tiga

Syafa Berdiri di depan gedung universitasnya, ia menarik nafas panjang lalu menghembuskan dengan perlahan, hembusan angin pagi membelai rambut hitamnya. Syafa suka cuaca hari ini, terasa sejuk dan menyegarkan. Ia melenggang kedalam kelasnya, wajahnya tersenyum sumringah.

"Semangat banget hari ini," gumamnya.

Suasana hatinya sedang dalam keadaan yang bagus, Syafa hari ini bersolek tipis dan menggunakan pakaian baru dilempari pakaiannya. Ia tidak sabar untuk melihat seseorang.

"Syafa!" seru Kio.

"Sayangku Kio, selamat pagi," balasnya.

Syafa merangkul pundak Kio, seseorang bersuara nyaring yang selalu menemaninya dari awal masuk kuliah. Kio itu lelaki yang tampan, hidungnya mancung dan kulitnya putih bersih, Namun sayang ia punya sifat kemayu, yang membuat jati dirinya sebagai lelaki yang gagah dan keren nampak hilang.

Apalagi kalau ia berbicara? Syafa yakin, gadis yang menyukainya akan kabur.

Terlepas dari sifat temannya itu, Syafa sangat bersyukur karena Kio orang yang baik, ia tidak perduli dengan orang-orang sekitar mereka yang sering meledeknya karena berteman dengan seorang 'banci', banyak sekali ucapan yang tidak mengenakkan hati keluar dari mulut mereka. Tapi baginya Kio itu yang terbaik, tidak ada yang seperti Kio, dia tidak munafik dan apa adanya.

Syafa ingat sebuah kejadian saat ia sedang datang bulan dan lupa membeli pembalut, Kio  yang ada di dekatnya pun dengan sigap membantu, ia tidak malu untuk pergi membelikannya pembalut di minimarket. Banyak hari-hari yang menyenangkan dan tak pernah Syafa lakukan sebelumnya dan sekarang dapat ia rasakan saat bersama Kio.

"Aaaa, Kio aku hari ini seneng banget," ucap Syafa.

Kesabaran ini sangat di uji, aku bakal nyamperin dia haha.

batin Syafa.

"Duh—jangan terlalu nempel, badanmu bau ikan asin," eluh Kio sembari mendorong tubuh Syafa agar menjauh dan memberi jarak.

Syafa kesal? tentu tidak. Mulut Kio yang suka meledek dan ceplas-ceplos sudah kebal ditelinga Syafa, lagipula Kio itu hanya bercanda.

"Badanmu juga bau terasi," balas Syafa dengan wajah cemberutnya.

Kio berdecak, ia kembali duduk di bangkunya.

"Sini duduk dong kanjeng, nanti pendarahan berdiri terus, yang repot aku," ucap Kio.

Syafa terkekeh, ia mengambil tempat duduk bersebelahan dengan Kio. Hidupnya tidak berwarna kalau tidak didekat Kio.

"Makasih pelayan ku."

"Iya, kanjeng ratu. oh iya udah selesai belum tugasmu?" tanya Kio dengan nada kemayu.

Laki-laki itu memusatkan perhatian pada Syafa, tangan kirinya sebagai penyangga kepalanya.

Syafa pun menirukan suaranya.

"Waduh, tugas yang mana wahai pelayanku, aku nggak inget?"

Kio melotot.

"Eh—yang bener, setan! kamu jangan main-main ya, syopo jarwo."

Tuh kan, cepat banget marahnya haha.

Syafa tertawa geli, bibir Kio yang bergerak ke kanan dan kiri, cemberut. Laki-laki kemayu itu membuatnya geli terlebih caranya mempelesetkan nama Syafa.

"Udah selesai Kio, Lagian hari gini seorang Syafa belum selesai tugas? huh! apa kata Dhani," ucap Syafa.

Sebuah sentilan mendarat di kening Syafa.

"Akh, sakit tau!" bentaknya.

"Kata Dunia, bukan Dhani, Dhani siapa sih? bapakmu?" ucapnya.

Syafa menyengir.

Kelas dimulai pagi itu, semuanya berjalan lancar. Syafa juga bisa memahami materi yang disampaikan Dosen dengan baik, meskipun Kio terus mengajaknya mengobrol, Kio itu tidak ada takutnya.

Sekarang jarum jam di tangan Syafa menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga belas, jam untuk makan siang, mengisi amunisi setelah melewati dua SKS , Syafa butuh memulihkan diri untuk satu SKS selanjutnya.

Hari ini Syafa mendapatkan mata kuliah tiga SKS saja.

"Kio ... laperr," rengeknya.

"Duh, sapi ku udah kelaparan, bentar, ya," ucap Kio.

Laki-laki itu merapikan bukunya, ia juga merasa cacing diperutnya sudah berdemo minta diberi makan.

"Ayo, makan," seru Kio.

"Yeayy makan," girangnya.

Syafa menggandeng tangan Kio dengan manja, entah bagaimana pandangan orang saat melihatnya. Tapi Syafa sangat nyaman, karena Kio itu bukan seperti lelaki yang biasa, Kio seperti teman perempuannya.

"Kio," panggilnya.

"Apa?"

"Bayarin, ya?"

"Gak punya uang receh, maaf ya," ucap Kio.

Syafa menepuk lengan Kio.

"Kita makan apa ini?" tanya Kio.

"Bakso aja," ucap Syafa.

Syafa melihat sekeliling, mereka akan melewati gedung biro. Syafa Penasaran apa 'Pria' itu berada didalam sana? atau sedang makan siang di kantin juga?.

Matanya terus melihat kearah gedung biro, harap-harap bisa bertemu.

"Hei Syafa, kamu ngapain liat ruang biro?" Kio menghentikan langkahnya, ia ikut melihat ke arah gedung biro.

"Hah? kenapa Ki?"

"Liat apa sih? kamu nunggak UKT, ya? mau nyari keringanan biaya?"

"Astagfirullah, enggak, lah! aku cuma pengen liat aja, emang nggak boleh?" elak Syafa.

"Halah, biasanya lewat sini nggak pernah tuh kamu liat ke sana, curiga deh ... kamu mau jadi sugar baby salah satu dosen di dalam pasti," cibirnya.

"Ih sumpah ya Kio, mulut kamu tuh minta diikat."

"Udah, cepat jalan deh Kio, udah laper nih."

Syafa menarik tangan Kio, harapannya ingin berpapasan dengan dosennya itu sepertinya tidak berhasil hari ini, padahal Syafa yakin, pria itu bisa saja berada didalam ruangan biro, tapi di satu sisi ia juga binggung harus bersikap seperti apa kalau benar-benar bertemu.

"Bego, nanti aku jatuh, lecet, aku minta biaya visum," protes Kio.

"Diem jangan bawel, aku tariknya pelan, dasar lebay."

Syafa mempercepat langkah kakinya.

Lain kali aku lewat lagi, gak usah bawa Kio.

Sabar ya Syafa.

Sampai di kantin, mereka berdua segera makan siang karena waktu yang tak banyak. Syafa ternyata belum beruntung hari ini, karena tidak melihat dosennya itu sampai kembali ke kelas.

"Perasaan hari ini dia ada kelas, kenapa gak muncul ya tadi?" gumam Syafa.

"Siapa?" sambung Kio.

Syafa gelagapan, ia mengerjakan matanya.

"Ehm ... Bukan siapa-siapa," ucap Syafa.

Kio mencolek pipi chubby Syafa, temannya itu aneh sekali hari ini.

"Kamu kenapa sih? Udah mulai frustrasi kuliah?" tanya Kio.

"Aku? aku kenapa? nggak kenapa-kenapa tuh," ucap Syafa dengan wajah polos.

Kesabaran Kio itu setipis tissue dibagi lagi jadi tiga, bayangkan setipis apa itu.

"Jangan kayak orang bodoh gitu deh Syafa, kalo aku gak mikir kamu cewe udah aku tonjok, beneran," ancam Kio.

"Udah jelas-jelas kamu dari tadi liatin keluar kelas terus, ngedumel gak jelas, dan kayak orang yang kecarian, nyariin apa sih?"

Kio menatapnya dengan serius.

"Gak nyari siapa-siapa Ki, beneran, aku cuma gak mood, mungkin mau datang bulan."

Syafa masih mengelak, ia enggan untuk memberitahu Kio soal perjodohannya dengan pak dosen, karena Kio itu mulutnya jahil.

Pasti ia sangat berisik kalau tau Syafa akan menikah dengan dosennya sendiri.

Kio mendengus, ia makin tak bisa mempercayai ucapan Syafa.

"Jadi gitu ya, udah lama loh kita bareng, tapi kamu masih ragu sama aku, yaudah gapapa, aku paham, aku belum spesial banget buat kamu."

Kio mulai menggeser bangkunya, memberi jarak diantara mereka.

Ngambek nih, repot banget.

"Ih Kiooo kok gitu? siapa yang ragu sama kamu? nggak ada tau," bujuk Syafa.

"Jangan mikir yang enggak-enggak Ki, kamu itu lebih dari spesial, aku sehat aku nggak punya problem apa-apa. cuma kamu harus tau, nggak semua hal bisa diceritakan."

"Ada saatnya aku bakal cerita ke kamu kok," jelasnya.

"Bener nih?"

Syafa mengangguk sembari tersenyum manis.

"Bener lah, kapan aku bohong?"

"Sering sih," cibir Kio.

"Nyebelin!" kesal Syafa.

"Udah sini deketin lagi, ngapain duduk jauh-jauh," pinta Syafa.

Sabar ya Kio, aku bakal ceritain semua ke kamu, tapi gak sekarang, karena mulutmu ember, bisa bisa kalau ketemu dia kamu langsung godain, semoga kamu ngerti.

batin Syafa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!