DOG-Head

Melihat orang-orang yang datang hanya untuk menyaksikan kesenangan, William mengerutkan kening. Dia kemudian segera memerintah.

“Untuk apa kalian hanya menonton?! Segera hubungi ambulan dan bantu bocah ini!” ucapnya dingin.

Mendengar itu, banyak orang tersadar. Para petugas keamanan segera membantu. Ada yang menghubungi ambulan, memanggil dokter sekolah, dan membantu Simon yang telah kehilangan banyak darah.

Walau begitu, beberapa orang itu tidak bisa tidak bertanya dalam hati.

‘Kenapa kamu menyebutnya bocah padahal kamu hanya beberapa tahun lebih tua darinya?’

‘Lupakan! Kenapa kamu tiba-tiba muncul di tempat ini?’

William mengabaikan mereka. Dia berbalik lalu melihat Amelie yang tampak ketakutan. Mata pria itu menyipit. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba seseorang melewatinya dan bergegas mendekati Amelia.

“Apa yang kamu lakukan di sini, Amelie? Kenapa kamu melanggar jam malam, dan kenapa ada Simon di sini?!”

Orang yang baru saja menerobos, Lorenzo menatap ke arah Amelie lalu ke arah Simon yang kehilangan kesadaran dengan ekspresi tidak percaya di wajahnya.

Amelie tidak berani menjawab. Gadis itu menundukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata. Namun orang-orang yang menonton kesenangan tidak hanya diam saja.

“Wow! Aku tidak menyangka melihat drama berdarah seperti itu.”

“Maksudmu Simon yang mendapatkan perawatan darurat?”

“Tidak! Maksudku bukan drama berdarah itu, tetapi drama persahabatan yang memukau.”

“Ah! Aku tidak menyangka Lorenzo akan sebaik itu. Jika mengetahuinya, aku pasti sudah menjilatnya untuk menjadi temannya.”

“Siapa yang tidak akan melakukannya? Lagipula, kita semua tidak tahu kalau Lorenzo sangat murah hati. Benar-benar memiliki hati yang lapang untuk meminjamkan pacarnya kepada sahabatnya.”

Sambil berbisik, banyak siswa saling memandang dengan senyum yang bisa dipahami di wajah mereka. Sementara itu, banyak siswi yang melihat Amelie dengan jijik, tetapi juga membicarakan kemalangan Lorenzo dengan penuh semangat.

Sebagai salah satu kelompok pengganggu terkenal di sekolah, tentu saja banyak orang yang merasa sangat bahagia ketika kemalangan menimpa mereka. Terlebih lagi orang-orang yang pernah menjadi korban mereka.

Mendengar bisikan banyak orang, wajah Lorenzo langsung menjadi merah gelap karena malu dan marah sampai urat lehernya terlihat. Dia maju ke depan lalu mengangkat tangannya, siap untuk menampar Amelie.

Saat itu, Lorenzo terkejut ketika merasakan pergelangan tangannya dipegang erat. Terlebih lagi, tangan itu sekuat penjepit besi yang membuatnya kesakitan sekaligus sulit untuk bergerak.

Pada saat menoleh, Lorenzo melihat sepasang mata berwarna berbeda menatapnya dengan dingin.

Melihat William yang tampil berbeda, tidak tampak seperti perokok malas yang enggan bekerja, tetapi malah terlihat seperti pembunuh dingin yang memakai pakaian robek dan memiliki banyak luka di tubuhnya. Pada akhirnya dia menelan kembali umpatan yang hendak dia lontarkan.

“Aku tidak peduli dengan drama di antara kalian. Namun, gadis ini telah menjadi korban, saksi, dan penyebab pembunuh itu melarikan diri. Jadi-“

William memiringkan kepalanya.

“Kamu tidak keberatan jika kami membawanya untuk melakukan pemeriksaan dan menanyakan beberapa pertanyaan, bukan?”

Lorenzo yang melihat William sedang dalam suasana hati yang buruk mengangguk seperti ayam mematuk nasi. Entah kenapa, dia yakin orang di depannya berani memukulnya sampai pingsan jika dirinya menghalangi. Sama sekali tidak peduli ayah atau ibu di belakangnya.

William mengangguk ringan, lalu mendekati Amelie sambil berkata, “Bangun. Ikuti aku dan kita akan bicara!”

