Ardan membantu Velia keluar dari ruangan dokter ortopedi. Kaki yang terpasang gips membuat wanita itu sedikit kewalahan untuk berjalan.
"Ini semua karena ulahmu. Kamu sengaja kan membuatku seperti ini?" ketus Velia kesal ketika Raisa menghampirinya dengan kursi roda yang didorongnya.
"Ya, maaf. Aku kan berniat baik untuk membantumu. Mana aku tahu bakalan jadi begini," ucap Raisa pelan. Dia menundukkan sedikit kepalanya sebagai rasa bersalah, tetapi hatinya justru tertawa bahagia.
"Aku kan tidak memintamu untuk mengurutku. Seharusnya Ardan dan akibat ulahmu ini, kakiku mengalami dislokasi," marah Velia.
Intonasi suaranya terdengar sedikit meninggi hingga beberapa pasang mata yang sedang menunggu giliran itu pun mulai tertarik dan menatap ke arah mereka bertiga.
"Kita bicarakan ini di rumah saja. Tak enak dilihat orang!" ucap Ardan cepat-cepat menengahi perdebatan yang mungkin saja akan terjadi.
Ardan meletakkan Velia ke atas kursi roda kemudian mendorongnya menuju keluar dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Velia menatap dendam pada Raisa dari belakang.
Raisa tampak tenang duduk di sebelah Ardan yang tengah mengemudikan mobilnya. Rasa ngilu di kakinya tak sebanding dengan rasa sakit yang dia rasakan. Dia yang mencintai Ardan sejak dulu, tetapi kenapa justru Raisa yang bersanding di sebelah Ardan.
Apa lebihnya Raisa hingga sedikit pun Ardan tak mampu menoleh padanya. Perhatian dan kasih sayang yang Ardan berikan padanya tak lebih dari rasa kasihan. Dan Velia sadar akan itu.
"Ve, untuk sementara kamu tinggal di rumahku saja ya. Kamu kan seperti ini karena aku. Jadi sebagai permintaan maaf, biar aku yang membantu merawat kamu sampai sembuh," ujar Raisa membuyarkan keheningan.
Velia berdecak di dalam hati. Dia menginginkan Ardan yang memberikan tawaran itu padanya, bukan Raisa.
Jika dia tinggal di rumah Ardan, secara tidak langsung dirinya bisa lebih dekat dengan lelaki itu.
"Tidak perlu. Aku di rumah saja, lagian ada Bibi yang merawatku nanti," tolak Velia tegas.
Dia memiliki seorang asisten rumah tangga berumur sekitar empat puluhan yang tinggal bersamanya. Tadi dia sengaja menyuruh asisten rumah tangganya itu untuk pergi ke pasar sejenak saat Ardan datang dengan harapan bisa berduan bersama lelaki itu. Tetapi naasnya Ardan datang bersama Raisa yang membuat nasibnya jadi sial.
Pura-pura sakit kaki hingga kini dia sakit kaki beneran. Dislokasi sendi yang dia derita tidak terlalu parah, tapi cukup membuat pergerakannya tak nyaman untuk dua minggu ke depan.
"Tapi sepertinya Bibi jarang di rumah. Buktinya tadi kamu di rumah sendirian. Aku rasa tawaran Raisa itu ada benarnya juga, Vel. Bagaimana jika nanti terjadi apa-apa lagi sama kamu?" ucap Ardan setuju dengan tawaran yang diberikan Raisa.
"Ckk ... aku tidak nyaman tinggal dengan orang yang tidak aku kenal dan kamu juga tau itu kan, Dan."
"Terus bagaimana?" sambung Ardan. Matanya masih fokus pada jalan raya yang cukup ramai.
"Aku di rumahmu saja, Dan. Aku yakin Tante Tina pasti tidak keberatan dengan itu. Kami kan sudah sangat dekat seperti ibu dan anak," pinta Velia penuh harap.
Mata Raisa mendelik. Dia langsung menoleh pada Ardan yang kini pun juga tengah menatap ke arahnya sekilas.
"Awas saja kamu setuju," batin Raisa berkata.
Paham dengan gelagat kekasihnya yang tampak tak suka. Buru-buru Ardan membalas ucapan Velia.
"Bukannya tak boleh, tapi saat ini Mama sedang sibuk ke rumah saudaranya yang ada di Bumi Ayu. Kamu kenal Mbak Reni? Dia akan menikah jadi Mama masih sibuk di sana. Sebaiknya kamu di rumah Raisa saja biar lebih aman."
Ardan membelokkan stirnya ke arah kanan. Memasuki jalan besar menuju sebuah restoran padang yang berada satu kilo meter lagi di depan sana. Perutnya sudah terasa lapar dan menuntut untuk di isi.
"Aku gak mau ke rumah Raisa. Aku tak nyaman. Jika tidak bisa di rumahmu maka aku di rumahku saja. Aku bisa mengurus diriku sendiri dan jangan khawatir," tolak Velia yang tetap kekeuh dengan keinginannya.
"Dasar centil. Bilang saja kamu sengaja meminta untuk tinggal sementara di rumah Ardan. Bilang saja mau curi-curi kesempatan untuk mendapatkan perhatian kekasihku. Tak akan aku biarkan!" balas Raisa lagi di dalam hati. Gigi grahamnya bergemerutuk menahan kesal.
Suasana di dalam mobil sedikit canggung. Velia yang keras kepala tetap pada keinginannya. Dia hanya ingin dekat dengan Ardan. Itu saja.
"Terserah kamulah. Aku sudah menawarkan diri untuk membantumu, kalau kamu gak mau ya sudah," balas Raisa berusaha cuek. Toh ... Velia cuma dislokasi bukannya patah tulang. Pikirnya jengkel.
Semakin lama semakin tampak di matanya jika Velia tidak hanya sebatas teman untuk Ardan. Tetapi wanita itu terus berusaha mencari-cari kesempatan agar bisa terus berdua dengan kekasihnya. Tentu saja Raisa tak akan membiarkan semua itu terjadi.
Bodohnya Ardan justru sedikit pun tak menyadari itu. Hembusan nafas panjang keluar dari hidung Raisa.
Gadis bermata bulat itu menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi mobil itu pun kini lebih memilih untuk menatap ke luar jendela daripada melanjutkan obrolan bersama Velia.
Ada perasaan lelah yang tengah dia rasakan saat ini. Keberadaan Velia di tengah-tengah hubungan mereka mengganggu pikirannya. Sampai kapan semua ini akan terjadi?
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Ardan yang menyadari perubahan sikap Raisa hari ini.
"Aku akan antar kamu pulang dulu, Ve."
Ardan mengurungkan niatnya untuk mempir ke restoran Padang. Dia memutar stir menuju arah rumah Velia. Velia mengerutkan keningnya karena tak suka. Dia tahu kemana arah tujuan Ardan sebenarnya sebelum lelaki itu memutar kemudinya untuk berbalik.
"Loh ... kita tidak makan dulu? Bukannya di depan sana ada restoran yang biasa kita makan, Dan."
"Kita makan di rumah saja. Aku lupa kalau hari ini aku masih ada urusan yang harus aku selesaikan."
"Kalau begitu kamu antar Raisa saja lebih dulu! Kantormu dan rumahku kan masih satu arah," sambut Velia cepat.
Dia masih ingin berduaan dengan sang pujaan hatinya yang hanya bisa dia pendam di dada. Pandangan matanya tajam bagai laser menembus kepala Raisa dari belakang. Seharusnya dirinya yang duduk di sebelah lelaki itu, bukan Raisa.
Sementara Raisa hanya diam seribu bahasa. Wanita seakan berubah menjadi bisu saja.
"Aku akan mengantarmu lebih dulu!" putus Ardan tegas. Velia berdecak kesal di hatinya. Lagi-lagi yang terjadi tak sesuai keinginannya.
"Tapi Dan, aku lapar. Aku rasa Raisa juga pasti sama. Kita mampir makan di luar saja terlebih dahulu!"
"Tidak! Aku tidak lapar," ucap Raisa menyambar cepat.
"Sialan. Dia pasti sengaja bilang begitu kan. Biar aku diantar pulang Ardan lebih dulu! Awas saja kamu Raisa!" batin Velia mengutuk Raisa di dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Yuli a
raisa dilawan...🤣🤣
2024-03-12
0