Rakyat sekolah sudah tidak asing lagi dengan pemandangan yang selalu mereka saksikan belakangan ini. Dimana Ale kerap kali menjadi mengekori Genta jika ada kesempatan. Dimana ada Genta, disitu ada Ale. Seperti saat ini, Ale sedang duduk di tepi lapangan basket dan berteriak heboh.
"KAK GENTA KAK GENTA GO!" teriak Ale.
Sejak tadi ia duduk di sana sambil melihat Genta bermain basket.
"Di kelas lo gak ada guru, Le?" tanya Nadya, teman kelas Genta dan juga panitia MOS sebulan lalu.
"Gak ada, kak. Lagi jam kosong, makanya bisa di sini dan lihat kak Genta main." jawab Ale.
Ale sudah bestie dengan beberapa teman kelas Genta yang perempuan. Dari mereka juga Ale bisa tahu jika bekal yang selama ini ia berikan tidak pernah dimakan oleh Genta, melainkan disantap oleh teman-teman kelas Genta. Menurut Ale, itu bukan hal yang menyakitkan, karena makanannya tetap dimakan, meskipun bukan Genta yang makan.
"YEEE, KAK GENTA KEREN EUYY!" sorak Ale lagi.
"Kak Sinta, ayo teriakin kak Dadang, biar semangat." ajak Ale.
"Ogah, Lo sendiri aja." tolak Sinta cepat.
Ale cengengesan. Ia kembali berjingkrak-jingkrak sambil berteriak bak orang kesetanan.
"Le, udah pergantian jam. Sono lu ke kelas!" usir Nadya.
Ale melihat jam tangannya, bersamaan dengan pemberitahuan yang terdengar di seantero sekolah jika jam pelajaran ketiga akan segera dimulai.
"Eh, iya. Ale pamit dulu yah pemirsa, nanti ketemu lagi. Bye-bye semuanya!" Ale berjalan sambil memberikan kiss bye kepada teman-teman Genta.
"Gila tuh anak, masih saja." Aidil menggelengkan kepalanya heran.
"Padahal udah ditolak, masih aja ngejar." sambung Dadang.
"Tiara mah kalah effort cuk!" ujar Randi.
Tiba di kelasnya, Ale langsung mengeluarkan buku mata pelajaran yang akan berlangsung. Ia memang suka mengekori Genta, tapi tidak pernah lupa apa tujuan utamanya ke sekolah.
"Muka kamu merah sekali, padahal AC nyala ini." ucap Liona.
"iya, tadi habis teriak-teriak." Ale nyengir. Ia menyempatkan minum sebelum guru masuk.
✨✨✨
Saat jam istirahat, Ale lagi-lagi mengekori Genta. Ia ikut duduk dibangku yang berisi teman-teman Genta.
"Le, gue gak kalah ganteng dari Genta lho." ujar Randi dengan sangat percaya diri.
"Tapi aku gak suka kak Randi. Maaf banget nih." jujur Ale.
"Jujur amat lo, Le." Dadang terbahak-bahak mendengar ucapan jujur Ale.
"Yee lo, Le." Randi mendengus.
Ale menumpukan dagunya pada tangan kirinya, sambil menatap Genta yang sedang makan dalam diam seolah orang-orang disekitarnya hanyalah patung.
"Gak usah lihat gue. " ucap Genta dengan sangat dingin.
Ale tersenyum.
"Kak Genta ganteng sih, makanya Ale suka lihat - lihat hehe."
Di sudut meja, ada seorang perempuan yang begitu geram melihat pemandangan di tengah-tengah kantin.
"Bisa-bisanya tuh cewek." salah seorang temannya mengompori.
"Dari pelosok juga, punya nyali banget. Mana nerd pula." temannya yang lain ikut mengompori.
Tiara mendengus mendengar ucapan kedua temannya tadi. Ia memang sudah menyukai Genta cukup lama, namun lelaki itu begitu dingin dan tak tersentuh. Selama ini ia selalu mengancam perempuan lain yang terlihat sok dekat sok kenal ke Genta, jadi para perempuan itu mundur dengan sendirinya. Hal yang sama mungkin akan ia lakukan kepada Ale juga, tunggu waktu yang tepat saja.
"Mau kemana lo? Udah bosan lihat Genta?" tanya Aidil saat melihat Ale berdiri.
"Wah, kalau itu gak pernah bosan, kak. Mau dilihat dari bangun tidur sampai mau tidur pun aku siap. Tapi urusan kali ini lebih penting dan harus segera dituntaskan." jawab Ale. Ia terlihat meringis.
"Apaan dah?" heran Dadang.
"Ingin menuntaskan hajat. Bye semuanya!" pamit Ale.
"Dasar bocil, lagi makan juga." dengus Randi.
"Jangan terlalu dikasih hati." ucap Genta.
"Terlalu gimana, Nta? Kita mah gak terlalu ngasih hati, takutnya malah lo yang gak punya hati. Dikasih bekal malah gak pernah lo makan." ujar Randi.
"Kalau lo mau, lo bisa sikat dia aja." Genta lalu berdiri setelah mengucapkan hal tadi.
"sayangnya dia bukan sesuatu yang biasa yang bisa gue sikat gitu aja." ucap Randi. Ia tahu jika Genta tidak mendengar ucapannya.
Sementara di kamar mandi, Ale baru saja selesai dengan hajatnya. Ia kini sedang merapikan poninya yang menutupi dahinya. Ia juga memperbaiki letak kacamatanya.
"Nyali lo sebesar apa sih sampai dekatin Genta segitunya?" tanya Tiara. Rupanya ia menunggu Ale sejak tadi.
Ale diam, merasa bukan dirinya yang ditanya.
"Gue bertanya ke lo, siaaalan." umpat Tiara.
Ale menoleh. Sebelah alisnya terangkat.
"Harus aku jawab pertanyaan kak Tiara?" tanya Ale balik.
"Lo gak usah belagu jadi cewek. Dari pelosok juga, gak usah terlalu centil sampai pengen jadi pacar Genta. Dengerin yah, Tiara aja yang kenal lama sama Genta gak segitunya, gak kayak lo yang sok kenal sok dekat." cerca teman Tiara yang berambut pendek, orang itu bahkan menunjuk wajah Ale.
Ale memegang lengan perempuan tadi lalu menghempaskan nya.
"Don't touch me!" ucap Ale. Pandangannya lalu terarah kepada Tiara.
"Sejak kapan melakukan usaha agar di-notice dianggap belagu? Sejak kapan kota asal menjadi alasan untuk tidak centil? Gue yang dekatin kak Genta kok disitu yang repot?" ucap Ale tenang sebelum meninggalkan kamar mandi.
"Cih!" Tiara berdecih. Rupanya peringatannya tidak akan mempan ke Ale. Ia harus memikirkan hal lain yang bisa membuat perempuan itu berhenti mengejar Genta.
Ale langsung kembali ke kelasnya. Ia sudah tidak mood untuk ke kantin lagi.
"Kenapa tuh muka?" tanya Salwa.
"Kurang sesajen" jawab Ale ngawur.
"Ngawur terus." Salwa menoyor pelan kening Ale.
Pulang dari sekolah, Ale menunggu angkot di halte yang tidak jauh dari gerbang. Ternyata disana juga ada Sinta.
"Kata anak-anak, lo ketemu Tiara yah tadi?"
"Iya, kak. Gak sengaja ketemu di toilet." jawab Ale.
"Bukan gak sengaja, Le. Dia memang nungguin lo. Lo gak kenapa-kenapa kan?"
Ale menggelengkan kepalanya dan tersenyum, seolah mengatakan jika ia baik-baik saja.
"Tiara memang seperti itu. Ia tidak suka jika ada orang lain yang mencoba menarik perhatian Genta. Kadang cuma ditegur lewat kata-kata, kadang juga lewat tindakan." beritahu Sinta.
"Ada kacungnya juga tadi. Tapi gak ngelakuin apa-apa kok." ucap Ale.
"Kakak dijemput kah?" tanya Ale kemudian.
"Iya, ini lagi tunggu bokap. Tadi katanya sudah di jalan. Kalau lo?"
"Naik angkot, kak. Ini lagi nunggu angkot." jawab Ale. Ia tidak pernah malu dengan cara menjalani hidup yang ia pilih saat ini.
Tidak lama kemudian, angkot jurusan batalyon sudah datang.
"Kak, duluan yah. Angkotnya sudah datang." pamit Ale.
"Iya, hati-hati, Le." Sinta melambaikan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments