5
Pesanan seblak terus berdatangan. Aku sudah mengatakan pada mbak Yuni jika aku hanya bisa memasak sampai jam empat sore. Setengah lima mas Rama sudah pulang kerja. Itu artinya aktivitas berdagang ku sudah harus diselesaikan. Alhamdulillah seminggu ini lancar. Ibu mertuaku juga tidak ada berkunjung. Mas Rama juga cuek dan tidak pernah ke dapur. Risky juga anteng. Ia tahu ibunya sedang berjuang untuk mencari nafkah sendiri.
"Rim, ini keuntungan kita seminggu kemarin. " Mbak Yuni menyerahkan uang tiga ratus ribu kepadaku. Tentu saja hati ini berbinar senang menerimanya.
"Banyak sekali mbak? Ini kebanyakan. Harusnya dipotong uang bensinnya mbak juga. Kan selama ini mbak Yuni yang riwa-riwi mengantarkan pesanan. Lalu jiga harus dipotong uang untuk beli paketan data HP mu mbak. Kan orang pesan juga lewat mbak Yuni. Belum lagi mbak Yuni juga yang promosi. " Ujarku panjang lebar pada mbak Yuni.
Aku merasa tidak enak juga pada mbak Yuni. Belanja bahan, menerima pesanan dan juga mengantarkan semuanya mbak Yuni. Aku hanya bagian memasak saja. Tapi uang yang mbak Yuni berikan kepadaku cukup banyak. Seminggu saja aku mendapatkan untung segini, itupun aku masaknya masih bisa santai.
"Aku sudah hitung semuanya Rim. Kamu tenang saja. Lagipula aku senang melakukan ini. Daripada hanya main HP saja. Kan kalau kita berjualan, HP ku akan lebih berguna. Iya nggak. " Kata mbak Yuni dengan senyum bahagia.
Selama aku tinggal di sini, tidak pernah sekalipun aku melihat mbak Yuni sedih ataupun menangis. Aku selalu melihat perempuan cantik ini ceria. Bibir indahnya selalu nampak lebih indah dengan senyum yang selalu terpatri di sana. Apa mbak Yuni sebahagia ini hidupnya? Tidak pernah juga aku dengar ia bertengkar atau ribut dengan mas Ramli suaminya. Ah,, betapa aku ingin memiliki kehidupan seperti mbak Yuni.
"Tapi mbak,,, "
"Sudah lah Rim. Kita sama-sama untung dan senang dengan berjualan seblak. Apalagi banyak yang bilang seblak nya enak banget Rim. Nih, kamu harus siap-siap untuk masak sepuluh porsi. Aku pulang dulu mau ngepel sebentar. Nanti kalau sudah siap panggil aku ya Rim. " Ucap mbak Yuni. Aku mengangguk dan mbak Yuni pulang ke rumahnya.
Mbak Yuni sudah tidak bisa punya anak lagi. Ada masalah di rahimnya sehingga ia harus dioperasi. Rahimnya diangkat. Untung saja ia sudah memiliki anak satu. Setidaknya kehidupan rumah tangganya sudah lengkap.
Uang dari mbak Yuni kusimpan rapat. Jangan sampai mas Rama mengetahuinya. Aku harus rajin menabung, supaya aku punya uang sendiri apabila ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi. Risky juga sudah anteng dengan beberapa jajan yang diberikan oleh mbak Yuni. Saatnya aku ke dapur untuk menyiapkan pesanan.
Setengah jam berlalu, aku sudah selesai memasak. Kini aku tinggal membungkusnya satu persatu dengan rapi. Dagangan harus tampak rapi dan bersih. Supaya pelanggan juga suka. Memakannya juga senang dan tanpa khawatir makanan itu kotor. Bahan-bahan yang aku pakai juga semuanya aku cuci bersih sebelum aku masak. Aku begitu menjaga rasa dan juga kebersihan.
"Ini mbak, Hati-hati di jalan ya saat mengantar. " Ucapku menyerahkan sepuluh bungkus seblak kepada mbak Yuni.
"Iya Rim. Tenang saja. Oh ya Rim, andai saja kamu punya hp pasti akan lebih enak Rim. Aku bisa langsung mengirimkan pesanan kepadamu. Tidak perlu teriak-teriak memanggil. Hehehehehe. " Ucap mbak Yuni.
"Doakan saja mbak supaya uangnya cepat terkumpul dan aku bisa membeli HP. " Kataku.
