Permintaan Ayah

Begitu tiba di rumah sakit, Syafa langsung menuju ruang rawat ayahnya. Jantungnya berdebar kencang, khawatir akan kondisi sang ayah. Saat membuka pintu, dilihatnya ayahnya terbaring lemah di atas ranjang, Arya tampak sangat pucat dan tak berdaya, membuat hati Syafa semakin dilanda kekhawatiran.

Ia mendekat, kakinya gemetar.

"Ayah ..." Panggilnya dengan suara lirih.

Ada seorang pria yang menemaninya disana, yang tak lain asisten Arya di kantor.

"Maaf, so—"

Syafa menggeleng pelan.

"Saya gapapa, Pak. Terimakasih sudah terjaga untuk ayah saya."

" ...."

"Bapak sudah bisa istirahat, ada saya yang temani Ayah," pinta Syafa.

Pria itu ragu awalnya, Namun akhirnya mengangguk setuju lalu pergi meninggalkan kamar. Syafa duduk samping ayahnya berbaring, digenggamnya tangan itu, matanya menatap sendu.

Ia tak bisa menahan rasa khawatirnya melihat ayah yang biasanya kuat kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit. tak kuasa menahan air matanya. Ia takut kehilangan ayahnya, sosok yang paling berharga dalam hidupnya.

Seorang dokter masuk ke dalam kamar, ia mendekati Syafa, "Anda kerabat pasien?"

Syafa mengangguk cepat.

"I—iya, Dok. Saya anak dari pasien ini."

"Mari keruangan saya, ada yang perlu saya sampaikan tentang kondisi pasien."

Syafa mengikuti dokter tersebut menuju ruangannya.

"Sebelumnya, apa Ayah anda pernah cerita soal penyakitnya?"

"Enggak sama sekali, Dok. Ayah saya nggak pernah cerita apa-apa ... Ayah saya kenapa, Dokter?" tanya Syafa cemas.

"Begini, ayah anda menderita kanker lambung, kanker ini bisa diakibatkan karena Infeksi bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) atau radang perut dan banyak faktor lainnya."

"Dan ... kanker beliau ini sudah masuk stadium dua, artinya Kanker telah tumbuh di bawah lapisan atas sel dan belum mencapai lapisan otot utama, tetapi telah menyebar ke antara tiga dan enam kelenjar getah bening di dekat perut," jelas dokter lebih lanjut.

Syafa tercekat mendengar penuturan dokter. Kanker lambung? Stadium dua? Sungguh ia tidak menyangka ayahnya mengidap penyakit yang begitu serius.

"Ba—bagaimana tentang kemungkinan hidup? Ayah saya bisa sembuh, kan, Dok?" suaranya bergetar.

"Pada pasien yang terdiagnosa kanker lambung stadium awal, dan dilakukan operasi pengangkatan kanker, maka diharapkan prognosis atau five years survival rate berkisar 31-68%, hal ini berarti kemungkinan survive dalam masa 5 tahun setelah terdiagnosa dapat mencapai 31-68% menurut data dari American cancer society sejak pertama diagnosa dan sebelum mendapatkan penanganan atau tindakan pembedahan. Dan setelah tindakan pembedahan, prognosis untuk stadium 2 dapat berkisar 72%."

"Tiga puluh lima dari seratus penderita kanker lambung stadium dua, bisa hidup hingga lima tahun bahkan lebih."

"Kami akan segera melakukan pengobatan intensif, baik kemoterapi maupun terapi lainnya. Mengikuti kondisi Ayah anda, untuk sekarang kita tunggu perkembangan lebih dulu, baru pihak medis bisa melakukan penanganan lebih lanjut."

Syafa mengangguk paham.

"Lakuin apa aja Dokter ... Demi Ayah saya." Air mata mulai mengalir membasahi pipinya.

Setelah mendengarkan penjelasan dari dokter, ia kembali ke kamar Arya dirawat. Syafa marah pada dirinya sendiri, apa yang ia lakukan selama ini, kemana dia, sampai tidak menyadari ayahnya berjuang sendiri.

"Kenapa Ayah sembunyiin sakit ayah ... Maafin Syafa, belum bisa jadi anak yang bisa Ayah andalkan ...."

"Ayah pasti bisa lewati ini semua," ucap Syafa sambil menggenggam erat tangan Arya.

"Syafa akan selalu ada di sini buat dukung ayah."

Syafa terus menggenggam tangan Arya, berharap ayahnya akan segera membuka mata. Namun, Arya tetap terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, selang infus terpasang di tangannya.

"Syafa."

Hasby pun tiba di sana, nafasnya terengah-engah. Ia bergegas menuju rumah sakit begitu mendapat kabar dari Bik Arsih. Syafa menatapnya dengan wajah terluka.

"Pak Hasby ... Ayah ... Ayah sakit," tangisnya pecah saat melihat Hasby.

Syafa memeluk pria itu, Hasby berusaha menenangkannya.

"Dokter bilang apa?" tanyanya dengan suara pelan.

"Ayah mengidap kanker lambung, stadium dua ...."

Hasby memejamkan matanya mendengar kata kanker itu, membuatnya ikut sedih. Penyakit ganas yang membuat siapapun yang mendengar merasa putus asa.

"Syafa, Ayah pasti sembuh, Allah nggak tidur ... Kamu harus kuat, kalau kamu lemah, ayah ikut lemah. Kamu percaya kan sama kuasa Allah?"

Syafa mendongak, Hasby tersenyum lembut padanya. Pria itu menguatkannya, Syafa pun mengangguk.

"Saya pasti akan selalu ada di sisi kamu, dukung kamu, dan jadi kekuatan kamu ... Kamu nggak sendiri."

Tiba-tiba terdengar suara erangan dari Arya, Syafa segera mendekat. Ia menggenggam tangan Arya, menempelkannya pada pipinya. Arya mulai menunjukkan tanda-tanda kesadarannya. Matanya perlahan terbuka, membuat Syafa dan Hasby langsung menghampirinya.

"Ayah ... Ini Syafa, anak Ayah ada disini," ucap Syafa.

Hasby melihat ada pergerakan dari Arya, ia juga bergegas memanggil Dokter. Pria itu tersenyum lemah melihat Syafa yang sudah ada didekatnya.

"Syafa... Maafin ayah, Nak," ucapnya dengan suara lemah.

Syafa menggeleng.

"Ayah enggak salah apa-apa, jangan minta maaf," ucap Syafa dengan suara bergetar. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Yang penting sekarang ayah harus cepat sembuh."

Hasby kembali dengan Dokter untuk memeriksa kondisi Arya. Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa kondisi Arya masih belum stabil, namun kesadaran sedikit mulai pulih.

"Syafa ... Ayah takut ... Ayah takut nggak sempat melihatmu menikah," ujar Arya dengan suara lemah.

Syafa terkejut mendengar perkataan ayahnya. Air mata kembali mengalir di pipinya.

Arya lalu menatap Hasby. "Hasby, Boleh ayah minta ... Satu hal, mungkin ... Ini jadi permintaan terakhir ... tolong menikahlah di hadapan Ayah. Ayah ingin melihatnya ...."

"Ayah ...."

Hasby dan Syafa saling berpandangan, terkejut dengan permintaan Arya. Namun, Hasby segera mengangguk. Ia menyentuh pundak Syafa, untuk meyakinkan gadis itu.

"Ayah, Hasby akan memenuhi keinginan Ayah. Tapi demi Syafa, ayah harus kuat ... Ayah pasti sembuh, banyak kemungkinan ayah bisa sehat kembali."

"Ayah terlalu lemah, Nak."

Dokter yang memeriksa Arya pun menyarankan untuk mengabulkan keinginan Arya, mengingat kondisinya yang bisa memburuk kapan pun.

Hasby segera menghubungi orang tuanya yang baru tiba di Mesir untuk memberitahukan rencana ini. Rashad pun menyetujui dan meminta agar akad nikah segera dilaksanakan di rumah sakit.

Demi Arya, teman lamanya. Rashad bisa merasakan kekhawatiran Pria itu. Bibah pun sama, dengan ikhlas ia juga sangat mendukung.

Syafa tak kuasa menahan tangisnya. Ia akan melakukan apapun untuk memenuhi keinginan terakhir Arya. Lewat panggilan video, Bibah menguatkan calon menantunya, hatinya ikut terluka melihat air mata yang berharga itu tak henti keluar dari wajahnya.

"Syafa bisa, bismillah, doa ummi dan Abi selalu ada untuk kamu. Kamu anak yang kuat, Nak."

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

sedih bgt..Syafa yg kuat yaa .

2024-04-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!