2
Namaku Rima cahaya melati. Sungguh nama yang indah yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Namun nasibku tidak seindah namaku. Kedua orang tuaku meninggal sejak aku berumur delapan tahun. Mereka meninggal karena sebuah kecelakaan. Dikampung, kedua orang tuaku termasuk orang yang berada. Mereka mempunyai sawah dan ladang yang luas. Juga memiliki sebuah toko kelontong di rumah. Rumah kami pun tergolong bagus untuk ukuran di kampung.
Sejak orang tuaku meninggal, aku di asuh oleh sepupu dari ibuku. Aku memanggilnya bibi. Ayah dan ibuku keduanya anak tunggal. Begitu pula denganku yang juga terlahir sebagai anak tunggal. Paman, bibi, dan juga kedua anak mereka tinggal di rumah ku saat ini. Mereka memang merawat dan menyekolahkan ku, namun semua hasil ladang, sawah serta toko kedua orang tuaku mereka kuasai. Hingga pada akhirnya aku lulus SMA mereka justru mengusirku. Aku pergi ke kota bersama dengan temanku yang juga ingin merantau. Kami bekerja di sebuah rumah makan dekat pabrik sepatu. Dari sanalah aku bertemu dengan mas Rama yang merupakan karyawan pabrik sepatu di sana. Kami saling dekat hingga akhirnya mas Rama menikahi ku.
Bu Lastri ibu mas Rama sejak awal tidak menyukaiku. Ia mengatakan jika aku perempuan yang tidak tahu asal usulnya. Atau perempuan yang tidak jelas. Padahal sejak awal pertemuan kami aku sudah menceritakan semuanya. Tentang keluarga ku hingga aku bisa merantau ke kota. Semua harta kedua orang tuaku dikuasai oleh paman dan bibi sampai saat ini. Entah bagaimana nasib kabar mereka. Aku yakin mereka hidup senang dengan harta kedua orang tuaku.
Ibu mertuaku tinggal dengan adik iparku. Retno namanya. Retno masih bersekolah di bangku SMA. Hingga seringkali ibu mertua meminta uang kepada suamiku dengan alasan untuk kebutuhan Retno. Padahal, ayah mertuaku seorang pensiunan pegawai negri. Jika untuk makan saja aku fikir cukup untuk mereka berdua. Sebab sekolah Retno juga gratis karena di sekolah negri.
"Rim, ini ada ikan. Tadi aku belinya banyak. Sudah ku goreng, kamu bisa pakai lauk dengan Risky. Oh ya nanti main ya ke rumahku. "
Alhamdulillah, betapa aku bersyukur atas rejeki pagi ini. Aku yang sudah bingung akan makan apa hari ini dengan anakku, Tiba-tiba mbak Yuni tetangga sebelah rumahku memberikan dua ekor ikan goreng. Mbak Yuni jugalah yang sering memberiku makanan dan juga mainan untuk Risky. Anak mbak Yuni juga seorang laki-laki dan saat ini sudah kelas satu sekolah dasar. Suami mbak Yuni adalah seorang guru yang sudah berstatus pegawai negri.
Mas Rama yang sudah tahu jika tidak ada lauk apapun di rumah kami, dan aku pun sudah bilang jika tidak ada uang justru ia malah cuek. Ia memilih berangkat lebih pagi ke pabrik karena ingin sarapan di sana. Enak sekali suamiku itu, hanya memikirkan dirinya sendiri. Ia malah berlagak marah kepadaku dan mengatai ku boros.
"Alhamdulillah mbak, terimakasih banyak. Kebetulan di rumah tidak ada lauk. Hanya ada nasi saja. Sekali lagi terimakasih banyak ya mbak. " Ucapku berbinar senang. Mbak Yuni tersenyum lalu meraih Risky ke pangkuannya.
"Memangnya Rama nggak ngasih uang Rim? " Tanya mbak Yuni yang sedikit tahu mengenai isi rumah tangga ku dengan mas Rama. Bukannya mengadu, namun aku tidak ada tempat lain untuk mengadu selain pada mbak Yuni. Ia sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri semenjak aku tinggal di sini dan menjadi tetangganya.
"Seperti biasa mbak. Dua ratus ribu seminggu. Dan uang itu sudah habis, kemarin Risky demam sehingga aku harus membawanya ke bu bidan. " Jawabku sambil meletakkan ikan goreng pemberian mbak Yuni pada tempat yang baik supaya tidak digondol oleh kucing.
"Rama tahu anak kalian kemarin demam? " Tanya mbak Yuni. Risky pun tenang dipangkuan mbak Yuni sebab diberikan mainan. Mainan lama yang masih bisa dipakai dengan baik.
"Tahu lah mbak. Tapi ya begitu, ia cuek. Malah aku dikatain boros. " Jawabku.
"Yang sabar ya Rim. Aku doakan semoga Rama segera sadar. Kalau ada waktu berdua, kamu coba omongin lah. Gaji Rama itu gede lo Rim. Suami temanku ada juga yang kerja di sana. Kenal Rama juga kok. Gajinya tuh kalau tidak salah hampir empat jutaan lo. Suamimu kan bukan buruh, tapi sudah di kantornya. " Jelas mbak Yuni.
Selama ini aku memang tidak mengetahui dengan jelas berapa gaji suamiku. Mas Rama hanya mengatakan jika ia sedang berusaha keras untuk menabung. Alhasil ia memang bisa membeli rumah ini. Belinya pun cash atau kredit aku juga tidak ia beri tahu. Setiap aku tanya pasti akan membentak dan mengatakan,,,
"Tinggal menghuni saja jangan banyak tanya kamu. "
Itulah jawaban mas Rama saat aku tanya tentang rumah ini. Dan aku hanya bisa diam. Sampai saat ini.
"Benar mbak gajinya mas Rama sampai segitu? " Tanyaku tidak percaya.
"Iya Rima. Kamu nih terlalu lemah deh. Kalau aku jadi kamu, sudah aku ajak gelud itu si Rama. Hehehee. Maaf ya Rim bukannya aku mengajarimu jelek. Tapi memang aku kadang gemes sama kamu. Nurut banget sih jadi istri. " Kata mbak Yuni.
"Yahhh, bagaimana nggak nurut mbak. Aku nggak punya power untuk melawan. Aku mau kerja juga tidak bisa mbak. Ada Risky yang harus aku jaga. Terus aku juga cuma lulusan SMA mbak. " Ujarku. Mbak Yuni pun mengangguk. Ia nampak bingung harus menjawab ucapan ku. Akhirnya kami hanya bercanda.
Mas Rama sudah tidak seperti dulu yang sopan dan halus. Entah ada apa dengan suamiku itu. Ia menjadi sosok suami yang pemarah dan tidak perduli dengan anak kami. Semua itu jelas aku rasakan semenjak kami pindah dan tinggal di rumah ini.
"Aku pulang dulu ya Rim. Jangan lupa nanti ke rumahku. Kita buat seblak dan makan bersama. " Kata mbak Yuni yang sudah ada di teras rumah.
"Baik mbak. Aku mau beres-beres dulu. Sekali lagi terimakasih banyak. "
"Sama-sama Rima. "
Mbak Yuni pernah mengatakan jika ia sudah menganggap ku seperti adiknya sendiri. Ia yang asalnya juga dari jauh dan di sini tidak ada sanak saudara. Mertuanya pun rumahnya agak jauh dari sini. Sehingga mereka juga jarang bertemu. Saudara-saudara dari mas Ramli suaminya mbak Yuni juga semua jauh. Bahkan ada yang diluar negri dan sudah menetap di sana.
Aku bergegas menyuapi Risky dengan nasi dan ikan pemberian mbak Yuni. Betapa aku bersyukur, Allah masih selalu melindungi ku dan anakku serta memberikan rejeki untuk kami makan. Tanpa sayur, Risky makan dengan lahap. Mbak Yuni pandai membumbui ikan goreng. Rasanya sungguh gurih. Aku pun makan dengan lahap.
Risky tertidur setelah perutnya kenyang. Anakku itu memang tahu bagaimana keadaan ibunya. Ia akan tidur di saat aku akan membereskan rumah. Mencuci baju dan merapikan rumah yang tidak terlalu besar ini.
Aku bergegas mengerjakan pekerjaan rumah yang memang menjadi kesibukan ku sehari-hari. Setelah memastikan Risky tidur dengan nyaman. Tidak lupa aku berikan obat nyamuk yang jaraknya agak jauh, supaya Risky tidak di gigit nyamuk yang kata bu bidan bisa berbahaya. Apalagi saat ini di musim hujan, wabah demam berdarah banyak menyerah anak-anak. Oleh sebab itu, Anak-anak benar-benar perlu dijaga supaya tidak digigit nyamuk.
"Rima,,,, Rim.. Assalamu'alaikum.. " Terdengar suara mas Rama. Loh, tapi ia kok tiba-tiba pulang sih. Aku pun gegas ke depan.
"Wa'alaikumsalam, mas kok sudah pulang? " Tanyaku.
"Aku hanya sebentar. Mau ambil dokumen di kamar. Minggir kamu aku mau lewat. " Mas Rama sedikit mendorong tubuhku agar minggir. Andai saja mas Rama mau membelikanku sebuah HP. Pastilah ia tidak perlu capek-capek pulang ke rumah untuk mengambil dokumen yang tertinggal. Ia tinggal menelpon ku dan aku akan mengantarkannya. Ah,,, aku hanya bisa berangan saja bisa memiliki benda pilih yang kata orang begitu pintar.
Tidak berselang lama, mas Rama kembali ke depan. Aku dari tadi juga tidak beranjak.
"Nggak makan dulu mas? " Tanyaku. Padahal di rumah hanya ada nasi dan satu ekor ikan goreng dari mbak Yuni tadi.
"Enggak, aku sudah makan. Aku balik. "
Mas Rama buru-buru meninggalkan ku dan menaiki motornya. Padahal aku ingin salim. Ya Allah, kenapa suamiku menajdi seperti ini. Kenapa kehidupan rumah tangga ku seperti ini. Berbeda jauh dengan semua janji mas Rama yang pernah ia utarakan kepadaku saat kami belum menikah dulu. Apakah itu yang dinamakan janjinya buaya, astaghfirullah. Suamiku bukanlah seorang buaya. Aku yakin ia akan kembali menjadi baik. Suatu hari nanti....
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments