Question
Angin berhembus perlahan. Hempasannya seolah membuat rintik hujan yang masih berderai ini tampak menari di cakrawala. Jalanan tampak lengang, hanya ada satu-dua kendaraan yang nekat melintas. Dingin seketika menyeruak di udara, memaksa manusia mencari tempat berteduh, tak kuasa menahan hawa dingin yang mengulitinya. Namun tidak untuknya.
Aku yakin ia sedang ada di atap sekolah. Menikmati bunyi rintik hujan yang menurutnya bagaikan musik di telinga. Menghirup bau hujan yang terasa purba. Terasa menenangkan. Aku menghampirinya dan benar ia ada di sana. Seragamnya sudah kuyup, namun rambut ikalnya yang memang tebal itu masih tampak kering. Air hanya hinggap di ujung-ujung rambutnya, lalu kembali jatuh ke bawah. Aku tertawa, membayangkan rambutnya yang seperti rimbun dedaunan.
Rintik hujan berserta udara dingin mulai menerpaku. Namun, kedua hal tersebut tidak sanggup mengalahkan rasa nyaman ketika bersamanya.
“Tengoklah kakek itu,” mataku mengikuti telunjuknya. Tampak seorang kakek tua penjaja koran tengah berteduh di bawah pohon mahoni. Koran-koran itu sudah terbalut rapi oleh plastik, sehingga terlindungi dari rintik-rintik hujan yang menelusup dari sela-sela dedaunan. Namun, kakek tua itu tidak terlindungi seperti koran-koran yang ia jajakan. Kakek tua itu hanya mengenakan kantung plastik hitam untuk menutupi kepalanya. Bulir hujan masih dapat membasahi tubuhnya yang hanya terbalut oleh pakaian. Kakek tua itu meringkuk. Tangannya dilipat bersisian. Menahan dingin yang menggerayangi tubuhnya.
“Atau lihatlah anak-anak kecil penjaja ojek payung di depan gerbang sekolah,” mataku kembali menuruti perintahnya. Tampak tiga anak kecil tengah berdiri. Matanya menjelajahi jengkal demi jengkal halaman sekolah. Berharap masih ada satu-dua siswa yang terjebak tidak bisa pulang. Harapan mereka terkabul. Memang masih ada siswa yang tengah menunggu hujan reda. Mereka kemudian mereka berdiri di depan gerbang. Mulut mereka seolah meneriakan sesuatu, namun tidak terdengar di telinga kami karena selain jauhnya jarak antara gerbang dengan atap sekolah, bunyi hujan turut serta memadamkan suara mereka.
Kami henyak menatap mereka. Dalam kuyup yang membalut tubuh kami, aku seolah merasakan dadaku tersayat. Tersayat oleh pilu ketika menatap mereka.
“Aku ingin menjadi payung untuk mereka,” ucapannya terasa dalam. “menaungi mereka yang ingin berteduh. Mengistirahatkan mereka yang lelah oleh alunan nasib kehidupan. Melindungi dan menenangkan mereka. Dan aku bisa berkata kepada mereka kau tidak sendiri, ada aku di sisimu. Aku ingin. Sangat ingin menjadi seperti itu,” ucapnya terbata, baru kali ini aku melihatnya berbicara begitu emosional.
Aku menatapnya. Ia, pria yang sudah mencuri hatiku. Mengisi penuh diriku dengan kasih sayang. Mengajarkan makna dalam kehidupan yang aku jalani. Membukakan pintu dunia dan menuntunku berjalan melaluinya. Genggamannya membimbingku pada kebaikan. Dan sekarang ia ingin membaginya pada dunia. Hatiku bergetar. Tidak percaya pria ini adalah manusia. Aku yakin ia adalah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk orang-orang. Untuk diriku.
“Hmm oke, kalau begitu aku yang akan memayungi kamu,” candaku sambil membukakan payung untuk kita berdua. Tangannya seketika menggegam bahuku, mengarahkan tubuhku berhadapan dengannya. Matanya berkaca, seolah air mata siap turun dari sana. Ditatap seserius dan semenggemaskan itu membuatku tersipu. Aku menundukan kepala, menyembunyikan rona merah yang muncul menyebalkan.
“Terima kasih,” bisiknya di telingaku. Sedetik kemudia, tubuhku jatuh dalam pelukannya.
Saat ini aku berharap waktu berhenti selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Sept September
malam Kakak.... aku datang yaaaa
membawa secuil jempollll untukmu
💕💕💕
😂
2020-08-15
1
ramapenaZ
good luck, and jangan lupa mampir ya..
2020-06-04
2
Ayunina Sharlyn
lanjut ya
2020-05-27
1