lima belas

Ditengah perjalanan, ponselnya berdering. Pandangan fokus kedepan, tangannya yang satu meraih ponselnya. Panggilan masuk dari ummi, Hasby menggeser ikon hijau pada panggilan tersebut.

"Assalamu'alaikum, jantung hati ummi."

"Wa'alaikumsalam ... Ada apa ummi?" suaranya lembut sekali ketika menyebut nama ummi.

"Nak, tadi ami kamu ngabarin ummi, baru aja jiddah anaz masuk rumah sakit ... Disana dijagain Ami"

Jiddah adalah panggilan yang biasa digunakan mereka yang memiliki darah keturunan arab untuk memanggil nenek, dan Ami untuk memanggil paman.

"Innalilahi, jadi ummi mau kesana?sama Abi?"

"Iyaa, ini lagi packing dibantuin Fathi. ummi udah telepon Abi, dan sudah beli tiket untuk kami berdua berangkat sore ini, kasian jiddah di sana, ummi khawatir banget, nak," ucap Bibah.

Seperti yang sudah diketahui Hasby lahir dan tumbuh di tanah arab, neneknya juga tinggal sana. Namun, bukan di Riyadh kota tempat Hasby lahir, melainkan mesir. Karena beliau sudah tua, tidak bisa berpergian jauh dan tidak mau meninggalkan rumah suaminya di Mesir yang di bangun saat Hasby berusia tiga tahun. Saat itu mereka sekeluarga pindah ke Mesir.

"Yasudah ummi, Hasby sebentar lagi pulang, ummi tunggu ya," ucap Hasby.

"Nak, tolong ajak Syafa juga, ummi mau pamitan sama menantu ummi ... Dia juga berhak tau, kasian nanti kecarian ummi, nggak tau ummi udah di negara orang "

Hasby diam sejenak.

"Hasby?"

"Ya ummi, Hasby ajak Syafa mii, udah dulu ya mi, Hasby lagi nyetir."

"Hati-hati ya, nak. Inget jangan macem-macem, kalian belum halal Assalamu'alaikum ...."

"Iya ummi sayang ... Wa'alaikumsalam."

Syafa saja belum jelas mau menerima penjelasan atau tidak, sudah datang lagi perintah untuk membawa pergi bersama. Hasby sekarang pasrah, berserah diri kepada yang kuasa agar bisa menolong dirinya.

Namun, Hasby punya sedikit keyakinan. Mana mungkin Syafa menolak permintaan ummi Bibah, Hasby bisa menggunakan kesempatan itu untuk menjelaskannya pada Syafa.

Ketika mobilnya berhenti di depan rumah Syafa, ia keluar dari mobil untuk memencet bel yang ada di tembok samping pagar rumah. Setelah menunggu beberapa saat, Bik Arsih keluar dengan berlari kecil menghampirinya.

"Assalamu'alaikum Bik," sapanya.

"Wa'alaikumsalam mas, mau cari mbak Syafa, ya?"

Hasby tersenyum.

Bik Arsih tampak bingung.

"Bibik dilarang buat izinin saya masuk, ya?"

"Mbak lagi pengen sendiri mas, maaf sebelumnya ... Mbak sakit hati sekali, dari pulang tadi nangis terus. Kalo begini, liat mas datang mana mungkin mbak mau keluar."

Memang salahnya, Hasby menunduk malu didepan pembantu rumah tangga Syafa.

"Tapi, Bibik percaya sama kamu mas, kamu orang baik, kamu nggak mungkin macem-macem."

Hasby tersenyum begitu mendapatkan kepercayaan dari Bik Arsih, syukurlah orang disekitar Syafa tidak memperburuk keadaan mereka, pikirnya.

"Bik, gapapa kalo Syafa nggak mau dengar penjelasan saya dulu, saya paham. Tapi boleh saya minta tolong sampaikan ke Syafa? ummi malam ini mau berangkat ke Mesir, ummi pengen ketemu Syafa," ucap Hasby.

Bibik tampak kaget.

"Ummi Bibah? Mendadak banget mas? Ada apa?" tanyanya penasaran.

"Jiddah saya sakit, jadi harus berangkat hari ini."

"Jiddah ini apa mas?" tanya Bik Arsih dengan wajah binggung.

"Nenek saya Bik"

"Ooh! kalo gitu sek, ya mas. Bibik panggilin orangnya ... Mas mau masuk sekalian?"

"Nggak, saya tunggu di mobil aja."

Bik Arsih mengangguk, ia membukakan pintu pagar dengan tergesa-gesa lalu berlari masuk kedalam rumah untuk menemui Syafa. Ia mengetuk pintu Syafa, sampai suara decitan pintu terbuka terdengar. Syafa muncul dengan wajah sebal.

"Bik Arsih kenapa izinin dia masuk!" kesalnya.

Bik Arsih mengingkari janjinya.

"Itu ... Mas Hasby mau ngajak kamu untuk kerumahnya."

Syafa membelalakkan matanya.

"Ngapain?" herannya.

Apa Hasby ingin membawa kesalahan pahaman ini didepan orangtuanya langsung? Wah ... Nekat!

"Katanya ummi malam ini berangkat ke Mesir, soalnya jiddahnya sakit"

Syafa menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangannya karena syok, "Astaghfirullah ... Parah, Bik? Sakit apa?"

"Bibik nggak tau, kamu cepat siap-siap mbak, mas Hasby nungguin kamu di mobilnya," ucap Bik Arsih heboh.

"Se—sebentar Bik!"

Syafa yang panik, langsung menutup pintu kamarnya dan berganti pakaian. Persetan dengan marahnya, sekarang ummi yang utama. Masalah dengan Hasby ia keduakan, meskipun harus makan hati berduaan dengannya di dalam mobil.

Ia coba menenangkan gemuruh di dadanya, ia rasanya tak mampu bernafas saat matanya bertemu Hasby. Saat masuk ke dalam mobil, dan duduk, pria disampingnya ini tidak memberikan respon apa-apa. Syafa semakin merengut.

Sepanjang perjalanan, ia melihat ke kaca, jendela mobil. Masa bodoh lehernya pegal, asalkan tidak melihat Hasby.

Setelah sekian lama sunyi, Hasby berdehem.

Lalu hening kembali.

'Apa sih? Bikin kaget aja.'

"Maaf kalo saya tiba-tiba ngajak kamu ke rumah, saya—"

"Aku kesana buat ummi," potong Syafa.

Sudut bibir Hasby terangkat, ia menyungging senyuman.

"Syafa, saya mau tanya, boleh?"

Syafa enggan menoleh. Meskipun belum mendapat persetujuan, Hasby tetap berbicara. Ia sudah bisa dibilang handal soal menangani wanita yang 'merajuk' seperti ini, ia belajar karena Fathimah yang suka 'merajuk'.

Ada gunanya juga punya adik perempuan, pikirannya.

"Kamu tau isi dari QS an-Nisa ayat 23?" tanyanya.

Syafa yang acuh, perlahan mulai tertarik, ia membuka ponselnya untuk mencari tau apa isi dari ayat an-nisa yang Hasby sebutkan. Melihat itu, Hasby tersenyum geli.

Syafa menyodorkan ponselnya yang menampilkan isi dari ayat tersebut.

"Apa isinya? tolong bacakan, saya lagi nyetir." pintanya.

Dengan wajah sebal ia menurut.

"Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. "

Syafa mengerutkan dahinya binggung. Ia tidak paham tujuan Hasby membuka ayat ini.

"Makasih sudah dibacakan ... Kamu paham maksudnya?" tanya Hasby.

Syafa menggeleng.

"Ini adalah jawaban untuk kesalahpahaman kamu."

"Ini?" tanya Syafa.

Hasby mengangguk.

Syafa yang tadi tidak mau menatapnya, kini mulai lupa karena rasa penasaran dan kebingungan yang melanda. Ia memajukan tubuhnya ke arah Hasby.

"Kenapa ini bisa jadi jawabannya? Saya nggak paham, Pak."

"Diharamkan untuk saya menikahi saudara-saudara perempuan sesusuan ... Jadi perempuan yang kamu liat bareng saya, itu Rania. Sepupu saya, saya dan dia satu ibu susuan."

Syafa semakin bingung, wajahnya itu membuat Hasby tertawa.

"Saya serius, jangan ketawa."

"Begini Syafa, walaupun bukan lahir dari rahim yang sama, Rania itu menjadi mahram saya, karena kami satu ibu susuan. Dulu sekali, waktu saya dan dia masih bayi, ummi menyusui Rania, ibunya sedang bekerja karena itu kami menjadi saudara sesusuan."

"Haram untuk saya menikahi Rania," jelas Hasby.

"Jadi posisi dia sama seperti Fathimah?"

Hasby mengangguk.

"Saya menghormati dan menghargai kamu, nggak mungkin saya tega mendua dari kamu, Syafa."

Ah, ternyata ini bentuk 'klarifikasi' Hasby. Syafa jadi salah tingkah dan malu, ia sudah berprasangka buruk pada calon suami yang sangat menghargainya.

Amarahnya langsung luluh, bahkan Hasby sampai membukakan ayat yang dapat memperjelas semuanya.

"Maaf," ucap Syafa.

Hasby tidak mempermasalahkan prasangka buruknya, karena cemburu, hingga merajuk sudah menjadi kodratnya perempuan. Tugasnya sebagai lelaki adalah memberikan yang terbaik dan mengalah.

"Kamu nggak salah, saya yang salah, saya nggak jelaskan dari awal siapa Rania. Maaf sudah bikin kamu cemburu dan air mata yang terbuang karena saya," ucapnya dengan lembut.

Syafa mengangguk lalu ia memalingkan wajahnya.

"Kalo gini kebenarannya, sia-sia dong saya nangis," eluhnya.

Tawa Hasby langsung pecah.

Terpopuler

Comments

Iqlima Al Jazira

Iqlima Al Jazira

meleleh hati ini thor..
crazy up donk

2024-04-02

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!