Lelahku

Lelahku

1

1

"Rima, kamu tuh ngapain saja sih. Ini debu kok setebal ini. Rebahan saja sih kerjaan kamu. " Teriak Ibu mertuaku yang tiba-tiba datang. Pintu rumah memang tidak aku tutup rapat apalagi aku kunci, sehingga ia bisa leluasa masuk. Masih sore, aku fikri untuk apa juga menutup pintu dan menguncinya. Mas Rama juga sudah waktunya pulang kerja.

Seperti itulah kebiasaannya ibu mertua, ia suka datang dan pergi secara tiba-tiba. Rumah kami memang hanya berjarak beberapa puluh meter saja. Tapi, biarpun aku dan mas Rama sudah memiliki rumah sendiri, namun ibu mertuaku selalu saja ikut campur. Bahkan ia selalu saja menghinaku.

Saat ini aku sedang memandikan Risky, anak ku satu-satunya yang masih berusia dua tahun. Merawat rumah serta anak bayi tentu saja membuatku tidak pernah ada hentinya. Dan semua itu masih saja diprotes oleh ibu mertuaku.

"Assalamu'alaikum,,,, " Aku mendengar suara mas Rama diambang pintu. Rumah ini tidak terlalu besar sehingga aku yang berada di kamar mandi masih bisa mendengar suara mas Rama yang berada di depan.

"Wa'alaikumsalam. Baru pulang Ram? " Kata ibu mertuaku. Aku sengaja belum menjawab ucapannya. Aku tidak mau waktuku memandikan Risky terbuang begitu saja. Masa kecil anak-anak tidak akan pernah kembali. Aku tidak mau melewatkan sedikitpun semua hal bersama Risky.

Lain aku, lain pula mas Rama yang cenderung cuek dengan anaknya. Ia jarang sekali membantuku mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bahkan menjaga Risky saat aku mandi atau lainnya pun bisa dihitung dengan jari.

"Rima kemana bu? " Tanya mas Rama.

"Nggak tahu tuh istri kamu, rumah berantakan sudah seperti kapal pecah. Istrimu itu tidak becus banget sih Ram. " Lagi-lagi aku mendengar ibu menjelekkan ku dihadapan suamiku.

Selesai memandikan dan memakaikan baju untk Risky aku pun keluar. Telinga ini sungguh panas mendengarkan ocehan ibu dan anak yang kebanyakan isinya hanya menyalahkan ku.

"Mas, baru pulang? Ibu kapan datang? " Ucapku. Aku menyalami suami dan juga ibu mertuaku. Ajaran sopan santun yang diberikan oleh orang tuaku selalu aku ingat dan juga aku terapkan. Ya walaupun aku hanya mendapatkan mengajaran dan kasih sayang dari orang tuaku hanya sebentar saja.

"Rim, aku haus. Buatkan aku minum. Ibu juga pasti haus. Buatkan juga buat ibu ya. " Titah suamiku.

"Tolong bawa Risky sebentar ya mas. Aku buatkan teh hangat. " Ucapku. Cuaca juga sedang mendung, sepuluh menit yang lalu bahkan turun hujan. Sehingga minum teh hangat adalah pilihan yang tepat menurutku.

"Masak kamu tidak bisa sih Rim bawa Risky sambil buat minuman. Aku ini capek pulang kerja. Masih juga disuruh bawa anak. " Kata mas Rama.

"Iya nih Rim, kamu tuh nggak becus banget. Sudah cepat sana buat minuman. " Imbuh ibu mertuaku.

Jika sudah diserang oleh dua orang ini aku tidak bisa apa. Hanya air mata ini yang mengalir tiba-tiba tanpa aku pinta.

Membuat minuman di dapur dengan menggendong Risy adalah sesuatu yang berat menurutku. Badanku yang kurus harus menggendong Risky anakku yang tubuhnya semakin hari semakin gemoy saja. Bukan aku tidak bersyukur memiliki anak yang tumbuh gemuk dan sehat, namun jika sudah seperti ini aku sendiri yang ngos-ngosan. Untung saja aku selalu merebus air dan ku masukkan ke dalam termos. Sehingga untuk saat seperti ini aku tidak perlu susah-susah memasak air.

"Ini mas, bu. " Aku menyuguhkan dua cangkir teh hangat dengan asap yang masih mengepul.

"Kenapa hanya teh saja Rim? Pisang goreng nya mana? " Celetuk mas Rama.

"Maaf mas, pisangnya habis. Uang belanja juga sudah habis mas, kalau bisa setelah ini aku minta uang ya mas. Mau beli gula dan telur di warung depan. " Ujarku.

"Apa??? Minta uang? Kamu itu boros sekali sih RimRim. Uang dua ratus masak harus habis dalam satu minggu sih. Jangan jajan terus dong. Risky juga jangan dibiasakan jajan di luar. Nggak baik juga kan untuk kesehatan nya. " Kata mas Rama sok menasehati ku.

Astaghfirullah, kenapa aku bisa memiliki suami seperti mas Rama. Kenapa ia berubah setelah kami menikah. Padahal dulu saat kami abru dekat, mas Rama begitu royal kepadaku. Bahkan aku tidak meminta apapun ia berikan dengan cuma-cuma. Nah sekarang, saat kami sudah bersama dan aku dedikasikan diri dan hidupku untuknua justru ia berubah.

Satu minggu dua ratus ribu dengan seorang anak kecil umur dua tahun bagiku sangat sulit. Apalagi Risky juga masih menggunakan diapers. Ia juga sudah mulai mengenal jajanan yang kadang lewat di depan rumah. Setiap hari aku harus memitar otak mencukup-cukupkan uang dua lembar itu supaya cukup sampai mas Rama memberikan lagi.

"Heh,,,, kok malah bengong sih Rim. Dinasehati suami bukannya didengarkan eh malah ditinggal bengong. Tidak sopan. " Kata ibu mertua. Aku masih diam saja menatap mereka. Untung saja Risky anteng dengan mainannya yang diberi oleh tetangga kemarin. Sejak ia lahir anakku itu tidak pernah sekalipun dibelikan mainan oleh ayahnya. Sedangkan aku ingin sekali membelikannya namun apalah daya aku tidak punya uang. Mau bekerja pun aku tidak bisa, aku harus mengurus Risky dan rumah ini.

"Ram, mana uang yang ibu minta tadi? " Ibu menengadah tangannya pada mas Rama. Suamiku itu lantas mengeluarkan dompetnya dan memberikan lembaran uang merah sebanyak lima lembar kepada ibunya. Entah kapan ibu memintanya pada suamiku, atau mungkin ibu sudah mengirim pesan terlebih dahulu kepada mas Rama sehingga ia sore-sore begini datang.

"Ini bu,,, " Kata mas Rama.

"Nah begini dong, kalau dengan ibu jangan pernah pelit. Doa ibu itu manjur untuk kamu lo Ram. Ingat itu. Ya sudah ibu pulang dulu. "

"Ya bu. " Jawab mas Rama singkat.

Ibu mertua lantas pergi dari rumah ku ini. Senyumnya mengembang sambil memasukkan lima lembar uang seratus ribuan ke dalam saku daster yang ia pakai. Aku mendekati suamiku yang menghabiskan teh di dalam cangkirnya.

"Mas,,,, " Ucapku pelan.

"Apa lagi Rima? Aku mau mandi, gerah banget nih. " Mas Rama akan beranjak. Namun aku berusaha mencekal nya.

"Bagaimana dengan uang belanja ku yang habis mas. " Kataku. Mas Rama pun menatapku.

"Ini baru hari jumat Rima, dan seperti biasa kan aku akan memberikanmu uang belanja di hari senin. Faham. " Ucap mas Rama.

"Tapi mas,,,, "

"Tidak ada tapi-tapian. Salah sendiri jadi orang kok boros banget. Kamu tidak tahu bagaimana sulitnya mencari uang. Makanya boros. Sudah aku tidak mau ribut. Aku mau mandi dan istirahat. "

Mas Rama pun melenggang ke kamar meninggalkan ku yang masih mematung dalam diam. Baru kali ini kau meminta uang sebelum waktunya, tapi kenapa jawabannya begini. Biasanya uang itu akan habis di hari minggu sore. Tapi karena kemarin token listrik habis dan mas Rama mengatakan jika aku yang harus mengisinya nanti akan ia ganti. Tapi nyatanya, ia bahkan lupa dengan apa yang sudah ia katakan.

Ya Allah, besok aku harus memberi makan anakku dengan apa. Hanya ada beras satu liter dan uangku yang hanya tinggal dua ribu rupiah.

*******

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

Mampir 👍♥️

2024-06-23

0

Fitrian Delli

Fitrian Delli

minta cerai jgn bodoh, mn cukup uang segitu, dasar suami tak tau diri

2024-05-02

0

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

Vote 4 Rima.... 🥰

2024-03-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!