Karena masih sayang.

"Aku sudah bilang padamu berulang kali. Mana ada laki-laki dan perempuan dewasa itu menjalin hubungan murni hanya sebagai sahabat saja. friend, that's bullshit!" Bella mengomentari sesi curhat Raisa tentang kekasih yang telah menjadi mantan itu.

Sudah lebih dari satu jam dia mendengarkan curahan hati Raisa dengan terpaksa.

"Yang bilang aku gak percaya dengan ucapanmu itu siapa? Aku juga berpikir akan hal yang sama, tapi masalahnya Ardan yang tidak mengerti. Dia lebih percaya dengan semua yang dikatakan wanita itu dengannya."

"Dasar cowokmu saja yang bego. Masa dia tidak paham gelagat wanita yang tertarik padanya atau tidak. Dari sikap wanita itu saja sudah tampak kalau dia selalu berusaha mencari perhatiannya. Atau jangan-jangan—" Bella menjeda ucapannya.

Raisa menoleh dengan kening yang berlipat dalam. Mata yang telah kering dari air mata itu masih meninggalkan jejak-jejak kesedihan di sana.

"Jangan-jangan apa maksudmu?" tanyanya penuh minat.

"Bisa jadi sebenarnya Ardan juga menikmati sikap wanita itu yang manja terhadapnya. Ya ... pura-pura tidak tahu tapi malu-malu mau," balas Bella seakan mengejek sikap Ardan yang tidak tegas pada wanita yang yang mencoba merusak hubungan mereka.

"Maksudmu, Ardan juga diam-diam menaruh hati pada Velia?" tebak Raisa memastikan.

Bella mengangkat kedua bahunya seraya menganggukkan kepalanya pelan. "Bisa saja kan, siapa yang tahu isi hatinya? Tapi dari sikap dan perilaku dia yang mengutamakan Velia daripada dirimu, aku rasa itu cukup menjelaskan semuanya."

Baru saja Raisa ingin membuka mulutnya, pintu kamarnya sudah lebih dulu terketuk dari luar.

Dia bangkit dari duduknya untuk membuka pintu tersebut. Tampak seorang wanita paruh baya yang menatapnya dengan raut wajah asam.

"Ada apa, Ma?"

"Ada pacar kamu di bawah," jawab Lani singkat kemudian berlalu pergi begitu saja.

Lani adalah Ibu sambung Raisa. Papanya menikah dengan Lani sepuluh tahun yang lalu setelah Mama kandung Raisa meninggal dunia karena sakit.

"Siapa, Sa?" tanya Bella penasaran.

Raisa menoleh kebelakang dengan gagang pintu yang masih di tangan.

"Ardan."

"Temui saja. Mungkin dia mau minta maaf padamu."

"Untuk apa? Lagian kami juga sudah putus hubungan. Aku rasa gak ada gunanya aku menemuinya."

Raisa masih kesal, itu sebabnya dia masih enggan bertemu dengan lelaki itu. Apalagi mendengarkan bujuk rayuan yang sama. Toh ... pada akhirnya Ardan juga bakalan kembali melakukan kesalahan yang sama.

"Temui saja. Aku tahu kok, kamu sebenarnya masih cinta kan sama Ardan? Jangan gengsi dan jangan bodoh, masa kamu kalah dari Velia. Seharusnya kamu bisa bikin Ardan membenci Velia," saran Bella. Raisa terdiam.

Dari lubuk hati yang paling dalam dirinya masih menyimpan perasaan untuk Ardan. Ada sedikit penyesalan di hatinya setelah mengeluarkan kata kramat yang paling ditakutkan dalam sebuah hubungan.

"Sudah, jangan kelamaan mikir. Kalau masih sayang ya kamu perjuangkanlah. Depak tu Velia. Bibit-bibit pelakor seperti dia harus di basmi," ujar Bella memprovokasi. Tangan kanannya menepis ke udara.

Raisa akhirnya keluar dari kamar dan langsung menuruni tangga menuju taman samping tempat di mana Ardan selalu menunggunya saat berkunjung di rumahnya.

Raisa duduk di hadapan Ardan dengan wajah dinginnya.

"Sayang, kamu masih marah denganku?" Ardan meraih tangan Raisa, namun Raisa menolak.

"Jangan pegang-pegang! Kita sudah selesai!" ucap Raisa ketus. Dia mengusap tangannya yang baru saja tersentuh oleh Ardan dengan gaya jijik.

Ardan menghela napas pendek. "Sa, tolong dengarkan aku dulu. Aku berani bersumpah jika aku dan Velia tidak memiliki hubungan apa-apa! Aku tu sangat Sayang denganmu. Mana mungkin aku menduakanmu dengan wanita lain."

"Sayang?" Raisa mencelingus. "Lalu dengan Velia apa? Cinta?"

"Aku sudah berulang kali jelaskan sama kamu. Aku dan Velia itu tidak ada hubungan apa-apa. Kami hanya teman saja. Kamu jangan kekanak-kanakan seperti ini dong, Sa."

Brak! Raisa menggebrak meja kuat seraya berdiri dari duduknya. Tatapan matanya begitu tajam dan penuh permusuhan.

"Aku kekanakan kamu bilang? Kamu itu yang tidak tahu diri. Berulang kali aku katakan, Velia itu ... ahhh, sudahlah. Kamu juga tak akan mengerti apa yang aku jelaskan nanti!"

Raisa merasa putus asa untuk menjelaskan pada Ardan. Tetap saja Ardan tidak mengerti apa sebenarnya yang menjadi masalah dalam hubungan mereka.

Ardan langsung bangkit dari duduknya dan menahan lengan Raisa saat gadis itu hendak pergi meninggalkannya kembali.

"Sa, aku mohon maafkan aku. Aku tahu aku salah dan aku janji akan memperbaiki kesalahanku. Tapi aku tak mau kita putus."

Raisa membalikkan tubuhnya hingga kedua matanya terserobok hingga untuk beberapa saat saling menatap.

"Sayang, please. Aku minta maaf dan janji tak akan mengulanginya lagi."

"Dan kamu pikir aku akan percaya. Kenapa kalian berdua gak jadian saja? Kamu dan Velia itu sangat serasi seperti jarum jam panjang yang selalu berputar di samping jarum yang pendek," urai Raisa.

"Harus berapa kali aku katakan. Aku hanya kasihan padanya, sebagai anak broken home, Velia tak memiliki seseorang untuk tempatnya bercerita.  Itu sebabnya dia selalu datang padaku karena kami berteman sejak kecil. Seharusnya kamu memiliki empati padanya sedikit saja."

"Haruskah aku berempati pada wanita lain yang terus menerus menempel pada kekasihku. Sampai kapan? Sampai kita menikah dan akhirnya dia menjadi duri dalam daging di pernikahan kita nantinya," sergah Raisa cepat.

Dia semakin kesal mendengar ucapan Ardan yang masih ingin membela sahabatnya itu. Raisa semakin curiga jika hubungan mereka berdua tak sekedar hubungan sahabat semata.

"Kok pembicaraan kamu jadi ke mana-mana, Sa? Aku kan hanya—"

"Sudah cukup! Kalau kamu ke sini hanya untuk melanjutkan perdebatan kita yang kemarin. Lebih baik sekarang kamu pergi. Aku capek!"

Ardan mengusap wajahnya kasar. Dia seperti baru tersadar dengan apa yang dirinya ucapkan barusan. Niat hati ingin memperbaiki hubungan di antara mereka berdua, namun apa yang dia lakukan justru semakin membuat hubungan itu semakin menjauh.

"Maafkan aku, Sa. Aku tak bermaksud seperti itu. Mungkin aku terlalu capek hingga ngelantur. Aku mohon maafkan aku dan aku akan lakukan apa pun agar kamu mau kita memperbaiki hubungan ini. Jujur aku masih sayang sama kamu, Sa. Aku tak mau kita berpisah."

"Kamu serius mau melakukan apa pun asalkan aku mau menerimamu kembali?" tanya Raisa mamastikan. Dia tak munafik, dirinya pun masih menyimpan perasaan sayang pada kekasihnya itu.

Ardan tersenyum mendapati harapan yang diberikan Raisa padanya. Dia langsung menggapai tangan Raisa sembari mengangguk.

"Kalau begitu jauhi Velia. Hapus semua kontak yang berhubungan dengan wanita itu! Kalau kamu ketahuan membohongiku, aku anggap kamu lebih memilih dirinya dibandingkan aku dan kita selesai!" ucap Raisa menekan kalimatnya.

Dia hanya menginginkan Ardan menjadi miliknya seutuhnya tanpa bayang-bayang teman masa kecilnya itu.

"Baiklah, aku akan turuti keinginanmu. Dan aku tak akan mengecewakanmu, aku janji."

Janji itu pun meluncur dari bibir Ardan. Namun apa Ardan bisa menepati janjinya? Entahlah, Raisa tak tahu. Namun yang pasti dia akan membuat Velia menyingkir dari hubungan mereka bagaimanapun caranya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!