Gadis itu masih menatapku dengan curiga, walaupun pandanganku kearahnya. Dia masih saja melihatku begitu, sampai aku lupa menanyakan keadaan Natani.
"Kau baik-baik saja?" tanyaku sambil menekuk lutut.
"Kau pikir, aku baik-baik saja? Kakiku kesakitan tau!" jawab Natani dengan suara sedikit keras.
"Kalau begitu, kau mau aku sembuhkan?" tanyaku sebelum melakukannya.
"Iyah, aku akan istirahat sebentar," jawab Natani sambil tidur di tanah.
Saat aku menyembuhkan kaki Natani dengan mengarahkan kedua tanganku ke kakinya, gadis itu mulai melangkah mendekatiku sambil menyentuhku. Membuatku sedikit mengalihkan pandangan ke arahnya.
"Apakah kita pernah bertemu?" tanya gadis itu yang sudah di dekatku.
"Kurasa tidak," jawabku sambil memindahkan arah pandangan ke kaki Natani.
"Kalau boleh tau, siapa namamu?" tanya gadis itu yang penasaran.
"Namaku Vi," jawabku tanpa melihatnya.
"Vi? Kau yakin namamu, Vi?" tanya gadis tersebut yang tidak percaya sambil mengerutkan alis.
Natani yang sebelumnya berbaring, mulai membangunkan badannya.
"Kenapa kau bilang begitu? Tentu saja dia Vi," tanya Natani sambil menjawab.
"Kau siapanya?" tanya gadis tersebut sambil melihat Natani.
"Aku Natani, kenalannya Vi saat dia berumur 7 tahun," jawab Natani secara detail.
"7 tahun? Apakah ini kebetulan?" tanya gadis tersebut yang bicaranya mulai aneh.
Aku merasa tidak enak, kalau membiarkan Natani berdebat dengannya. Aku merasa debat ini tidak akan selesai.
"Sebentar-sebentar, kau ini sebenarnya membicarakan apa? Tolong jelasin," tanyaku sambil berdiri dan membalikkan badan.
"Maaf, aku hanya teringat sahabatku yang menghilang 10 tahun lalu, dan kebetulan namanya sama," jawab gadis tersebut dengan sedikit menangis.
Mendengar itu, wajah Natani tersenyum licik seperti merencanakan sesuatu.
"Mungkin Vi yang kau maksud dia, kebetulan ada yang membawanya untuk menemuiku," ucap Natani sambil menunjuk ke arahku dengan jari kirinya.
"Eeeh! Kenapa kau bilang begitu?" tanyaku yang terkejut dengan ucapannya.
Tiba-tiba gadis itu mulai mengelilingiku sambil melihatku dengan detail.
"Hmm.... Apa kau yakin ini, Vi? Aku baru tau kalau dia perempuan," tanya gadis tersebut sambil melihat Natani.
"Tentu saja dia perempuan, buktinya dia lebih tinggi dari laki-laki," jawab Natani sambil mengangkat kedua bahu.
"Aku tidak percaya, aku akan menanyainya beberapa pertanyaan yang hanya bisa dijawab sahabatku," kata gadis tersebut dengan serius.
Suara gadis tersebut terdengar menakutkan. Aku tidak tau apa yang terjadi jika salah menjawab pertanyaannya.
"Pertanyaan pertama, di desa anak-anak hanya diberi nama satu huruf saja, kenapa?" tanya gadis tersebut sambil melihatku.
Pertanyaannya tidak terdengar asing bagiku, sepertinya aku bisa menjawabnya.
"Supaya anak-anak bisa menentukan namanya sendiri saat remaja," jawabku secara langsung dengan sedikit ketakutan.
Mendengar itu membuat gadis tersebut menjadi lebih penasaran dari sebelumnya.
"Pertanyaan kedua, kenapa Vi ingin menjadi pahlawan?" tanya gadis tersebut sambil melihatku.
Kenapa pertanyaan dia ada hubungannya denganku yah? Yang penting aku harus menjawabnya.
"Karena dia mengagumi pahlawan yang ditemuinya di kota," jawabku yang mengetahuinya.
Tiba-tiba raut wajah gadis itu berubah seketika. Aura kemarahannya mendadak menghilang.
"Kurasa kau adalah Vi yang kucari," jawab tersebut dengan murung.
"Bolehkah aku menyentuhmu? Ini untuk memastikannya," tanya gadis tersebut yang ingin menyentuh tanganku.
"Boleh," jawabku sambil melepas sarung tanganku.
Saat menyentuh tanganku, gadis itu memejamkan matanya dan mulai merasakan sesuatu.
"Ternyata benar, kau Vi yang kucari selama ini," ucap gadis tersebut sambil membuka mata dan memelukku.
"Kalau boleh tau, kau siapa? Aduh," tanyaku yang belum mengetahui namanya sambil merasakan sakit di punggung.
Saat aku mencari tau, asal lemparan batu tersebut. Ternyata itu berasal dari Natani dengan wajah terlihat tidak senang dengan pertanyaanku.
"Oh, iyah. Ini aku S, kau bisa memanggilku Synthia," jawab Synthia sambil melepaskan pelukannya.
Begitu, rupanya dia sudah menentukan namanya sendiri.
"Ah, Vi. Kapan kau selesai menyembuhkan kakiku? tanya Natani yang masih duduk di tanah.
"Aku lupa, tunggu sebentar yah," jawabku sambil berbalik dan menekuk kakiku.
Synthia mulai melangkah mendekatiku dan duduk di sebelahku untuk melihat proses penyembuhanku.
"Omong-omong Vi, kau sedang apa di sini?" tanya Synthia sambil melihatku.
"Harusnya aku yang bertanya begitu," kata SIA yang sudah berdiri sambil melangkah mendekati kita.
"Kau rupanya," ucap Synthia yang mengetahui suara tersebut tanpa memandangnya.
Sepertinya S pernah bertemu dengan SIA sebelumnya, bagaimana ceritanya S bertemu SIA. Sementara ini, aku harus menjawab pertanyaannya
"Sebenarnya kita ke sini dipandu oleh SIA, katanya dia tau lokasi yang ada di peta," jawabku sambil melihat S.
"Oh, begitu. Kau bisa istirahat dulu, V. Biar aku yang menyembuhkannya," kata Synthia yang menyuruhku istirahat.
Aku langsung berdiri dan mencari sarung tanganku yang sempat kulepas. Setelah memasangnya kembali, aku melihat Natani sudah berdiri dan melangkah bersama S menuju ke arahku.
"Kau sudah sembuh?" tanyaku ke arah Natani.
"Iyah, kemampuan penyembuhannya lumayan cepat," jawab Natani sambil menggerakkan kakinya.
Kemudian S mulai melangkah mendekatiku dan ingin memberitahu sesuatu.
"Ahmm, matahari sudah mulai terbenam, bagaimana kalau kalian menginap di rumahku?" tanya S ke arah kami.
Mendengar itu, aku langsung melihat ke arah matahari.Ternyata emang benar matahari mulai terbenam, kami harus beristirahat lebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan.
"Boleh," jawabku ke arah Synthia.
"Bagus, aku akan memindahkan kalian secara langsung ke sana," ucap Synthia sebelum memindahkan kami.
Setelah mengucapkan itu, Synthia terlihat memikirkan sesuatu. Secara ajaib kita sudah berada di dalam rumah. Disebuah ruangan yang terdiri dan kursi dan meja, sepertinya ini ruang tamu.
"Kita sudah sampai," kata Synthia yang tidak terkejut.
"Apa yang kau lakukan?" tanyaku yang kebingungan sambil melihat Synthia.
"Oh, kau tidak tau. Aku bisa memindahkan diriku dan orang lain hanya dengan memikirkannya," jawab Synthia dengan detail sambil melihatku.
"Oh, aku mengerti," ucapku yang memahami perkataannya.
Secara mengejutkan, aku melihat SIA melangkah menuju pintu.
"Kau mau kemana SIA?" tanyaku yang melihatnya.
"Biarkan saja dia, Vi. Dia suka begitu," jawab Synthia yang mengetahuinya juga.
Kemudian, SIA membuka pintu dan langsung keluar sambil menutup pintu.
"Aku mau menyiapkan makan malam, kalian bisa tunggu di sini," ucap Synthia yang melangkah ke ruangan lain.
"Iyah," kataku yang mendengar ucapannya.
Tanpa aku ketahui, Natani sudah duduk di salah satu kursi sambil membaca koran.
Sepertinya dia tidak terlalu peduli dengan kejadian sebelumnya, aku juga ikutan duduk di sebelah Natani.
Beberapa menit kemudian, Synthia membawa makanan yang sudah matang ke meja. Natani tanpa ragu langsung mengambil salah satu makanan yang ada di piring.
Kelihatannya Natani sangat lapar, dia memakannya dengan lahap, tanpa mengkritik rasa makanan tersebut. Aku juga mengambil salah satu makanan dan memakannya.
"Jadi S, kau sedang ngapain di dekat hutan tadi?" tanyaku yang mengingatnya sambil makan.
Mendengar itu Synthia berhenti makan dan menjawab.
"Aku sedang menyelidiki hutan itu," jawab Synthia sambil membersihkan mulutnya dengan sapu tangan.
"Oh, bagaimana hasil penyelidikannya?" tanyaku yang penasaran.
"Besok saja, Vi. Hari ini kalian bisa tidur di kamarku," ucap Synthia yang tidak mau membahasnya dan melanjutkan makan.
"Kamar tidurnya cuma satu?" tanya Natani yang berhenti makan.
"Iyah, kamar tidurnya cuma satu," jawab Synthia secara langsung.
"Oh, hebat," kata Natani sambil melanjutkan makannya.
Setelah menyelesaikan makan malam, kita menggosok gigi dan memasuki kamar. Synthia dan Natani memakai baju tidur, sedangkan aku masih memakai baju yang sama.
Di sana kita mulai membahas sesuatu.
Bersambung........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments