[ Bara, apa kamu rela mati konyol karena bacotan mertuamu? ]
[ ding ]
[ ding ]
[ ding ]
Perlahan, jemari Bara bergerak pelan. Tubuhnya terasa remuk tak berdaya. Bahkan, untuk sekedar membuka mata pun ia tak sanggup.
[ ding ]
[ ding ]
[ ding ]
[ Bara, apa kau ingin melanjutkan proses kematianmu atau memilih untuk bertahan hidup? ]
Otak Bara yang tadinya mulai mati secara perlahan, kembali merespon atas hal yang ia dengar dalam pikirannya.
'Siapa yang berbicara? Malaikat?'
[ Ini pertanyaan terakhir untukmu. Jika kamu tak menjawab pertanyaan saya, maka saya anggap kamu menolaknya. ]
[ Kau hanya perlu menjawab iya atau tidak! ]
'Apa kau berbicara denganku?' tanya Bara di dalam hati.
[ Tak ada waktu lagi. Seperti yang saya perintahkan, kau hanya perlu menjawab ya atau tidak! ]
[ Jika ya, saya akan membantumu untuk bangkit dan membalaskan dendammu terhadap mertua dan istrimu. ]
[ Jika tidak, saya akan membiarkanmu mati konyol karena kebodohanmu ini. ]
Bara tak bisa berpikir. Yang ia tahu, tubuhnya remuk dan tak bisa berbuat apa pun. Namun, lintasan perselingkuhan Arini, seketika membuat debaran jantungnya semakin cepat. Napasnya sesak tak bisa mengimbangi ritme pergerakan jantung yang terus semakin tinggi.
[ Apa kau ingin melanjutkan hidupmu? ]
Sekeluet bayangan Arini bercumbu dengan pria yang bersamanya, kini berputar di dalam benak. Pergulatan memuakan itu membuat Bara memuntahkan cairan kental bewarna merah. Napasnya semakin sempit.
'Aku tidak boleh mati! Jika aku mati, Arini dan ibunya akan berbahagia. Aku harus hidup. Bagaimana caranya?' batinnya berbicara di antara nyawa yang sudah mulai redup. Ruh dalam dirinya terlihat mulai tak sinkron lagi dengan jasad yang membeku.
[ Jawab ya, atau tidak? ]
'YA! Bantu aku untuk tetap hidup! Aku harus hidup! Aku akan membalas perbuatan mereka!'
[ Siap! ]
[ Dengan senang hati. ]
Dengan seketika, waktu seolah bergerak mundur. Tubuhnya terangkat dan truk yang tadinya menabraknya bergerak ke belakang. Bara berlari mundur dan terus mundur menuju ke rumah mertuanya. Bertemu dengan sang mertua dan mulutnya komat-kamit tak jelas dan Bara bergerak mundur hingga ia kembali ke atas ranjang, memeluk tubuh Rangga, putranya bersama Arini.
"Aaaggghhh!" Bara berteriak membuka mata.
"Ternyata hanya mimpi," ucapnya bangkit dan duduk dalam ritme jantung yang begitu cepat.
"Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...."
Saking sesaknya, Bara bagai tak bisa menghirup oksigen dengan baik. Ia bangkit segera membuka pintu. Tepat di saat ia membuka pintu, mertuanya akan menggedor pintu tersebut.
Nurmala tercenung karena gerakan cepat dan tiba-tiba Bara. Namun, sebelum mengeluarkan berpatah kata amarah, Bara beranjak menuju arah meja makan. Di sana ada teko dan gelas. Tanpa basa basi, Bara menyambar mereka dan menegak minuman itu bagai orang yang kesetanan.
Nurmala mengernyitkan keningnya. Ia tak suka pada apa yang dilakukan sang menantu. Dengan dongkol ia berjalan menuju ke arah Bara, lalu merebut teko dan gelas itu tanpa mengizinkan Bara menambah minumannya.
"Enak aja! Air ini tidak dapat dengan percuma! Jika tidak memiliki uang, sebaiknya kau minum air got saja!"
Bara dengan lantang menantang tatapan sang mertua. Wajah mertuanya itu sejenak tampak sangar. Akan tetapi, sesaat tatapannya dilawan oleh Bara, membuat ia merasa sedikit gugup. Namun, dengan cepat ia membuang wajah gugupnya.
"Apa? Kau menantang saya?" bentaknya.
"Hahah ...." Tawa Bara meledak.
Hal ini membuat Nurmala tersentak dan semakin kesal. "Kenapa kau tertawa? Apanya yang lucu?" umpatnya lagi.
"Entah, apa perasaanku saja," ucap Bara.
Sejenak, wajah Nurmala terlihat bingung. "Kenapa? Apa yang kau pikirkan?"
Bara dengan santai beranjak dan memunggungi sang mertua. "Sebaiknya ibu jangan marah-marah terus, keriput ibu semakin nyata." Bara berlalu dengan santainya.
Tanpa ia sadari, sang mertua begitu terkejut dan tak menyangka ucapan ini keluar dari mulut menantunya yang selalu diam. Menantu yang tak pernah melawan. Menantu yang selalu memilih mengalah meski selalu ia hina.
Teko dan gelas yang ia rebut tadi ditaruh kembali ke atas meja. Tangannya yang kaku, perlahan mengusap wajahnya dan segera masuk ke dalam kamar untuk bercermin. Ia mamatut-matut bayangan dari pantulan cermin itu.
"Aiiih, perasaan udah pakai skincare yang dikasih Arini. Apa kurang bagus ya?"
Sementara itu, Bara kembali menuju kamarnya. Ia menutup mulut merasa heran pada diri sendiri. Tak biasanya dia berkomentar seperti ink terhadap mertua. Apalagi masalah fisik sang mertua.
[ ding ]
[ ding ]
[ ding ]
[ Selamat, kau berhasil membuka tabir sebagai pengguna Sistem Bacot! ]
[ Bacotanmu terhadap Nurmala, dinilai dengan harga satu juta rupiah! ]
Refleks Bara melirik ke segala arah ketika mendengar sebuah bunyi mirip notifikasi dan suara operator seluler yang ia panggil dulu. Ia juga teringat bahwa suara itu juga mirip sekali dengan hal yang mengajaknya berbicara di dalam mimpi. Ia menepuk kedua pipi secara bergantian.
"Apa aku masih bermimpi?" gumamnya.
[ Apa yang membuatmu bingung, Bara? Apa kau melupakan saya begitu saja? Padahal, kita baru saja menekan kontrak beberapa menit yang lalu. ]
Bara kembali mengedarkan pandangannya ke segela sisi di dalam kamar itu. Namun, tak satu pun sosok yang bisa ia lihat.
"Si-siapa itu? Apa yang kau inginkan dariku?"
[ Saya tak menginginkan apa-apa darimu. Hanya saja, saya sebagai sistem pemandumu, akan membantumu mengatasi masalah bertubi-tubi yang menderamu, saat ini. ]
[ Apakah kau masih teguh pada rencana balas dendam terhadap istri dan mertuamu? ]
Siluet perselingkuhan Arini kembali muncul dalam ingatan Bara. Amarahnya langsung meledak mengepalkan tangan dan meninju dinding kamar ini.
Krak
Rumah langsung bergoyang.
"Gempa! Gempa!"
Di luar kamar, terdengar teriakan sang mertua. Dari dalam kamar ia bisa mendengarkan suara pintu luar sedang dibuka.
"Gempa! Tolong, gempa!"
Bara tak bergeming dalam amarah yang ia pendam. "Arini, tega sekali kau!" Muka Bara seakan tercoreng oleh arang. Ia tak menyangka, wanita yang ia cinta sampai tega mengkhianati dirinya.
[ Kenapa kau dihina dan dikhianati oleh istrimu? ]
[ Apalagi kalau bukan karena uang! ]
Bara membenarkan apa yang baru saja diucapkan oleh Sistem. Dia hanya lah pecundang terhina dan dipandang sebelah mata.
[ Uang satu juta tadi, sudah saya masukan ke dalam rekeningmu. Rekeningmu yang sudah mati, telah saya aktifkan kembali. ]
[ Kartu ATM yang ada di dalam dompet usangmu, telah bisa digunakan kembali. ]
Bara mengusap dagunya. "Saldo? Uangku?"
[ Ya, benar! ]
"Aku punya uang satu juta? Kok bisa?"
[ Karena kamu berhasil mengusik perasaan mertuamu karena bacotanmu tadi. ]
"Tapi, aku tak bermaksud—"
[ Itu lah tugasmu! Setiap ucapanmu berhasil mengusik hati lawan bicaramu, kau akan saya berikan hadiah. Bisa dalam bentuk uang, emas, rumah, kendaraan, atau apa pun jika kau berhasil menjalani misi yang saya berikan! ]
Wajah Bara mengerut tak percaya. "Dasar pembohong!"
#cerita ini merupakan karya fiksi kreatif modern#
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
zin
sangat menguras emosi saya ternyata
2024-03-26
0
Keyozzx
Seperti biasa dihina+ naif+ polos+ Mendaptkan+sistem menolong orang +kaya+ Mendaptkan istri ank + tamat , Gak ada kah min novel villain GK peduli itu orang baik ank kecil atau orang jahat bunuh semua biar seru gitu hahaha
/Speechless/
2024-02-23
3
🧭 Wong Deso
semoga suatu saat aku bisa bikin karya sistem...
2024-02-07
0