"jangan mengada-ada Dena, aku sama sekali tidak cemburu aku hanya berusaha menjaga mu, itu saja." Daniel menatap tajam Dena. "menjaga adik kakak ipar ku, " ucapnya penuh penekanan.
Dena tersenyum getir, lagi-lagi kalimat Daniel membuat hatinya tercubit, rasanya begitu sakit.
"terserah.." balas Dena ketus, dengan cepat memalingkan wajah, ia tidak ingin Daniel melihat air mata yang sudah hampir terjatuh.
Melihat kekecewaan di wajah Dena, hati Daniel juga merasakan sakit yang amat sangat.
Maafkan aku Dena... Batinnya dengan mata mengembun.
......................
Mobil mereka baru saja tiba di rumah utama, Dena turun dari mobil mendahului Daniel masuk ke dalam rumah.
Daniel menatap punggung Dena dengan rasa yang tidak karuan.
Seandainya ini tidak terjadi, mungkin aku bisa memberikan kebahagiaan pada mu. Gumamnya.
Ia menelungkupkan kepalanya di atas stir kemudi, Daniel merutuki nasibnya yang begitu buruk.
"kenapa ini harus terjadi pada ku!!!" teriaknya lantang. Sekuat apapun Daniel tetap ada sisi kelemahan yang tidak bisa ditutupi.
Cukup lama Daniel berdiam diri di dalam mobil, merutuki segala ketidakberdayaannya.
Setelah puas meluapkan emosinya, ia segera masuk ke dalam rumah.
Baru saja menginjakkan kaki masuk rumah ia sudah disambut Joe dengan wajah khawatir.
"selamat siang tuan," sapa Joe. "apa tuan dan nona Dena baik-baik saja?" tanya Joe mengikuti langkah Daniel.
"memangnya kenapa?" jawab Daniel acuh.
"nona Dena menangis,"
"biarkan saja, mungkin dia kesal karena aku memaksanya pulang dan meninggalkan temannya di pesta." melangkah masuk kedalam ruang kerjanya.
Tanpa meminta ijin Joe ikut masuk, "lalu kenapa tuan terlihat berantakan?" tanyanya penuh selidik.
Joe bisa melihat kecemburuan di wajah Daniel. Diam-diam Joe selalu mengawasi Daniel dan Dena.
"Joe siapa yang menyuruh mu masuk? Keluar!!!" usir Daniel.
"maaf tuan, saya hanya khawatir tuan dan nona Dena tidak baik-baik saja." menunduk dalam.
"aku baik-baik saja, keluarlah aku sedang banyak pekerjaan." sudah duduk dan membuka laptopnya.
"baiklah tuan, saya permisi."
"hmm.."
Setelah kepergian Joe, Daniel memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan, segala hal tentang perusahaan, cafe bahkan tentang The Reddelta ia teliti satu persatu. Tidak lagi memperdulikan sudah berapa lama ia bekerja, bahkan ia juga melupakan makan siang juga obatnya.
.....
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Daniel belum juga terlihat keluar dari ruang kerja.
Dena yang sedari tadi duduk bersama dengan seluruh penghuni rumah di ruang keluarga terlihat sedikit gelisah.
Ia ingin menghampiri Daniel tapi setelah apa yang terjadi tadi siang, Dena masih belum berani bertemu dengan Daniel.
Drrtt..drrtt..drrtt... Ponsel Dena bergetar.
_jika nona khawatir pada tuan Daniel sebaiknya nona temui tuan, sejak pulang tadi tuan belum keluar dari ruang kerja_ pesan dari Joe.
Dena melirik Joe yang duduk di samping Zyan dan kak Rizal, ia menggeleng samar. Joe menghela nafas panjang.
Kalian ini saling mencintai tapi terlalu gengsi untuk mengakui. Batin Joe.
Ya... Dari sekian banyak penghuni di rumah Arandra, hanya Joe satu-satunya orang yang tahu jika Daniel mulai mencintai Dena, adik dari istri Rizal Arandra.
"aunty... Ramon mengantuk.." Ramon yang sejak tadi sibuk bermain kini sudah memeluk tubuh Dena. "maukah aunty menemani ku tidur?" rengeknya.
Dena tersenyum hangat, "mau gak ya..." goda Dena pura-pura berpikir.
"aunty..." rengek Ramon manja.
Dena terkekeh melihat sikap menggemaskan Pria kecil itu. "baiklah, ayo kita tidur..." Dena menggenggam tangan Ramon membawanya masuk kedalam kamar.
Didalam kamar, Ramon langsung merebahkan diri sambil memeluk Dena. Sejak pertama kali mengenal Ramon Dena memang sudah sangat menyayangi putra sambung kakaknya ini.
Bahkan jika orang lain yang melihat kedekatan mereka, mungkin akan berfikir jika mereka adalah ibu dan anak.
