Labirin Cinta

Labirin Cinta

Orang ketiga.

"Ardan!"

Teriakan itu terdengar begitu melengking memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu turut jatuh ke tanah sekotak kue yang sekarang telah hancur berantakan.

Wajah gadis berambut panjang itu begitu marah, bola matanya yang coklat terang begitu tajam seakan siap untuk menerkam dua orang anak manusia yang terpergok sedang berpelukan di depan matanya.

Tangannya dengan cepat melempar buket bunga yang dia bawa ke arah lelaki itu dengan kasar.

"Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Dia, kami-" Ardan menelan ludahnya. Dia berusaha untuk menjelaskan tetapi tangan putih gadis itu sudah lebih dulu mencengkram kerah bajunya.

Raisa begitu marah. Satu tendangan dia layangkan di pusat inti Ardan hingga lelaki itu jatuh ke tanah dengan keadaan membungkuk menahan sakit.

Mata tajam Raisa kini beralih pada wanita bermata sembab yang masih terpaku di tempat duduknya. Wanita itu melongo antara percaya dan tak percaya jika Raisa yang selalu terlihat lemah lembut berubah menjadi sangat mengerikan saat marah.

"Kau! Apa tak ada lelaki lain yang bisa kamu goda selain kekasihku, hah! Dasar bicth!" maki Raisa kesal.

"Raisa, jaga ucapanmu! Semua tidak seperti yang kamu pikirkan," tampik Ardan cepat. Dia menarik tubuh tingginya untuk berdiri tegak di hadapan Raisa, walau masih dengan meringis menahan sakit di bagian bawahnya yang masih berdenyut nyeri.

"Memangnya apa yang seharusnya aku pikirkan tentang yang barusan kalian lakukan, hah? Aku tidak buta dan apa yang kalian lakukan di belakangku ini sungguh keterlaluan. Pantas saja sedari tadi ponselmu sangat sulit untuk dihubungi, ternyata sedang asik berbagi kehangatan dengan perempuan ini! Bajingan!" balas Raisa tak kalah menantang.

Dadanya bergemuruh terbakar api cemburu. Otaknya tak mampu lagi berpikir jernih walau hanya sekedar untuk memfilter kalimat-kalimat umpatan kasar yang keluar dari bibir tipisnya.

Tak lagi dia hiraukan keadaan dirinya yang kini tengah menjadi tontonan beberapa pasang mata yang juga tengah duduk santai di taman tersebut.

Hari ini adalah hari anniversary hubungan mereka yang ke tiga sebagai seorang kekasih. Raisa ingin memberikan kejutan untuk Ardan. Dia datang ke apartemen lelaki itu dengan sebuah kotak berisi kue tart serta sebuah buket bunga indah. Namun saat sampai di depan pintu apartemen Ardan, Raisa tak mendapati keberadaan kekasihnya.

Raisa sempat menelpon Ardan berulang kali, tetapi lelaki berkulit cerah itu tak juga mengangkat panggilannya.

Raisa kesal, dia berencana untuk pulang ke rumah. Ketika melewati taman yang berada dekat parkiran gedung apartemen, mata Raisa tak sengaja menangkap siluet tubuh Ardan yang tengah duduk dengan orang lain di balik pohon cemara setinggi dua meter. Dan benar saja, lelaki itu memang berada di sana bersama Velia dalam keadaan saling berpelukan mesra di bawah sinar lampu taman yang remang-remang.

"Tadi aku hanya sedang menghibur Velia yang sedang patah hati. Dia baru saja dikhianati oleh kekasihnya," Ardan berusaha menjelaskan situasi yang tengah dia alami. Dia tentu saja tak mau hubungan dengan sang kekasih menjadi semakin buruk karena kesalahpahaman yang tengah terjadi.

Ardan mencintai Raisa tetapi dia juga menyayangi Velia yang sudah dia anggap seperti adik perempuannya sendiri. Mereka sudah begitu dekat sejak kecil dan setiap ada masalah, Ardanlah menjadi tempat pertama yang Velia datangi untuk berbagi kesedihan hatinya.

"Oh, menghibur, ya? Sepertinya kamu menghiburnya dengan sangat baik ya," cibir Raisa dengan mimik wajah jijik.

"Bukan begitu maksudku, Sa. Kumohon dengarkan penjelasanku dulu!"

Velia yang merasa tak enak hati pun ikut berdiri dan ingin membantu Ardan untuk menjelaskan pada Raisa yang tengah emosi.

"Apa yang dikatakan Ardan benar, Sa. Aku dan dia itu-"

Raisa mengangkat tangan kanannya untuk meminta wanita berambut pendek sebahu itu untuk berhenti. Dia tak ingin lagi mendengar penjelasan apa pun, apalagi dari mulut Velia. Melihat wajahnya saja sudah membuat Raisa muak.

"Aku mau kita putus! Dan mulai hari ini jangan pernah hubungiku lagi!"

Ardan tersentak kaget. Dia menatap Raisa tak percaya jika gadis itu akan mengatakan kalimat tabu itu padanya.

"Apa yang kamu katakan, Sa. Jangan mengambil keputusan yang gegabah. Aku tidak mau kita putus."

Raisa tersenyum getir. "Kamu tidak mau kita berpisah tetapi kamu terus menyakitiku dengan bersama dia! Apa kamu pernah sekali saja memikirkan perasaanku?"

Ardan mendekati Raisa perlahan. Dia ingin meraih tangan gadisnya, tetapi Raisa langsung mundur satu langkah untuk menghindarinya.

"Aku dan Velia hanya sahabat, kumohon percaya padaku, Sa."

"Di dunia ini tak ada laki-laki dan perempuan dewasa yang bisa menjalin hubungan murni bersahabat. Apa kamu tidak tahu Ardan, Velia itu menyukaimu. Itu sebabnya dia selalu bermasalah dengan para kekasihnya karena sebenarnya dia menyukaimu!" tutur Raisa membeberkan apa yang dia ketahui tentang wanita yang kini berdiri di samping kekasihnya itu.

"Itu tidak benar. Velia mana mungkin menyukaiku, kamu tahu sendiri setiap kami bertemu, kami kerap bertengkar dan mempeributkan hal-hal kecil. Itu hanya persepsimu saja Sayang, karena kamu sedang cemburu terhadap kami. Lagi pula aku sudah menganggap Velia seperti adik perempuanku sendiri," tampik Ardan tak terima dengan apa yang Raisa katakan.

Raisa menghela napas. Dia melihat sekilas ke arah Velia yang tertunduk lesu mendengarkan ucapan Ardan tentang dirinya. Di mata Ardan, Velia tak lebih dari seoarang adik untuknya.

"Terserah padaku jika kamu tak percaya padaku. Tetapi yang pasti aku sudah capek melihat hubungan kalian yang begini mesra seperti ini. Kamu juga selalu lebih mementingkan dirinya daripada aku sampai-sampai kamu lebih memilih bersamanya daripada aku. Bahkan kamu lupa jika hari ini adalah hari aniversary hubungan kita kan?"

Ardan terdiam. Dia semakin terpojok dengan kalimat Raisa yang tepat. Dirinya memang sempat lupa jika hari ini adalah hari jadi mereka yang ke tiga.

Melihat keterdiaman Ardan membuat Raisa yakin apa yang dikatakannya barusan benar. Ardan memang benar-benar lupa dengan hari spesial mereka.

"Aku mau kita putus!" tandas Raisa kecewa. Dia berbalik pergi meninggalkan Ardan dan Velia dengan langkah kaki yang cepat.

Matanya sudah mulai memanas menahan air mata kekecewaan yang sedari tadi dia tahan.

Raisa terus melangkah dengan cepat. Tak dia hiraukan suara Ardan yang terus memanggil namanya dari belakang.

Hatinya sudah terlanjur sakit dengan sikap lelaki itu yang tak pernah tegas dengan hubungan mereka. Ardan selalu saja lebih mementingkan Velia dari dirinya hanya karena Velia adalah sahabatnya sejak kecil dan tengah membutuhkan dirinya.

Sementara dirinya? Ardan seakan lupa jika rasa sabar ada batasnya. Dan hari ini Raisa tak bisa lagi mentolerir sikapnya.

Raisa masuk ke dalam mobil. Dia menangis tanpa suara dari balik kemudi. Kaca yang tertutup rapat membuatnya lebih leluasa untuk menumpahkan air matanya.

"Rasanya sakit sekali. Aku yang meminta putus darinya tetapi kenapa sekarang justru aku yang menyesalinya. Bahkan belum ada satu jam kalimat itu terlontar," gumam Raisa disela tangisnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!