempat melakukan tugasku,” ucap Erick sambil menundukkan kepalanya.

“Apakah kamu tahu dimana letak kesalahanmu, Erick?” tanya William.

“Karena tidak memeriksanya dengan baik?” Erick tampak ragu.

William langsung mengangkat tangan kanannya dan menampar wajah Erick tanpa mengubah ekspresinya.

“Melapor. Kamu tidak melapor, dan aku tidak tahu kalau kemajuanmu tertahan. Jadi aku masih berpikir kalau kamu ceroboh ketika melakukan pengawasan, padahal kamu sendiri belum masuk ke ruang pengawasan,” ucap William.

“Maaf, Bos! Kelalaian itu tidak akan terjadi lagi,” balas Erick tegas.

“Bagaimana denganmu Brian? Apakah kamu tahu letak kesalahanmu?” tanya William sambil berjalan mendekat.

“Saya?” Brian tampak bingung.

William sama sekali tidak memberi kesempatan. Dia mengangkat tangan lalu menampar wajah pemuda itu dengan kejam, lalu menunjuk ke wajahnya.

“Apa yang kamu lakukan lebih keji. Tahukah kamu, kamu melakukan banyak kesalahan tanpa berpikir. Pertama, kamu bertugas untuk mengawasi asrama laki-laki, kenapa ada yang lolos dan pergi tanpa alasan yang jelas?” tanya William.

“Saya rasa saya bisa membantu melakukan patroli dan-“

“Itulah kesalahanmu!” bentak William. “Tugasmu adalah menjaga asrama dan orang-orang di dalamnya. Jika mereka memaksa keluar tanpa alasan jelas, hentikan dan patahkan saja kakinya jika mencoba memberontak! Lalu apa yang kamu lakukan? Kamu malah melalaikan tugasmu!”

“Saya-“

“Tahukah kamu? Kamu hampir menjadi pembunuh! Jika aku tidak menyelamatkan bocah bodoh itu, kamu menjadi salah satu penyebab bocah bodoh itu mati. Itu karena kamu melalaikan tugas, dan kamu bertindak sesuka hati!” sela William dingin.

“Setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawabnya. Jika tidak bisa melakukannya, lebih baik kamu kembali. Tidak peduli apakah kamu putra jenderal atau siapapun itu, Tim William tidak membutuhkan orang yang tidak berguna,” tambah William dengan ekspresi datar.

Brian tidak mengatakan apa-apa. Dia menunduk sambil mengepalkan kedua tangannya. Pria itu merasa marah, tetapi juga merasa tidak berdaya. Saat itu, suara William kembali terdengar.

“Kamu memiliki latar belakang militer, dan harus mengetahui aturannya. Bahkan jika pekerjaan kita tampak tidak serius, bukan berarti tidak ada peraturan yang harus ditaati. Apakah kamu mengerti?” ucap William.

Brian mengangkat wajahnya, lalu memberi hormat dengan ekspresi tegas. “Dimengerti, Pak! Kesalahan semacam ini tidak akan terulang lagi!”

“Jika ada kesalahan lain, aku akan mengirim kamu pulang.” William mengangkat bahu dengan ekspresi santai.

Melihat William sudah lebih santai, Yona dan Erick merasa cukup lega. Meski pria itu biasanya cuek, jarak memasukkan perasaan dalam pekerjaan, dan acuh tak acuh, tetapi mereka berdua tahu kalau dia memiliki tanggung jawab tinggi.

Orang itu juga sangat tegas, bahkan lebih kejam dibandingkan ketua tim lain ketika mengoreksi dan mengajarkan sesuatu. Jadi melihatnya kembali santai membuat mereka berdua lega.

“Yona, kamu melakukan pekerjaan baik. Namun, lain kali kamu bisa langsung menelepon ketika melihat kejanggalan, tidak perlu mengirim merpati.”

“Erick, aku akan mengatasi masalah beberapa aturan sekolah sehingga kita bisa lebih bebas. Saat itu, lakukan pekerjaan dengan baik dan jangan mengecewakan aku.”

“Brian, aku mengerti kamu ingin membantu tim. Namun, sebelum melakukan improvisasi, aku harap kamu menyelesaikan tugasmu terlebih dahulu. Sebelum menyelesaikan kewajiban, tidak perlu melakukan hal lain.”

“Apakah kalian mengerti?!”

Mendengar pertanyaan William, mereka bertiga berdiri tegak lalu memberi hormat.

“Dimengerti, Pak!” jawab mereka bersamaan.

“Kalau begitu bubar. Kalian segera beristirahat, dan pastikan dalam keadaan terbaik saat tugas berikutnya dilakukan.”

Setelah mengatakan itu, William mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya. Melihat langit malam yang suram, matanya sedikit menyempit.

‘Tidak peduli apa, aku pasti akan menemukan lalu menangkap mu.’

>> Bersambung.

Terpopuler

Comments

Luthfi Afifzaidan

Luthfi Afifzaidan

up

2024-04-08

0

Luthfi Afifzaidan

Luthfi Afifzaidan

jarak apa jarang thor kei?

2024-04-08

0

Shadow keeper

Shadow keeper

Brian bnr" daun hijau...darah panas,otak otot ..Noob.🤦🏻‍♂️..,moga aja gk lama" loading nya...😐

2024-04-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!