Eps. 6

Edgar duduk di atas tempat pembaringan, dia menatap perutnya yang terluka sampai membuat dirinya demam.

" Sialan, bajingan itu berhasil menusukku, dia sama saja mengantarkan nyawanya ke tanganku!" Edgar menatap luka yang sudah ditutup oleh Rhea dengan tatapan kesal dan marah. Dendam kesumat menguasai pikirannya. Dia duduk sendirian di dekat jendela samping kediaman Rhea, menatap jauh ke arah bulan yang menerangi kota itu.

Hawanya terasa dingin menusuk, angin lumayan kencang hari ini, terlihat juga awan hitam mulai memenuhi langit pertanda hujan akan segera turun.

" Kak, aku menyusul kak Rhea dulu, kakak beristirahatlah, jangan lupa tutup jendelanya, hujan mungkin akan segera turun," ucap Ahin pada pria itu.

"Apa butuh bantuanku?" tanya Edgar sambil berusaha bangkit berdiri meski rasa sakitnya cukup menyebalkan.

Ahin menggelengkan kepalanya, " apa kakak pikir orang yang sakit bisa membantu? yang ada kakak hanya akan jadi beban, jadi tetaplah diam di sana dan beristirahat agar kakak cepat pulih," ucap Ahin dengan nada datar nan sarkas nya.

jleb!

Bak ditusuk belati tajam, Edgar terhenyak mendengar ucapan tajam dari pria itu. Baru kali ini dia diperlakukan sedemikian kejam oleh seseorang apalagi orang itu adalah bocah ingusan yang usianya jauh di bawah Edgar.

" Dasar bocah ini!" batin Edgar, tetapi dia tersenyum. Entah kenapa dia tidak marah, padahal biasanya jika ada yang bertindak semena mena pada dirinya, dia pasti akan mengamuk dan membunuh orang itu dengan tangannya sendiri. tetapi bocah itu maupun kakaknya Rhea, tidak membuat Edgar merasa marah.

Pria itu justru merasa hidup selayaknya orang normal.

Ahin pergi setelah berpamitan, anak itu berjalan menuju pangkalan gerobak sang kakak yang tengah berjualan mengumpulkan uang untuk kebutuhan hidup mereka.

Ahin melangkah dengan cepat, apalagi hujan sepertinya akan segera turun, dia tak ingin kakaknya kesulitan.

Sementara itu, di kediaman Rhea, Edgar tengah menghubungi bawahannya.

" Lan, apa yang ku minta sudah kalian bereskan?" tanya Edgar dengan nada datar nan dingin menusuk sampai ke tulang tulang.

" Sudah tuan, tetapi bos mereka melarikan diri, saat ini Victor sedang mengejar mereka, tuan David dan Tuan Xavier sudah mengetahui kejadian ini," terang Lan. Dari balik suaranya terdengar suara teriakan dan pukulan yang sangat kuat, sepertinya penyiksaan sedang berlangsung di markas besar itu.

" hmmm... kau mengirim anjing gila itu, dia pasti akan membuat kekacauan besar," ucap Edgar.

" Maaf tuan, tapi anda tahu sendiri kalau Victor sangat terobsesi dengan anda," ucap Lan dengan nada kesal.

" Ck.. jangan sebut bajingan itu lagi, sudahlah, selanjutnya kau cari wajah anak anak yang ku kirim padamu, cari tahu seluruh informasi mereka terutama orangtua mereka!" ucap Edgar dengan senyuman menyeringai di bawah sinar bulan purnama.

" Untuk apa tuan? apa mereka menggangu anda? mereka kan hanya anak ingusan?" tanya Lan heran, sekalipun Edgar adalah binatang buas yang tidak punya perasaan, dia tidak akan pernah menyentuh anak-anak atau wanita, tetapi kali ini aneh, Edgar sampai mencari tahu identitas anak anak.

" Aku ingin memberi sedikit pelajaran berharga bagi mereka karena sudah berani menyakiti adik iparmu," ucap Edgar dengan serius.

"Uhuk!!"

" Edgar apa kau sedang tidak waras? adik ipar? kau sudah menikah? dengan siapa? dengan model telanjang itu atau artis sinting itu? kau sedang tidak waras ya?" Lan terkejut bukan main dengan ucapan atasan sekaligus sahabatnya.

" Lan..."

" Ekhmm.. ba-baik akan kulaksanakan, cepatlah kembali dan rawat dirimu dengan benar atau Victor dan Xavier akan membuat kekacauan, dan jangan sampai Cain mengetahui ini," ucap Lan.

" Tidak mau!" ucap Edgar lalu memutus panggilan itu secara sepihak.

Di seberang sana, Lan menatap ponselnya dengan mata membulat sempurna sambil menggertakkan giginya saking kesalnya dengan sikap semena mena pria itu," dasar bos keparat aarrkhhhh kau membuatku kepanasan bangsaaat!!!" pekik Lan melengking sampai suaranya serak saking kesalnya dengan kelakuan bosnya yang aneh.

" Arkhhhhhh sialan, cobaan apa lagi ini!!!" pekik Lan sampai nafasnya tersendat sendat.

Sementara itu, Edgar duduk di dekat pintu sambil menatap langit yang semakin lama semakin menghitam, entah kenapa dia merasa khawatir kalau Kakak beradik itu akan kesulitan.

