"Mama bikin apa?" tanya Ale.
"Bikin kue, kak. Brownies kukus enak nih." jawab Ara.
"Kakak bantu mixer yah ma?"
"iya, sayang." Ara mengangguk setuju. Ia lalu mendekatkan wadah yang berisi campuran bahan-bahan kue ke anaknya.
"Nomor 2 dulu, kalau sudah 3 menit, ganti ke kecepatan nomor 5." beritahu Ara.
"Siap, ma."
Ale dengan serius memegang hand mixer manual berwarna pink motif bunga-bunga. Padahal sudah ada mixer yang bisa bergerak sendiri tanpa dipegang dan di arahkan, tapi mereka tidak bisa menggunakannya di asrama. Beda lagi kalau di rumah opa, semuanya canggih.
"Mama ada cetakan kue lucu-lucu, kakak mau yang mana?" tanya Ara.
"Bentuk love ada, ma?" tanya Ale.
"Ada dong. Persegi juga ada."
"mau yang love. Terus besok kasih ke kak Genta deh." ucap Ale dengan sangat excited.
"Perasaan Genta terus yang disebut-sebut, papa sudah tergeser sepertinya." ujar Altair yang sedang mengambil minum di dalam kulkas.
"Nggak begitu, papa. Papa kan ada mama." bantah Ale.
Altair terkekeh, ia menyempatkan mengelus rambut anaknya sebelum kembali ke ruang keluarga.
✨✨✨
"Yuhuuu, Ale datang lagi." teriak Ale saat sudah memasuki kelas Genta.
"Bawa apa hari ini?" tanya Aidil.
"Kue buat kak Genta. Di makan yah kakak ganteng." Ale meletakkan wadah kue yang transparan di depan Genta.
"Wah, kue dari nona manis." Radit berseru senang.
"Semanis ucapan kak Radit, eyaak." balas Ale yang mampu membuat seisi ruangan tertawa.
"Bye semuanya. Ale pamit dulu, mau nyontek PR soalnya." pamit Ale sebelum ngacir.
"Jadi bapak Genta, apakah kuenya sudah bisa dimakan sekarang?" tanya Dadang.
"Terserah." Genta mengangkat kedua bahunya acuh. Ia tidak ingin ambil pusing terhadap apapun yang menyangkut Ale. Hati Genta memang sepertinya terbuat dari besi, sangat sulit untuk dilelehkan. Padahal sudah tiga bulan berlalu, namun tidak sedikit pun hati Genta tergerak untuk menerima keberadaan Ale.
"Enak gila." ucap Dadang.
"Serius? Mau juga dong" Sinta juga mau. Ia ikut mengambil sepotong kue dan memakannya.
"Enak, Nad." seru Sinta.
Karena wadah yang dibawa Ale cukup besar, hal itu membuat teman-teman kelas Genta ikut kebagian kue, kecuali Genta sendiri tentu saja.
"Dari kelas doi pasti ini. " tebak Liona.
"Tahu aja. " Ale mengeluarkan kotak kecil dari tasnya dan memberikannya kepada Liona.
"Mama bikin kue. Tadi aku bawa ke kelas kak Genta, kalau ini buat kalian." ucap Ale lagi.
"Ihh kuenya enak." puji Wana.
"Terima kasih Ale" ucap yang lainnya.
Ale mengangguk senang. Kue buatan mamanya memang selalu enak, tidak pernah gagal.
"Akhir pekan ada pertandingan basket di sport center kota. Sekolah kita melawan SHS Atlantis." beritahu Salwa.
"Nonton kuy!" ajak yang lain.
"Ayok lah." seru yang lain.
Ale juga sempat mendengar itu dari kedua adiknya. Kata mereka, ini adalah event tahunan dan akhir pekan nanti sisa pencarian juara satu dan dua setelah kemarin terhenti karena suatu hal.
"Le, ko gak ikut makan kah?" tanya Johan, teman kelasnya.
"Ko saja yang makan. Sa sudah di rumah." jawab Ale.
Johan memang berasal dari zona timur juga, jadi ia merasa mendapatkan temannya yang sejenis dengannya.
"sa habisi tra apa-apa?"
"Yo, ko habisi saja semuanya. Sa suka kalo habis."
"Hiya hiya, kalian lucu. Aku suka dengarnya." ucap Liona.
Ale duduk sendiri di perpustakaan. Ia sedang tidak mood siang ini untuk mengganggu Genta. Kepalanya ia sembunyikan diatas lipatan tangannya, hingga tidak sadar sampai tertidur.
Hal itu membuat teman-teman Genta keheranan. Tidak biasanya Ale seperti ini, membuang kesempatan untuk melihat wajah menyeramkan Genta.
"Tumben Ale gak di sini?" heran Aidil.
"Sudah nyadar mungkin, kalau wajah Genta tuh menyeramkan." Dadang menimpali.
"Hooh, syukurlah dia sudah sadar." ujar Aidil.
Genta seolah tuli, bersikap tidak mendengar apapun.
"Ingat, nanti latihan." hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Genta.
"Aye-aye, captain. " yang lain mengangguk.
Mereka memang tidak latihan di sekolah atas permintaan Genta, sebab lelaki itu tidak ingin mengundang perhatian orang-orang, khususnya Ale. Genta merasa terganggu jika mendengar lengkingan suara Ale disekitarnya.
"Siapa-siapa sih tim dari sekolah kita?" tanya Liona.
"Gak tahu. Gak pernah lihat latihan soalnya." jawab Ale. Saat ia sudah bangun, ia bergegas ke kelasnya karena takut ketahuan jika sedang tidur.
"Iya, dengar-dengar latihannya di tempat yang tertutup. Kalau masih tim yang kemarin, kak Genta masuk sih." beritahu Liona.
"SERIUS?" tanya Ale.
"Iya, Le."
Di dalam otak Ale, sudah banyak hal yang ia rencanakan saat pertandingan nanti.
✨✨✨
"Pertandingannya gak terbuka untuk umum ternyata." kecewa Aric.
"Ya sabar, tunggu kamu masuk SMA saja kalau begitu." ucap Ale dengan sangat enteng.
"Masih lama, kak. Masih ada 3 semester."
"Nanti kakak video in ,biar kalian bisa nonton di rumah." janji Ale.
"Kakak yang terbaik." ujar Al.
Ketiga bersaudara itu sedang duduk di teras rumah sambil makan rujak buatan sang mama. Di rumah hanya ada mereka bertiga, Ara sedang bermain voli bersama ibu-ibu yang lain, sementara Altair sedang ada pekerjaan di ibu kota negara. Untuk ke ibu kota negara, butuh waktu satu hingga dua jam. Hal itulah yang membuat mereka tidak sering berkunjung ke rumah Adiyaksa.
"Kakak tampan nya gimana kak?" tanya Aric tiba-tiba.
"Gak gimana-gimana. Masih cuek "
"Kakak sih pakai dandanan nerd. Coba kalau nggak, dia pasti terpesona."
"Aric!" tegur Al saat mendengar adiknya mengajarkan hal-hal aneh kepada kakaknya.
"Beneran tahu, Al. Barangkali kakak tampannya tidak suka kalau perempuan nerd. Kakak kan lagi cosplay sekarang." Aric semakin lancar berceloteh.
"Tapi kakak suka sih. Soalnya jadi bisa filter teman." ringis Ale.
"Makanan yang kakak kasih gimana?" kini Al yang bertanya.
"Gak gimana-gimana, gak dia makan juga. Tapi dikasih ke temannya."
"LAGI?" kompak Al dan Aric.
"Iya." Ale mengangguk.
"Daripada dibuang, lebih baik begitu. Tapi kak, sepertinya kakak juga harus peka." Al memberiku pengertian kepada kakaknya.
"Selagi belum keterlaluan, kakak rasa, kakak masih bisa sih." Ale tersenyum tenang.
"Semangat kak! Namanya juga love at first sight kan yah? Jadi mesti dikejar dengan segala effort yang kita miliki. Asekk. Syahdu banget yah?"
Ale ngakak mendengar ucapan adik bungsunya. Padahal mereka masih kelas dua SMP, tapi sudah bisa sedewasa ini dalam hal berpikir.
"Seru sekali kelihatannya." ujar Ara yang baru datang.
"Sini ma, makan rujak dulu." ajak Ale.
"Papa gak pulang ma?" tanya Al.
"Pulang kok, tadi katanya sudah di jalan." Ara menjawab pertanyaan anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments