Mengibarkan bendera perang.

"Ardan sakit," rintih manja Velia di dalam dekapan hangat tubuh Ardan.

Tangan Raisa terkepal erat. Hatinya membiru melihat adegan yang tengah ada di depan matanya saat ini. Dia dan Ardan tiba di rumah Velia beberapa menit yang lalu. Rumah itu tampak kosong dengan posisi pintu utama yang tidak terkunci.

Sayup-sayup telinga mereka berdua mendengar jeritan minta tolong Velia dari dalan kamarnya. Ardan yang khawatir langsung masuk tanpa permisi diikuti Raisa dari belakang.

Mereka berdua tersentak kaget mendapati Velia yang terbaring tak berdaya di pinggir ranjang sembari meringis memegang kakinya yang terlihat sedikit bengkak pada pergelangan kaki.

Sontak Ardan mengangkat tubuh Velia dan membawanya ke ruang tamu yang berada tepat di depan pintu kamarnya.

"Aku rasa sebaiknya dia kita bawa ke tukang urut saja. Dia terkilir dan apa kamu bisa mengurut pergelangan  kaki yang terkilir? Lagian luka di kakinya juga gak seberapa," saran Raisa. Ardan meletakkan tubuh Velia hati-hati di atas sofa.

"Gak perlu. Aku tidak tahan di urut sama tukang urut. Cukup dikompres saja nanti juga sembuh," tolak Velia cepat. Dia memberikan tatapan mata tak suka pada Raisa.

"Dasar pengacau. Kenapa kamu ikut datang kesini sih! Mengganggu saja!" umpat Velia di dalam hati.

"Tentu saja aku harus datang. Aku harus melindungi kekasihku dari rubah betina sepertimu," balas Raisa di dalam hati. Mereka berdua seakan bisa berbicara melalui pancaran mata yang tajam.

"Apa yang dikatakan Raisa itu benar, Vel. Aku antar kamu ke tukang urut saja ya, biar kaki kamu cepat sembuh."

"Aku gak mau, Dan."

"Terus mau kamu bagaimana?" Raisa kesal dengan nada manja Velia yang terdengar dibuat-buat.

"Ini rasanya sakit sekali. Kamu kompres atau urut saja perlahan, pasti dia sembuh," keluh Velia bergelayut manja di lengan Ardan. Dia mengabaikan tatapan geram Raisa padanya.

Raisa mencoba untuk bersabar yang dia bisa agar tangannya tak mendarat di atas kepala wanita itu lalu kemudian mencabut rambutnya hingga ke akar.

Raisa menarik lengan Ardan sedikit kuat hingga gandengan tangan Velia terlepas dari tangannya yang satu lagi.

"Ayo kita pulang. Aku yakin sahabat kesayangan kamu ini dalam keadaan baik-baik saja."

"Aduh, sakit Dan," rintih Velia kembali. Dia kembali menunjukkan ekspresi kesakitan untuk memancing belas kasihan Ardan padanya.

"Tunggu dulu, Sa. Kita tidak bisa meninggalkan Velia begitu saja di rumah ini dengan kondisinya yang seperti ini."

Ardan menggeser posisinya hingga kini berhadapan bertemu muka dengan Raisa.

"Kamu tunggu sebentar, ya. Aku mau mencari kotak P3K di belakang, siapa tahu Velia menyimpan minyak gosok atau sejenisnya di sana," lanjut Ardan meminta pengertian Raisa.

Raisa tidak menjawab selain tatapan dingin yang dia pancarkan.

Ardan tak menunggu jawaban dari Raisa. Dia langsung bergegas menuju dapur mencari apa yang sedang dia butuhkan saat ini untuk mengobati gadis berambut sebahu itu dengan cepat.

"Kamu sengaja kan? Aku yakin kamu hanya pura-pura  terjatuh. Kalau pun memang benar, kenapa harus Ardan yang kamu hubungi. Apa tak ada orang lain yang bisa kamu repotkan selain kekasih orang lain," bisik Raisa selepas Ardan pergi. Dia masih berdiri tegak sembari mendekap lengannya.

Velia menyenderkan punggungnya pada sofa dengan santai. Seringai tipis terbit di sudut bibirnya.

"Kamu cemburu?"

Apa masih perlu untuk ditanyakan lagi. Jelas saja Raisa cemburu. Waktu yang seharusnya hanya untuknya kini harus terbagi dengan Velia. Mereka berdua tampak seperti saingan cinta saja.

"Ya ampun Raisa, aku dan Ardan itu tidak punya hubungan apa-apa. Kami hanya berteman, itu saja. Jadi kamu gak perlu terlalu waspada terhadapku."

"Teman? Dengan sikapmu yang menempel manja dengannya. Apa kamu pikir aku percaya semua alasanmu."

"Aduh, sakit." Velia kembali merintih melihat Ardan datang dengan botol minyak angin kecil di tangannya serta mangkok kecil berisi air hangat untuk mengompres kakinya.

"Ada apa?" tanya Ardan bingung mendapati atmosfer dingin di antara kedua wanita itu.

"Tidak ada apa-apa. Aku mau pulang, jika kamu mau tetap di sini ya silakan."

"Tapi Sa, kita tidak mungkin meninggalkan Velia di sini sendirian."

Ardan meletakkan apa yang ada di tangannya ke atas meja. Dia memandang Velia yang tengah meringis dengan iba. Dirinya lebih memilih duduk di sebelah Velia, meraih kaki putih Velia dan membalurnya dengan minyak angin serta memijitnya pelan sebelum mengompresnya dengan air hangat.

Raisa mendapati senyum kemenangan dati bibir Velia yang diam-diam meliriknya. Hati Raisa semakin kesal.

"Sa, maaf ya. Aku sudah merepotkanmu. Kalau tidak ada kalian berdua, aku tidak tahu bagaimana nasibku saat ini."

"Sudahlah, Ve. Kamu gak perlu sungkan, bukankah kita ini teman lama," balas Ardan. Matanya fokus melihat pergelangan kaki Velia. Memberikan pijitan lembut di sana yang begitu Velia nikmati.

Hati Velia bersorak riang. Tatapan matanya ke arah Raisa dengan senyum tipis yang membakar hati Raisa. Raisa merasa terabaikan dengan sikap Ardan yang seperti ini.

"Sudah sini biar aku saja yang membantu memberikan minyak angin itu pada kakinya." Raisa mendorong lengan Ardan untuk menyingkir dari tempatnya.

"Apa kamu bisa, Sayang?" tanya Ardan meragukan.

"Kamu jangan meragukan kemampuanku. Aku ini paling jago dalam soal memijit. Di rumah saja, Mama dan Papa sampai ketagihan dengan pijitanku. Hanya aku saja yang malas melakukannya. Capek."

Raisa memberikan senyumannya yang begitu manis. Ardan beranjak memberikan posisi duduknya pada sang kekasih.

"Gak perlu, Sa. Nanti merepotkan kamu." Velia menggeser kakinya perlahan. Firasatnya mulai tak enak dengan senyum yang Raisa berikan.

Raisa menahan kaki Velia cepat agar gadis itu tidak bisa kabur darinya.

"Kaki ini harus di pijit dengan cepat, jika tidak akan terjadi peradangan. Kamu gak perlu sungkan, aku ikhlas kok melakukannya."

Satu, dua, tiga. Raisa memulai aksinya. Dia mengambil sedikit minyak angin kemudian memijit pergelangan kaki Velia perlahan sambil dia tekan dengan kuat. Layaknya pemijit yang profesional.

Velia meringis menahan sakit sembari mengumpat di dalam hatinya.

"Sialan. Dia pasti sengaja kan. Sakit banget, setan. Kakiku yang tak sakit jadi terkilir beneran di tangannya."

"Tahan sedikit ya, ini mungkin sedikit sakit. Tapi kamu pasti sembuh," ujar Raisa. Velia gelisah, dia menatap Ardan yang berdiri di balik punggung Raisa. Tatapannya seakan meminta pertolongan.

Tangan kiri Raisa menahan pergelangan tangan bagian atas kaki Velia. Sementara tangan kanannya mulai memutar telapak kaki itu secara memutar.

"Kamu mau ngapain? Kakiku sudah mendingan jadi gak perlu di urut lagi," ucap Velia menahan tangan Raisa yang tengah bersiap-siap menarik kakinya.

"Ini sudah hampir selesai kok. Sedikit lagi, ya. Sudah, kamu diam saja dan percayakan saja denganku."

"Tapi—"

Kletak!

"Arkhhhh!" Velia menjerit histeris. Seketika kakinya terasa berdenyut nyeri, lemas tak berdaya dengan air mata yang mulai menitik di pipi.

Terpopuler

Comments

Yuli a

Yuli a

rasain..🤣🤣🤣🤣

2024-03-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!