3
Sesuai janjiku, siang ini setelah sholat dhuhur dan Risky sudah bangun tidur aku mengajaknya ke rumah mbak Yuni. Alhamdulillah anakku risky selalu senang aku ajak ke rumah tetangga sampingku ini. Apa karena di rumah mbak Yuni banyak makanan dan mainan, atau hal yang alin entahlah. Aku juga merasa nyaman di rumah orang yang usianya sekitar lima tahun di atasku ini.
"Assalamu'alaikum... " Ucapku saat sudah di halaman rumah yang Yuni. Rumah ini dua kali lipat lebih besar dan lebih luas dari rumahku. Halamannya bersih dan tertata rapi. Penuh dengan bunga-bunga yang indah dan terawat.
"Wa'alaikumsalam. Sini Rim" Jawab mbak Yuni dari samping rumahnya. Aku pun buru-buru ke sana. Eh ternyata ada yang lain. Ada mbak sari, mbak Niken dan juga mbak Ayu. Mereka juga membawa anak-anak mereka. Aduh aku jadi merasa minder nih. Dari mereka semua akulah yang paling mudah dan juga yang paling kucel. Pakaian ku juga paling jelek. Mau balik pulang, tapi nggak enak hati sama mbak Yuni.
"Sini Rim. Tidak usah malu-maku begitu. Seperti sama siapa saja. " Kata mbak Ayu kepadaku. Istri dari seorang pengusaha toko kelontong besar yanga da di pasar ini nampak sederhana dengan bajunya yang bersih dan wangi. Juga dengan riasan wajah yang natural.
"I-iya mbak Ayu. Maaf ya aku ke sini nggak bawa apa-apa. " Ucapku.
Mbak yuni menggelar tikar di teras samping rumahnya ini. Di atas tikar ada banyak makanan yang sudah tersaji. Ada banyak roti dan juga gorengan. Buah-buahan juga ada. Aku yakin ini adalah makanan bawaan dari mbak Sari, mbak Niken dan mbak Ayu. Sedangkan aku, aku datang hanya dengan tangan kosong. Sungguh malunya aku.
"Tidak perlu begitu Rim. Kami senang mengundang kamu untuk gabung. Kan kamu selalu di rumah saja. Oh ya, kami mau buat seblak tapi bingung bagaimana bumbunya. " Kata mbak Niken yang diangguki oleh semuanya. Alhamdulillah, masih banyak orang-orang baik yang mau berteman denganku. Setidaknya aku tidak akan sendirian di lingkungan ini. Benar kata mbak Niken, aku selalu hanya di rumah. Seolah tidak peduli dengan lingkungan. Padahal itu semua aku lakukan karena aku minder jika harus berkumpul dengan orang-orang.
"Terimakasih ya mbak-mbak sekalian. Oh ya insyaallah aku bisa kok membuat seblak. Bagaimana? Apakah diijinkan. " Tanyaku.
Mereka saling beradu pandang. Mungkin tidak yakin jika aku bisa membuat makanan khas bandung itu. Dulu saat amaih bekerja di rumah makan aku dan temanku yang orang bandung asli suka membuat seblak untuk kami makan bersama. Dan ia memberitahu resep yang enak. Dan buktinya memang benar-benar enak.
"Boleh Rim. Boleh banget. Itu bahan dan semuanya sudah siap. Oh ya Risky biar mainan atau makan buah ya. Sini biar aku jaga. " Kata mbak Yuni meraih Risky dair pangkuan ku. Seperti biasa, anakku akan nurut dengan mbak Yuni.
Aku mulai membuat bumbu yang resepnya sesuai dengan apa yang aku tahu. Memulai memasak seblak dengan harapan hasil masakanku akan enak dan disukai oleh semuanya. Kami saling bercanda, di sini aku bisa tertawa lepas tanpa beban. Berbeda jika di rumah. Bahkan untuk tersenyum pun aku tidak bisa. Apalagi jika ibu mertuaku datang, yang ada justru rasa tekanan batin yang teramat berat.
"Silahkan mbak. "
Seblak yang sudah jadi aku hidangkan pada mereka. Asap masih mengepul karena baru saja aku angkat dari wajan. Segera aku ambil Risky anakku dari pangkuan mbak Yuni, supaya ia bisa mencicipi seblak buatanku.
"MasyaAllah, ini enak banget Rim. Kamu kok bisa sih buat seblak seenak ini. " Ujar mbak Niken yang sejak tadi sudah tidak sabar ingin mencoba seblak buatanku. Mungkin indra penciuman nya yang tajam sejak tadi mencium aroma yang sudah mengebul.
"Iya enak banget. Gurih dan pas. Pokoknya enak. " Tambah mbak sari yang juga sudah muali makan seblak.
"Ini seblak yang paling enak yang pernah aku makan. " Tambah mbak Ayu.
"Iya Rim, kamu kok bisa sih membuat seblak seenak ini. Dari semua tempat yang jual seblak, ini paling enak. " Imbub mbak Yuni.
"Setuju banget. Kalau seperti ini ada baiknya kamu jualan seblak deh Rim. Pasti laris manis. Yakin deh. " Kata mbak Yuni lagi. Semua juga mengangguk setuju.
Menjual seblak ya, apa aku bisa?? Kalaupun aku bisa tapi aku dapat modal dari mana. Lalu, aku jual dimana? Apa di depan rumah. Bisa ngamuk mas Rama jika tahu aku berjualan di depan rumah. Andai saja aku punya HP, pasti enak ya aku bisa berjualan online.
"Hei Rima, kok malah bengong sih. " Kata mbak Niken yang cukup mengagetkan ku. Aku melamun karena usulan mbak Yuni tadi.
"Eh i-iya maaf mbak. Sudah monggo dihabiskan seblak nya. Kalau kurang nanti aku buatkan lagi. Bahannya masih banyak sekali tuh. " Tunjuk ku pada bahan-bahan yang begitu banyaknya. Mbak Yuni menyediakan banyak untuk kami semua.
"Boleh Rim. Aku mau bawa pulang deh. Baut di rumah. " Kata mbak Ayu.
"Iya juga, aku juga mau Rim. Tapi nggak apa nih kamu masak lagi? " Imbuh mbak Niken.
"Sama sekali enggak apa-apa mbak. Lagian pekerjaan rumahku juga sudah selesai. Dan suamiku pulangnya nanti sore. Nggak apa kalau aku masak lagi. " Kataku.
Jam tiga sore aku pulang dari rumah mbak Yuni. Tangan ini sampai pegel saking banyaknya makanan yang mereka bawakan untukku. Soal jualan seblak, mbak Yuni bilang akan membantuku. Tapi kami belum membicarakan lagi sebab ada yang lain. Aku hanya mengangguk pasrah, biarlah Allah memberikan jalan kepadaku. Jika mbak yuni lah jalan dari Allah itu, aku akan sangat bersyukur. Aku sungguh ingin mempunyai pengahasilan sendiri. Supaya aku tidak selalu pusing mengatur uang dua ratus ribu dalam seminggu.
"Banyak sekali makanannya Rim. Katanya uangmu habis. Kok bisa ada makanan sebanyak ini. Kamu sudah pandai berbohong ya sekarang. " Kata mas Rama dengan entengnya kepadaku. Bukannya bersyukur ada makanan lebih di rumah. Eh ini malah mengatai ku berbohong.
"Aku tidak berbohong mas. Aku memang sudah tidak memegang uang saat ini. Sedangkan hari senin masih lusa. Ini makanan di beri oleh mbak Yuni. Risky juga dikasih banyak jajan dan buah. Alhamdulillah. Ayo kita makan mas. " Ucapku sambil menahan emosi.
Menghadapi mas Rama memang harus kesabaran ekstra. Jika ia dihadapi dengan emosi, sama saja. Aku tidak akan menang berdebat dengannya. Mas Rama banyak alasan dan sekarang pandai berbicara.
"Jangan terlalu dekat dengan tetangga. Mereka itu bisanya cuma nyinyir saja. Kalau dikasih makanan terlalu sering juga jangan mau. Takutnya mereka ada niat jelek. Di jaman sekarang kita harus pandai-pandai jaga diri. Banyak orang yang terlihat baik namun hatinya jahat. " Ucap mas Rama.
Astaghfirullah, justru yang terlihat baik namun jahat itu kamu sendiri mas. Kamu jahat pada istri dan anakmu. Namun dimata orang kamu terlihat sebagai suami dan ayah yang membanggakan. Aku menggelengkan kepala kesal pada mas Rama.
"Kamu makanlah dulu, aku mau mandi. " Kata mas Rama lagi lalu ia meninggalkan ku.
Banyaknya makanan ini ada yang kusimpan di kulkas untuk besok. Tinggal aku hangatkan dan membuat nasi. Sekali lagi aku bersyukur, aku tidak harus pusing lagi memikirkan makan untuk besok. Tapi, aku pusing bagaimana aku akan berbicara dengan mbak Yuni soal aku mau jualan seblak. Sedangkan besok itu minggu dan mas Rama akan di rumah seharian. Duh, pusing juga kan.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
ayoo jualan seblak.....
2024-03-12
0