“K-Kaki saya terasa lemah dan tidak bisa berjalan,” gumam Amelie dengan ekspresi malu bercampur ketakutan.

Mendengar kalimat yang begitu tidak bisa diandalkan, William yang sedang dalam suasana hati yang buruk langsung marah. Tidak peduli yang di depannya adalah perempuan, dia langsung menarik kerahnya.

Saat hendak menyeretnya dengan kejam, suara teriakan terdengar dari kejauhan.

“Hentikan Bos! Itu sudah cukup!”

Erick yang berlari sekuat tenaga (dengan pelan), dan tubuhnya dipenuhi keringat segera mendekati William. Dia takut ketua timnya akan memukuli anak orang penting dengan kejam tanpa pandang bulu. Membuat masalah mereka semakin rumit.

“Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu tidak mencoba mengejarnya?” William langsung memelototi Erick.

Erick sendiri langsung tercengang. Dia merasa kalau ucapan William tidak masuk akal. Jarak mereka jelas cukup jauh. Belum lagi berlari menyusul musuh, turun dari pagar pembatas saja dia sudah merasa merepotkan dan hampir mematahkan kakinya.

Walau begitu, Erick tidak berniat membalas karena takut dihajar oleh atasannya yang kejam dan berdarah dingin ketika bekerja.

“Tenang dulu Bos! Tenang!” ucap Erick.

Pria itu langsung mendekati William sambil mengeluarkan dua benda dari balik jasnya. Satu wadah rokok, keluarkan sebatang lalu letakkan di bibir William. Setelah itu, nyalakan korek api dengan patuh.

Melihat gerakannya yang begitu terampil dan mulus, banyak orang yang menonton kesenangan tercengang. Mereka sama sekali tidak menyangka ada orang yang begitu terampil dalam menyanjung dan menghormati orang lain seperti itu.

Pemandangan itu benar-benar membuat mereka sangat terkesan!

Setelah menghisap rokoknya, William yang sebelumnya tampaknya ingin memukul orang menjadi sedikit lebih tenang. Dia merokok sebentar, bukan hanya untuk menenangkan diri, tetapi juga merangkum semua yang telah terjadi lalu membuat kesimpulan.

“Fatty, ponselku,” ucap William dingin.

“Ponselmu?” Erick tampak bingung.

“Aku meletakkannya di ranselmu. Keluarkan dan berikan padaku,” balas William datar.

Erick kembali terdiam. Dia melihat William dengan ekspresi tidak percaya. Sorot matanya mengungkapkan pertanyaan penuh keluhan.

Kamu, ketua tim bermartabat, monster nyata yang lebih kuat dari banteng dan lebih lincah dari maling benar-benar memanfaatkan aku, pria lemah yang kerepotan membawa barangnya sendiri?

Merasakan tatapan Erick, William memejamkan mata sambil mengulurkan tangan.

Walau tertekan, Erick masih mengeluarkan ponsel dan memberikannya kepada William.

Setelah menerima ponselnya, William berkata, “Urus gadis itu, tanyakan apa yang perlu ditanyakan.”

Usai mengatakan itu, William pergi ke tempat sepi lalu menelepon.

“Halo, Pirang Menyebalkan! Ini aku.”

“Aku sudah memastikan dengan mataku sendiri kalau pihak lawan adalah kontraktor iblis tipe beast, jadi aku menganggapnya sebagai izin khusus agar bisa menggunakan kemampuanku di depan publik. Kamu yang mengurus sisanya!”

“Hah? Aku tidak mengajukan izin. Aku hanya memberitahukannya padamu!”

“Berhenti mengoceh, aku akan menutup akademi besok dan menggeledahnya secara langsung. Kirimkan benda itu besok pagi agar tidak terjadi kecelakaan dalam prosesnya.”

“Oh? Kode kasusnya? Kalau itu-“

William diam sejenak. Dia menghembuskan asap rokok, dan matanya menyipit.

“Sebut saja dengan DOG-Head.”

>> Bersambung.

Terpopuler

Comments

Luthfi Afifzaidan

Luthfi Afifzaidan

lanjutkan lagi thor

2024-04-19

0

Phoenix

Phoenix

kepala anjing... wkwkwk

2024-04-19

0

◌⑅⃝AnglaWPutri♡◌

◌⑅⃝AnglaWPutri♡◌

suka banget sama setiap cerita kak author 😊

2024-04-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!