Ale terlihat manis dengan pakaian santainya. Celana kulot putih tulang dipadukan dengan baju kaos agak kebesaran ditubuhnya yang berwarna baby pink. Kakinya tertutupi oleh sneaker shoes berwarna hitam pink. Ada tas kecil yang tersampir pada bahu kirinya yang berisi ponsel, power bank dan juga dompet.
"Kak, udah selesai belum?" teriak Aric dari depan kamar kakaknya.
"Iya." Ale membuka pintu kamarnya dan memperlihatkan dirinya.
Keluarganya yang lain akan ikut ke rumah opanya, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sport center kota.
"Nerd abal-abal" ledek Altair.
Ara dan yang lain ikut terkekeh mendengar ucapan Altair yang benar adanya. Mau di dandani bagaimana pun, Ale akan selalu terlihat cantik. Bahkan kini rambutnya di kepang dan matanya tertutupi kaca matanya.
"Tetap cantik yah pa?" Ale nyengir.
Altair mengangguk. Ia mengelus rambut anaknya pelan.
"Let's go!" seru Ara.
HRV hitam itu meninggalkan batalyon yang dikendarai oleh Altair.
"15 menit sebelum pertandingannya selesai, segera telpon papa yah." pesan Altair saat mobilnya berhenti di depan sport center.
"Siap, pa." Ale memajukan wajahnya agar bisa mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
"Bye boys!" Ale juga tak lupa mengacak rambut kedua adiknya meskipun hanya sekilas.
Saat Ale terlihat bergabung dengan teman-temannya, barulah Altair kembali melajukan mobilnya.
"Kuy masuk . Pada bawa kartu pelajar kan?" tanya Johan.
"Iya dong." jawab yang lain dengan sangat kompak. Sebelumnya, mereka memang diberikan himbauan untuk membawa kartu pelajar. Karena selain pelajar kedua sekolah dan dewan guru yang bisa ikut masuk ke lapangan indoor basket, hanya tamu juga yang bisa. Mengingat ini adalah pertandingan penentuan pemenang.
Ale duduk di sebelah Liona. Matanya berpendar melihat sekitarnya, lebih tepatnya mencari keberadaan kakak tampan, si Genta. Namun ia harus menelan kekecewaan, dimana Genta terlihat tertawa bersama teman-teman clubnya dan juga Nadya, hal yang tidak pernah Ale lihat sejak ia mengenal lelaki itu.
"Sepertinya kamu harus mundur, Le. Dari tatapannya, kak Genta kelihatan sayang sekali ke kak Nadya " ucap Liona.
"Duh, jangan dipatahkan dong semangatku." Ale meringis.
"Dengan Alesha?" tanya seorang lelaki.
Ale mendongak, menatap lelaki yang berdiri di depannya.
"Kenapa?"
"Ini ada titipan, katanya dari childhood friend lo." jawab lelaki itu sembari menyerahkan paper bag yang berisi makanan ringan.
"Mungkin bukan Alesha yang saya." tolak Ale.
"Nama bokap lo bapak Altair kan? Nama mama lo Ara, terus lo punya dua adik. Benar kok Alesha yang dia maksud itu lo."
Ale speechless, hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh si pembawa makanan untuk meletakkan paper bag secara langsung sebelum berlari pergi.
"Wah, udah punya secret admirer aja lo." seloroh Johan.
"Buka, Le. Siapa tahu ada nama pengirimnya." suruh Salwa.
Ale lalu membuka paper bag yang ada dipangkuannya, mencari tanda pengenal yang bisa ia baca. Dan benar saja, ada sebuah kertas putih yang dibubuhi tulisan.
Helo, Aleshayang.
Selamat datang di Atlantis! Curang yah gak langsung cari kakak :)
Your childhood friend, Air .
Senyum Ale terbit setelah membaca tulisan itu. Pandangannya kembali mengarah ke segala arah, barangkali teman kecilnya itu ada di tempat ini juga. Dan benar saja, seorang lelaki yang duduk di area lawan dengan penampilan yang cukup mencolok dengan tulisan Airlangga pada punggung jerseynya.
"Dari siapa, Le?" tanya Liona .
"Teman kecil." jawab Ale.
"Wah, kok romantis sih?" iri Salwa.
"Hehe" Ale hanya cengengesan.
Sementara di bawah sana, Aidil sedang bergosip dengan Dadang.
"Lo ngerasa gak sih kalau tim sebelah selalu lihat ke arah penonton sekolah kita?" tanya Aidil.
Dadang lalu memperhatikan tingkah lawannya, benar saja, pemain yang dikenal dengan nama Angga selalu mencuri curi pandang ke arah penonton sekolah mereka, lebih tepatnya dimana para adik kelasnya berada.
"Mungkin lagi lihatin adiknya." ujar Randi yang kebetulan mendengar percakapan kedua temannya.
Priiit!
Suara sumpritan itu membuat para pemain mulai memasuki lapangan, sementara para penonton bersorak sebagai bentuk dukungannya.
"HIYAAA, KAK GENTA, AKU PADAMU!" suara Ale terdengar cukup nyaring.
Nadya yang duduk di pinggir lapangan saja bahkan sampai menolehkan kepalanya dan melambaikan tangannya ke Ale.
Melihat Nadya melambaikan tangannya, Ale lalu menaikkan satu tangannya yang dibentuk sign love .
"Kamu terlihat cukup akrab dengan kak Nadya." ujar Liona.
"Gak juga. Kak Nadya baik sih, jadi mata-mata aku. Jadi apapun yang kak Genta lakukan, aku bisa tahu."
"Baik gila ternyata." puji Liona.
Ale mengangguk setuju. Nadya dan Sinta begitu baik kepadanya, mereka bahkan tidak segan untuk mengajaknya ikut makan bersama saat Ale berkunjung ke kelas Genta.
"TUNAS BANGSA!"
Prok prok prok
"TUNAS BANGSA!"
"BISA BISA YESS!"
Ale tentu saja tidak hanya memperhatikan Genta, tapi juga teman kecilnya yang terlihat sangat lihai bermain basket. Sejak dulu, Air memang suka berolahraga, sampai kadang ikut berlari bersama para serdadu di batalyon.
Pertandingan kian sengit saat dua kubu saling mengejar skor, hal itu membuat Ale menjadi paham kenapa pertandingan ini begitu dinantikan oleh banyak orang. Dari info yang ia dengar, bahkan disediakan tiket untuk umum meskipun dalam jumlah yang terbatas.
Set terakhir ditutup dengan kemenangan sekolah lawan.
"Gak heran sih, mereka mainnya sangat keren." puji Johan.
"Wah, bau-bau pengkhianat ini." ujar Salwa.
"Gak gitu, Sal. Kita berpikir realistis saja, dibabak terakhir ini poin sekolah kita tertinggal jauh, tenaga mereka juga seperti terkuras habis, sangat berbanding terbalik dengan tim lawan yang semakin kesini terlihat semakin berenergi." jelas Johan.
"Benar, sih." Liona mengangguk setuju atas penjelasan Johan.
Sepertinya pihak sekolah mereka juga mengakui dan menerima kekalahan dengan hati yang lapang. Buktinya, para pemain di bawah sana sedang foto bersama sambil memperlihatkan senyum tulus mereka.
"Congrats!" ucap Genta kepada Air, dua lelaki itu berhi-5.
"Thanks. Tim lo juga hebat." balas Air.
Ale menepuk jidatnya. Ia sampai lupa mengirimkan pesan kepada papanya.
To Papa: Pa, pertandingan nya baru saja selesai.
From Papa: Papa tunggu di jalan keluar yah, nak. Bisa kan jalan sendiri? Atau mau papa jemput di pintu lapangan?
To Papa: Kakak bisa kok jalan sendiri. Papa tunggu di luar saja. Terima kasih papa.
"Kamu gak mau ngajak kak Genta foto bersama, Le?" tanya Salwa.
Ale menggelengkan kepalanya.
"Aku gak segila itu, Sal hehe."
"Punya takut juga pada akhirnya." ujar Liona.
"Bukan takut, lebih ke menghargai sih. Takutnya kak Genta semakin menjauh kalau aku tiba-tiba turun dan ngajak dia foto di depan banyak orang." ucap Ale.
"Ini baru namanya perempuan berkarakter. Tapi kadang jadi cegil juga haha." Salwa dan Liona sama-sama terbahak-bahak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Rama's mom
terus semanagat berkarya kak 💪
2024-04-19
1