sepuluh

Hasby tengah disibukkan dengan kelasnya. Sebagai seorang dosen, Hasby merupakan satu dari tiga dosen yang paling di senangi saat mengajar. Karena Hasby dapat memaparkan materi dengan jelas dan mendengarkan dengan baik keluh kesah mahasiswanya. Ia pria yang adil.

"Pak Hasby." Seorang mahasiswi mengangkat tangannya.

Hasby menoleh padanya, mempersilahkan untuk berdiri.

"Maaf sebelumnya pak, tanpa mengurangi kesopanan saya. saya mau tanya pak," ucapnya.

"Ya, silahkan."

"Seperti dosen kami yang lalu, apa bapak butuh asdos ?" tanyanya.

Hasby mengerutkan dahinya.

"Asdos ? Apa itu?"

"Asisten dosen pak, mengingat bapak yang sibuk, kedepannya akan mudah kalau punya asisten, karena bisa membantu bapak," ucap mahasiswi itu.

"Terimakasih sarannya, nanti saya pikirkan lagi," balas Hasby.

"Baik, pak. Bapak bisa hubungi saya," ucapnya.

Hasby membalas dengan anggukkan.

Ponsel di mejanya berdering, terdapat notifikasi pesan masuk. Nama Arya tertera di sana, Hasby segera merespon pesan yang masuk.

Setelahnya ia kembali pada kelas.

"Baik, Ada lagi yang ingin bertanya? Kalau tidak ada, kita padatkan saja pertemuan kita pada hari ini, selamat pagi semuanya." ucap Hasby

"Selamat pagi, pak," seru mereka.

Begitu keluar dari kelas, Hasby meletakkan ponsel ke telinganya. Ia menghubungi Arya.

"Assalamu'alaikum, ayah?"

"Waalaikumsalam, nak. Maaf ayah ganggu kamu mengajar?" tanya Arya.

"Oh enggak sama sekali, Yah. Hasby sudah selesai mengajar. ada apa, yah?"

"Soal Syafa, ayah khawatir. Dia kekeh mau ke kampus hari ini, badannya masih kurang sehat, nak."

"jalannya juga masih pincang."

Hasby kaget mengetahui bahwa wanita itu nekat kuliah padahal baru keluar dari rumah sakit, apa dia sangat suka belajar?

"Ayah minta tolong bisa, kan?"

"Bisa yah, ayah fokus kerja dulu. Syafa biar Hasby yang lihat nanti."

"Makasih banyak nak, assalamu'alaikum...."

"Wa'alaikumsalam."

Hasby menggelengkan kepalanya, ada-ada saja kelakuannya calon istrinya itu. Karena khawatir juga, Hasby segera melangkah pergi ke kelas Syafa.

Apa dia sudah makan? Apa yang Syafa ingin makan siang nanti? Hasby ingin membelikannya sesuatu yang ia sukai. Sebagai bentuk pendekatan dirinya, agar Syafa tidak terlihat sangat gugup didepannya.

"Astaghfirullah ... kenapa nggak minta nomor Syafa ke ayah," ucapnya.

Barulah ia sadar, kenapa tidak menghubungi gadis itu secara langsung. Agar bisa mempermudahnya. Hasby mengotak-atik ponselnya lagi, menghubungi ayah Syafa.

"Assalamu'alaikum. maaf ayah, boleh Hasby minta nomor telpon Syafa?"

......................

Syafa tengah asik bermain game online di ponselnya, karena tidak bisa memejamkan matanya di ruang kesehatan ini. Kakinya juga masih nyeri, tak punya tenaga untuk kembali ke kelas yang berada di lantai atas.

Ponselnya tiba-tiba berdering, panggilan suara dari nomor yang tidak dikenal, dahinya mengkerut.

"Siapa, nih?" gumamnya.

"Halo, assalamu'alaikum?"

Syafa tersentak kaget mendengar suara yang keluar dari telpon. Pipinya merah padam.

"Wa'alaikumsalam ...."

Ucapannya terbata-bata, ia tak percaya kalau pemilik suara itu benar-benar pria yang sudah memasuki pikiran dan hatinya.

"Kamu, masih di kampus?"

Syafa berteriak di dalam diamnya.

"Ma—masih, Pak!" ucapnya.

"Kamu kenapa ambil kelas? kamu belum pulih total, Syafa."

Jantung Syafa seperti melompat keluar mendengar suara berat itu memanggil nama depannya. Dari mana Hasby tau? Syafa mengusap tengkuknya.

Pasti ayah ngadu ke pak Hasby.

"Ehm ... saya sudah ngerasa mendingan, kok."

"Jam berapa kamu selesai kelas?"

"Mungkin tiga puluh menit lagi. Bapak, butuh bantuan?" tanya Syafa.

"Kalau kamu nggak keberatan, ayo makan siang. Saya antar kamu pulang juga," ucap Hasby.

Ajakan pria itu sukses membuat pipi Syafa memerah seperti kepiting rebus, ia salah tingkah Hasby begitu sat-set mendekatinya tanpa menggunakan aba-aba. Semakin membahayakan kesehatan jantung dan hati saja.

Rasanya senang bukan main. Namun Syafa teringat akan Kio, yang sudah lebih dulu mengajaknya, bahkan sudah di 'iya' kan olehnya.

Syafa menggerutu, ia harus rela kehilangan kesempatan ini demi sahabatnya.

"Halo?"

"Makasih banyak pak, saya senang dengan ajakan bapak, tapi ... saya minta maaf nggak bisa pergi bareng bapak. saya sudah punya janji sama temen saya, jadi ... saya nggak enak kalo harus batalin mendadak," ucapnya dengan penuh keterpaksaan.

"Oh, yasudah. mungkin lain kali saja. kamu kalo sudah sampai rumah, boleh kabari saya, ya?"

"Iya, Pak."

"Assalamu'alaikum ... "

"Wa'alaikumsalam," balas Syafa.

Syafa membanting ponselnya, Ia mengigit bantal dengan penuh penyesalannya. Makan siang bersama? Ah! Siapa yang tidak mau? Terlebih dengan primadona kampus.

Syafa pasti sudah hilang akal, demi Kio yang selalu dilihatnya setiap tahun, ia rela seperti ini. Dimasa tua nanti, Syafa yakin akan menyesali kesempatan ini dengan ugal-ugalan.

"Huhu ... demi kamu Kio, aku rela nolak makan siang sama calon imam ku," isaknya.

Syafa menepuk-nepuk pipinya, ia jadi candu mendengar suara Hasby. Buru-buru ia menyimpan kontak pria itu, dan rasanya tidak sabar membayangkan bagaimana indahnya, kelak saat bangun dari tidur disambut Hasby dengan suara berat yang macho itu.

"SEMOGA BERJODOH!"

Hasby cukup kecewa karena mendapat penolakan dari gadis yang membuatnya jatuh hati itu. Syafa memang sulit ditebak, awalnya Hasby pikir gadis itu akan senang hati dan bahagia menerima ajakannya.

Memang ya, tidak baik untuk terlalu percaya diri!

Helaan nafas keluar dari mulutnya, ia sudah frustasi dengan masalah hatinya yang semakin hari semakin tak karuan untuk memilikinya.

"Astaghfirullah, istighfar kamu Hasby," ucapnya pada diri sendiri.

Tiga puluh menit kemudian, Syafa beranjak dari ranjang tersebut, ia membuka pintu poliklinik. Tubuhnya hampir jatuh kebelakang saat mendapati Kio yang berdiri didepan pintu dengan senyum lebar seperti film horor.

"Allahuakbar!" pekiknya.

Beruntung Kio sempat memegang pinggangnya.

"Eh!"

"Astaghfirullah, Kio. kamu ngapain berdiri di situ, sih! bikin kaget aja."

Kio tertawa kecil, " Aku baru mau buka pintu, eh malah kamu buka duluan, maaf ya," ucapnya.

"Hem!"

Tangan Kio berpindah, ia memapah Syafa yang agak sulit berjalan, karena sendi-sendi nya masih terasa nyeri dan ngilu.

"Yuk! makan," ajaknya.

Syafa mengangguk.

Kio mendudukkan tubuh Syafa di kursi yang ada didekat parkiran, ia berlari kecil untuk mengambil motornya di dalam sana. Hembusan angin siang ini cukup sejuk, langit tidak terlalu mendung.

"Sampai rumah enaknya tidur, nih," gumamnya.

Ting!

Syafa mengecek ponselnya, ada pesan masuk dari Ayahnya.

...My favorite yayah✨...

Nak, langsung pulang, ya? jangan main dulu. kakinya belum sembuh total. Nanti ayah pulang beliin kamu boneka kitten, sama beliin anggur muskat kesukaan kamu, ya ❤️

Bibirnya mengulas senyuman, romantis sekali ayahnya.

^^^Siap, laksanakan Ayah!^^^

^^^ini Syafa makan siang bentar. Bareng Kio.^^^

^^^aku tunggu boneka kitten nya! semangat kerjanya cintaku, muah❤️^^^

Wah, Ayah langsung semangat lagi 😊.

Makan yang banyak, ya. Permata indah Ayah, cintaku!

^^^Ayah, juga.^^^

^^^Aku pergi dulu, udah laper banget, nih.^^^

Hati-hati di jalan, titip salam buat Kio. Bilang ya, makasih udah mau jagain cintanya, Ayah.

Muah❤️❤️❤️❤️

Syafa tersipu membaca pesan yang dikirim Ayahnya. Ia mungkin tak punya ibu, tapi ia punya Ayah yang memberikan cintanya dengan melimpah.

Kio sudah mengendarai motornya sampai didepannya, lalu menyerahkan helm berwarna hitam untuk Syafa.

"Ayah kirim salam. katanya makasih udah jagain aku," ucap Syafa sembari memakai helm.

"Sama-sama, yuk! Buruan, kamu harus cepat-cepat istirahat juga," pinta Kio.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!