Dia mengutak-atik ponselnya, menghubungi anak buahnya.

"Bos!? Bos di mana!? Base camp kacau karena kehilangan bos!!" Suara teriakan khawatir terdengar dari seberang sana, membuat Edgar sontak menjauhkan ponsel dari telinganya. Dia berdecak kesal, anak buahnya entah kenapa selalu sangat heboh jika berurusan tentang dirinya.

"Suaramu!"

"Kau mau mati hah!?" Kesal Edgar.

"Eh.. ma-maaf bos," ucap Abel Dominic, kepala komandan pasukan black Dragon yang berada di bawah kekuasaan Edgar Absalom.

"Cari lokasi dua orang yang baru saja ku kirim fotonya, bantu mereka jika menemui kesulitan, hujan sepertinya akan segera tiba, akan kupatahkan kedua kakimu jika sampai keduanya kehujanan!" Kecam Edgar.

"Ta-tapi bos!!!" Abel protes.

"Mau protes!?" Tanya Edgar datar.

"Bu-bukan, alamatnya di mana bos!? " Tanya Abel dengan nada ragu.

"Hahh.... Kau memang tidak bisa diandalkan, percuma kau komandan pasukan, percuma kau bekas tentara bayaran, percuma kau hebat mengutak-atik jaringan kalau mencari mereka saja kau tidak berguna!"

"Dasar otak udang!" Kesal Edgar.

"Eh... Bo-boss... Anda yang salah, kenapa memberi foto tanpa alamat, ada ada saja... Ya sudah saya cari, jangan mengomel lagi!" Balas Abel dengan nada kesalnya.

Edgar menutup panggilannya, dia berdecak kesal, dia tahu betul kalau anak buahnya itu sangat gila, mereka bisa mencari orang hanya dengan menggunakan suara, tapi Abel malah menanyakan alamat.

"Konyol sekali, awas kau nanti, saat aku kembali akan kutonjok rahangmu itu sampai hancur!" Umpat Edgar dengan kesabaran setipis tissu dibagi sepuluh.

Edgar menatap rumah semi beton itu, atapnya langsung terlihat, ditutupi oleh seng tipis yang mulai karatan. Meski bagi Edgar rumah itu selayaknya disebut gudang, tetapi rumah itu menjadi tempat tinggal kakak beradik yang mencuri perhatiannya itu.

Dia bangkit berdiri sambil menahan rasa sakit di perutnya. Dia mulai lapar, hanya makan sedikit gorengan yang diberikan Rhea tadi tak membuatnya kenyang, tapi selera makannya lenyap karena sakitnya, sungguh membingungkan.

Dia melangkah menuju dapur, menatap kondisi rumah yang meski sudah hampir runtuh tapi ditata rapi oleh Rhea. Basic Rhea sebagai Mentan mahasiswa keperawatan memang terlihat jelas, rumah itu sangat bersih dan nyaman.

Edgar melihat-lihat rumah itu hingga tiba-tiba suara ketukan pintu mengejutkan dirinya.

"Rhea keluar kau!!" Suara teriakan seorang pria terdengar begitu lantang.

"Rhea keluar kau, lunasi utangmu dasar jal4ng sialan, aku sudah berbaik hati menolongmu tapi kau menolak lamaran ku, keluar kau perempuan sialan, bayar utangmu!!" Pekik pria itu sambil memukul pintu rumah Rhea dengan begitu keras.

"Astaga, Si Joni berulah lagi, dia mabuk dan mengganggu rumah Rhea lagi!!" Para tetangga mulai heboh mendengar teriakan pemabuk itu.

"Rhea sialan, keluar kau, dasar penjilat selangk@nngan! Aku tahu kau jadi simpanan om-om, kenapa kau tak mau menikah denganku!!" Pekik Jono histeris.

Cintanya ditolak mentah-mentah oleh Rhea. Hanya karena dia pernah membantu Rhea dengan memberi pinjaman uang, dia berpikir kalau dia bisa memiliki Rhea.

Edgar mengerutkan wajahnya mendengar suara pria itu, bau alkohol langsung tercium, " keparat ini, beraninya dia datang ke sini dalam kondisi mabuk, apa gadis itu menghadapi orang gila ini setiap hari!?" Batin Edgar tak senang.

Dia mengambil pentungan satpam yang entah bagaimana tergeletak di ruangan depan. Sambil berjalan dia mendengar beberapa tetangga mulai memanggil si Jono yang gila dan mabuk berat.

"Jono pulanglah, Rhea tak di rumah, dia berjualan, kau ini sudah gila!? Lagian Rhea tidak akan mau menikahi pemabuk seperti mu!" Kesal para tetangga.

"Ck.. sialan, diam kalian, malam ini aku pasti akan menikahi si Rhea!" Pekik Jono yang tiba-tiba pergi dari sana dengan nada kesal.

"Dia pergi!?" Batin Edgar.

"Aku akan menemuinya di tempat jualannya!" Teriak Jono sambil menyalakan sepeda motornya yang sangat berisik.

Brummm.. brummm......

Edgar terbelalak, jika demikian, Rhea pasti akan dalam bahaya.

Dia membuka pintu dengan panik, " sialan, mau ke mana keparat itu!" Umpatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!