"aunty..." Ramon membuka suara.
"ya.." mengusap lembut pipi Ramon.
"boleh aku mengatakan sesuatu?" ucapnya.
"ada apa sayang?"
"bisakah aunty menikah dengan daddy?"
Deg...
Mata Dena membulat sempurna mendengar apa yang Ramon katakan.
"aunty..." mengguncang lengan Dena karena gadis itu hanya diam. "apa aunty marah pada ku?"
"ehh..." Dena dengan cepat menggeleng. "tidak sayang, kenapa aunty harus marah hmm.."
"lalu kenapa aunty diam?"
"tidak apa-apa sayang, nanti akan aunty pikirnya ya. Sekarang Ramon tidur ya, besok kan harus sekolah," bujuk Dena. Ia tidak ingin Ramon akan memberikan pertanyaan yang mungkin tidak bisa ia jawab.
"baiklah..." Ramon kembali memeluk tubuh Dena dan mulai memejamkan mata.
Sedangkan diluar kamar tanpa sengaja Daniel mendengar permintaan putra semata wayangnya. Ada rasa bahagia dan juga kecewa yang bercampur aduk dalam hatinya.
Ia bahagia karena Ramon dan Dena begitu saling menyayangi, tapi ia juga kecewa karena mungkin apa yang Ramon inginkan tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Perlahan Daniel menjauh dari kamar sang putra. Ia berjalan menuju taman belakang.
Daniel duduk seorang diri dengan pikiran dan hati yang berkecamuk.
"tuan..." Daniel melirik sumber suara.
Fia? Kenapa dia disini?" batin Daniel.
"Kenapa tuan sendirian di sini?" tanya Fia sudah duduk di kursi depan Daniel.
"memangnya kenapa?" jawab Daniel acuh.
" tidak apa tuan, hanya saja semua orang sedang ada diruang keluarga." tersenyum hangat.
"jika semua orang ada diruang keluarga lalu kenapa kau malah disini juga?"
"aku?" Fia menunjuk dirinya sendiri. "emm tadi aku dari rumah belakang dan melihat tuan duduk sendiri jadi aku kemari ." menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"pergilah aku ingin sendiri." ucap Daniel dingin.
Jika sebelumnya Daniel begitu mengagumi gadis dihadapannya, tapi entah sejak kapan rasa kagum itu tidak lagi ada.
"apa tuan baik-baik saja?" bukannya pergi Fia justru ia beralih duduk disamping Daniel. "jika tuan sedang ada masalah, tuan bisa berbaginya dengan ku.." tawarnya penuh perhatian.
Daniel tertawa sarkas. "sejak kapan kau begitu perhatian pada ku? Bukankah selama ini kau selalu menghindari bertemu dengan ku?"
Fia menunduk, "maaf tuan saya hanya merasa takut, karena dulu tuan ikut andil dalam penculikan nona Dery."
"lalu apa sekarang kau sudah tidak takut lagi?" melipat tangannya di depan dada.
"tidak tuan, tuan Rendy sudah menceritakan segalanya pada ku ." ia mendongak menatap lawan bicaranya dengan mata berbinar.
"pergilah aku tidak peduli kau takut pada ku atau tidak, itu bukan urusan ku!!" Usir Daniel.
Cukup lama tapi Fia bahkan tidak bergerak dari posisinya tadi. Daniel melirik gadis itu dengan wajah merah menahan amarah.
Ia bangkit dari duduknya dan akan melangkah pergi, saat tiba-tiba melihat Dena. Dengan cepat Daniel duduk dihadapan Fia, ia bahkan menggenggam tangan Fia.
"apa kau tersinggung dengan ucapan ku?" Fia terlonjak kaget dengan perlakuan Daniel yang tiba-tiba.
Daniel melirik dengan ekor matanya, ia bisa melihat Dena diam mematung tidak jauh dari mereka.
"ti..tidak tuan, seharusnya saya yang minta maaf." ucap Fia terbata.
"tidak, jangan meminta maaf..." Daniel mengusap bibir Fia dengan lembut.
Dena menutup mulutnya, air matanya tidak lagi bisa ia bendung, tubuhnya terguncang menahan isakan. Dengan langkah cepat Dena berlari masuk ke dalam rumah tanpa menoleh lagi.
Melihat Dena pergi, Daniel langsung melepaskan tangan Fia dan bangkit berdiri. Fia juga secara reflek menoleh saat mendengar langkah Dena.
"maaf, lupakan yang tadi aku lakukan, anggap saja itu tidak pernah terjadi." ucap Daniel tegas berlalu meninggalkan Fia sendiri.
Next....
Haii dear ... author minta tolong dukungannya ya... Kasih like komen dan vote...
Jadi biar author makin semangat tolong kasih dukungan ya dear....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments