Sore yang mendung, Anisa mengajak ketiga anaknya berjalan menuju kafe kesayangannya. Kafe yang dulu dibangun bersama mantan suaminya, Haris. Namun kini, kafe tersebut menjadi milik Anisa sepenuhnya setelah perpisahan mereka yang cukup menyakitkan. Sesampainya di kafe, Anisa menemui Naina, orang kepercayaannya yang setia mengelola kafe tersebut sejak awal berdirinya.
"Bagaimana kabarnya, Naina?" tanya Anisa dengan senyum ramah.
"Baik, Bu Anisa. Tapi, ada hal yang ingin saya sampaikan," kata Naina dengan ekspresi cemas.
"Ada apa?" tanya Anisa, khawatir. Naina menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.
"Sebenarnya, beberapa hari ini kafe kita tampak sepi, Bu. Banyak pelanggan yang lebih memilih singgah di kafe baru di seberang sana," jelas Naina sambil menunjuk ke arah kafe yang baru dibuka beberapa hari lalu. Mendengar hal itu, Anisa merasa sedih. Kafe yang menjadi saksi bisu perjuangannya bersama Haris dulu, kini mulai ditinggalkan pelanggan.
Anak-anaknya yang menyaksikan raut wajah sedih ibunya, langsung menggenggam tangan Anisa, berusaha memberi dukungan. Anisa menghela napas, lalu berkata.
"Terima kasih sudah memberi tahu, Naina. Kita harus segera mencari solusi agar kafe kita bisa bersaing kembali." Dengan tekad bulat, Anisa bersama Naina mulai merancang strategi untuk mengembalikan kejayaan kafe mereka. Meski perpisahan dengan Haris membawa luka, Anisa bertekad untuk menjaga kafe tersebut demi menghidupi ketiga anaknya dan mengenang perjuangan bersama mantan suaminya dulu. Anisa yang dulu hanya bergelar seorang istri dan ibu rumah tangga, hanya bisa mengandalkan kafe ini untuk mencukupi kebutuhannya bersama dengan anak-anaknya. Belum lagi, Anisa harus mengeluarkan banyak uang untuk melakukan pemeriksaan kesehatannya di rumah sakit.
Anisa, memiliki tabungan yang lumayan sedikit lebih banyak. Tetapi, Anisa selalu merasa jika itu takkan juga menghidupkan ketiga orang anaknya sampai mereka selesai bersekolah. Anisa menghubungi Mira dan meminta solusi kepada sahabatnya itu. Mendengar curhat dari Anisa, tanpa berpikir panjang, Mira bergegas ke kafe miliknya Anisa, dengan langkah yang terburu-buru Mira memasuki kafe itu. Benar saja, Mira menangkap pemenangan kafe yang lumayan sepi dari biasanya.
"Apa yang terjadi? Kenapa kafe terlihat sepi?"tanya Mira setelah duduk di depan Anisa. Ketiga anak Anisa sedang diasuh oleh Naina selama Anisa mengobrol dengan Mira.
"Menurut cerita dari Mira, kami memiliki saingan baru di seberang sana. Kafe itu baru buka dalam dua hari ini dan langsung terlihat ramai, apa lagi kemarin sempat terjadi opening besar-besaran dan makanan serta minuman masih banyak diskon di sana. Naina, juga mengatakan jika menu yang ada di kafe kami juga ada di sana dengan harga lebih murah sekitar sepuluh sampai lima belas ribu,"ungkap Anisa menjelaskan perihal masalah yang sedang di hadapinya kepada Mira. Wanita ini menghela napas dan sejenak memejamkan matanya.
"Sabar, kita cari solusi sama-sama, oke!"Mira memegang tangan Anisa dan menguatkan sahabatnya itu. Wajah Anisa nampak pucat dan terlihat sekali Anisa nampak lebih kurus dari sebelumnya.
Malam itu, di kediaman Anisa.
Anisa duduk di ruang kerjanya dengan tumpukan kertas catatan keuangan kafe di hadapannya. Raut wajahnya tampak muram dan khawatir saat ia menelusuri baris demi baris angka pengeluaran dan pemasukan kafe. Dengan jelas, angka pengeluaran lebih besar dari pada pemasukan akhir-akhir ini. Tidak hanya itu, ia juga harus membayar gaji karyawannya pada Senin depan.
Anisa menghela napas berat, mengingat kejadian tadi sore bagaimana kondisi kafe yang begitu sepi. Pikirannya berkecamuk mencari solusi untuk menyelamatkan usaha yang ia bangun dengan susah payah ini. Namun, belum ada jawaban yang muncul di benaknya. Di tengah kegelisahan Anisa, Alvin, anak pertamanya yang berusia 10 tahun, datang dengan langkah gontai. Ia mengulurkan sebuah surat kepada Anisa.
"Bunda, ini surat dari sekolah," ucap Alvin dengan nada ragu. Anisa menerima surat itu dan membacanya dengan seksama. Di surat itu tertulis jika ia belum membayar uang sekolah Alvin. Anisa merasa seperti ditampar oleh kenyataan. Ia menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang hendak jatuh.
"Maaf, Bunda belum bisa bayar sekarang, Alvin," ucap Anisa dengan suara parau. Alvin mengangguk pelan, mencoba menenangkan ibunya.
"Tidak apa-apa, Bunda. Aku yakin Papa bisa menyelesaikan masalah ini," kata Alvin penuh harap. Anisa memeluk Alvin erat, merasa terharu dengan dukungan anaknya. Ia berjanji dalam hati akan berusaha keras mencari solusi untuk kafe dan keluarganya, sebelum semuanya benar-benar ambruk di hadapannya.
'Harusnya Mas Haris akan membantu membayarkan sekolah Alvin dan Salsa bukan?'batin Anisa, yang kini berharap jika mantan suaminya mau meringankan bebannya saat ini. Tetapi, selama satu Minggu Haris berada di luar kota dan akan sulit menghubunginya seperti biasanya. Anisa, cukup mengenal Haris mantan suaminya itu.
Keesokan paginya....
Sinar matahari menembus jendela ruang makan, menciptakan atmosfer yang hangat dan menyenangkan. Anak-anak, Alvin dan Salsa, sudah rapi dengan seragam sekolah mereka, sementara Rayhan duduk di pangkuan Bi Nan, wanita tua yang setia melayani keluarga itu. Suasana pagi itu tampak biasa, tetapi ada ketegangan yang mulai terasa.
Alvin, anak sulung Anisa, menikmati sarapan paginya dengan santai, menghabiskan nasi goreng dan telur ceplok yang masih panas.
Sementara itu, Salsa, adik perempuannya, juga asyik menyantap roti dengan selai kacang. Mereka berdua tampak ceria, tidak menyadari apa yang akan segera terjadi. Sedangkan, Rayhan, si bungsu, duduk di pangkuan Bi Nan yang sedang menyuapi sang anak dengan penuh kasih sayang. Bi Nan, wanita tua yang telah lama bekerja di rumah Anisa, selalu menjaga anak-anak dengan sepenuh hati.
Tiba saatnya Alvin dan Salsa harus berangkat ke sekolah. Mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Bi Nan, kemudian berjalan menuju pintu. Namun sebelum keluar, Salsa menghentikan langkahnya dan mengeluarkan selembar surat dari tasnya.
"Ini, Bun." kata Salsa sambil menyerahkan surat tersebut kepada Anisa.
"Guru bilang ini penting." Anisa menerima surat itu dan membacanya dengan seksama. Raut wajahnya berubah ketika dia menyadari apa yang tertulis di dalamnya. Surat itu menyatakan bahwa Anisa telah menunggak pembayaran uang sekolah Salsa selama tiga bulan.
Hatinya berdebar kencang saat menyadari bahwa mantan suaminya, Haris, yang selama ini mengurus uang sekolah, ternyata tidak membayar uang SPP anaknya.
"Terima kasih, Sayang," ujar Anisa dengan suara yang bergetar.
"Sudah waktunya kalian berangkat, jangan sampai terlambat." Alvin dan Salsa pun berjalan menuju mobil dan di susuli oleh Anisa yang akan mengantar mereka ke sekolah.
Begitu kembali pulang ke rumah, Anisa segera masuk dengan langkah yang lesu saat memikirkan masalah yang dihadapi olehnya.
Sementara itu, Anisa duduk di meja makan dengan surat tersebut di tangan, merenungkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Hatinya diliputi kekhawatiran dan kebingungan, tetapi dia tahu bahwa dia harus menemukan solusi untuk masalah ini demi anak-anaknya.
"Bu, susu Rayhan habis. Aku lupa semalam memberitahunya,"ucap Bi Nan, sembari memperlihatkan kaleng susu milik Rayhan.
"Nanti biar saya beli yang baru, Bi. Nanti sekalian menjemput anak-anak pulang sekolah,"ujar Anisa dengan raut wajah yang cemas. Bi Nan, hanya mengangguk. Betapa indah dan bahagianya dulu kehidupan Anisa dan anak-anaknya ketika Haris bersama dengan mereka. Tatapi, begitu Haris pergi seakan pria itu ikut membawa kebahagian dan ketenangan keluarga mereka.
Tak terasa air mata Anisa mulai menetes dan dadanya kembali terasa begitu sesak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Deriana Satali
Jangan2 Haris lg yg buka Cafe di dpn Cafe Anisa soalnya menunya sm cm harganya lbh murah
dasar bapak lucnut dpt daun muda uang sekolah anak2 di abaikan
2024-04-22
0
Anita yoongia
jagan bilang saingan bisnis nya ternyata ulah haris...ayo nisa ua harus bisa demi anak anak ..
2024-04-07
0
Nurlaela
ini bapaknya gedek apa, walau sudah bercerai ya kebutuhan finansial anak itu tetap lho, dan itu memang diwajibkan walaupun si mantan kasih rumah dan kafe,,,ngank los saja gituuuu,,,esmosi nih🤭...
2024-04-07
1