"Aamiin, aku doakan Rim. Ya sudah aku berangkat dulu ya. "
Mbak Yuni berlalu meninggalkan ku. Gegas aku membersihkan sisa-sisa masak ku supaya dapur tetap bersih dan mas Rama juga tidak curiga dengan aktivitas baruku. Uang dia ratus ribu yang diberikan mas Rama lusa kemarin juga sudah mulai menipis. Apa aku pakai saja uang yang diberikan oleh mbak Yuni untuk menutupi kebutuhan ku. Tapi, enak di mas Rama dong kalau seperti itu. Tapi, gula dan kopi habis. Sedangkan mas Rama setiap pagi minta dibuatkan kopi. Aduh, jadi dilema.
"Rima,,,, bau apa ini. "
Suara menggelegar dari ibu mertua yang seperti biasa tiba-tiba saja datang tanpa salam. Kebetulan pintu depan memang terbuka lebar, harusnya aku kunci saja tadi. Ibu langsung menyerobot masuk ke dalam rumah dan ke belakang. Menyusul ku yang masih ada di dapur.
"Bau seblak. " Ucap Ibu.
Waduh, bisa ketahuan ibu kalau seperti ini. Aku kok bisa ceroboh sih, aroma seblak memang masih menyeruak. Aku belum sempat untuk mengepel lantai dapur. Sehingga bau kencur yang merupakan bumbu khas seblak masih begitu ketara di indra penciuman.
"Ibu,,,,, " Ucapku menatap perempuan yang telah melahirkan suamiku itu.
"Kamu masak seblak Rim? Sok banget kamu masak makanan seperti itu. Memangnya kamu punya uang? Jangan boros ya Rim. " Seperti biasa ibu selalu nerocos duluan kepadaku. Bukan bertanya secara baik-baik. Sebegitunya ibu nggak suka sama aku.
"Ibu mau seblak?? " Tanyaku mencoba untuk untuk tetap tersenyum. Walau hati ini dongkol sekali karena ucapan ibu.
"Memangnya kamu sedang membuat seblak beneran Rim? " Tanya ibu yang masih tidak percaya. Padahal hidung ibu masih mengendus-endus. Lucu sekali aku melihat ibu, mau tertawa takut kualat. Takut disemprot juga oleh ibu.
"Kalau ibu mau aku buatkan ya ibu tunggu di depan. Duduk manis sambil nonton TV. " Ucapku.
"Buatkan yang banyak kalau begitu Rim. Ibu tunggu di depan. Nanti langsung masukkan ke rantang ya. Retno pasti senang aku bawakan seblak. Katanya ia suka beli di samping sekolahnya. " Ujar ibu.
Aku hanya bisa diam mendengarkan apa yang ibu katakan. Semoga saja ibu tidak bilang-bilang ke mas Rama kalau aku membuatkannya seblak. Kalaupun ibu mengatakan pada mas Rama, maka aku harus siap-siap untuk mencari alasan. Mbak Yuni lah alasan yang paling tepat. Mas Rama juga tahu jika mbak Yuni suka memberi ku makanan.
Sapu kau letakkan. Kembali aku ambil wajan yang sudah selesai aku bersihkan. Dalam hati berdoa semoga mbak Yuni tidak mengatakan ada pesanan lagi, aku sudah lelah hari ini. Mas Rama juga sebentar lagi akan pulang. Aku harus cepat membuatkan ibu seblak. Supaya ibu juga cepat pulang.
"Kok bau seblak ya.... " Terdengar suara mas Rama. Bau bumbu seblak memang menyengat. Kencur nya itu lo, begitu menyeruak di hidung.
"Rim,,, ada pesanan tiga seblak lagi. Yang terakhir ini. " Ucap mbak Yuni yang tiba-tiba saja ada di pintu dekatku berdiri.
"Apa??? Pesanan tiga mbak? " Tanyaku tidak percaya pada mbak Yuni. Namun perempuan yang sudah menjadi bestiku itu menganggukkan kepalanya.
Aduhhh, ini gimana coba. Mas Rama sudah pulang lagi. Harus putar otak nih aku. Kenapa juga sih mas Rama pulang cepat. Biasanya juga jam lima lebih. Ini baru setengah empat sudah pulang aja. Bikin pusing,,,, ya Allah tolong ya Allah..
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Uthie
Wadduuhhhh 😂
2024-06-23
0