Suami Sesiopat
Sembilan Tahun lalu
Malam itu, Nada melewati sebuah jalanan sepi seorang diri menuju asrama sekolahnya. Tetapi sesosok bayangan yang terlihat dari pinggir mengikuti dirinya. Nada memantapkan hati menoleh kebelakang namun tiba-tiba pria itu membekap mulutnya sebelum Nada berteriak.
Gadis itu memberontak atas tangkapan pria misterius. Memakai masker dan topi, hanya melihatkan mata dan alis yang tebal.
Nada berusaha melawan dengan andalan beladiri yang selama ini dirinya tekuni namun saat ingin mengaplikasikan entah kekuatannya sama sekali tidak berguna, tidak mempan melawan pria bermasker itu.
Menyeret gadis itu dengan suara tenang, membawa kedalam mobil yang sudah disiapkan. Masih membekap mulutnya diganti dengan lakban berwarna hijau, tangan yang diikat. Kemudian wajahnya ditutupi penutup hitam. Gelap, tidak tahu dirinya akan dibawa kemana.
Mobil yang menculik Nada melaju cepat membelah jalanan yang padat. Perasaan was-was menghampiri dirinya, mengingat kasus pembunuhan pelajar. Mata Nada berembun meneteskan air matanya. Mobilnya berhenti, membuka pintu menyeret paksa lengan Nada.
"Dimana ini? Kenapa terasa sangat sepi tidak terdengar orang lalu lalang." batin Nada yang kacau.
Membuka penutup hitam wajahnya saat dirinya memasuki ruangan pengap dengan banyak kardus, seperti ruang bawah tanah. Matanya berkeliling, tidak ada siapapun hanya dirinya dan pria menakutkan itu.
"Ah ... sakit!" tangan berurat itu melepas lakban dengan pelan tetapi terasa sangat kasar.
"Brengsek! Siapa kau, kenapa melakukan ini padaku!" teriak Nada dengan menggebu-gebu.
Pria itu hanya diam.
Gadis itu berusaha keluar melarikan diri bagaimanapun caranya, meski dengan tangan yang diikat.Nada menendang aset pria misterius itu sekuat tenaganya, karena itu akan sangat menyakitkan.
Pria itu meringis kesakitan, "AAHH ... Sial Kau!"
Memanfaatkan saat lengah dirinya mencari benda tajam untuk membuka ikatan tali. Mengedarkan pandangan mencari sesuatu, melihat kaca utuh teronggok di kursi lapuk. Nada langsung menjatuhkan kaca mengambil serpihan kaca tertajam.
Nada tergesa-gesa membukanya hingga tangannya berdarah, sebelum pria itu bangkit menghampirinya.
"Ayolah kumohon cepatlah!" ucapnya pelan penuh pengharapan, mengabaikan goresan luka.
Pria itu menghampiri Nada dengan kemarahan yang terlihat dimatanya. Membanting topi hitam dan membuka masker, memperlihatkan wajah rupawan seorang pemuda.
Walaupun begitu Nada tidak tertarik, fokusnya teralihkan dengan bagaimana cara menyelamatkan diri. Langkah kaki pria itu mendekat kearahnya, tanpa aba-aba Nada menjagal kakinya. Duduk tetapi tidak menempel diatas badan gagah pria itu, memukul wajahnya bertubi-tubi sampai mengeluarkan darah disudut bibir tebal pemuda itu. Melampiaskan amarah dalam hatinya.
Tangan terkepal siap menghantam wajahnya lagi namun pria itu langsung mencekal lengannya.
"Hentikan! Ini sakit, sshh." desis kesakitan, mengelap sudut bibirnya.
"Tenanglah aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya menjalankan tugas."
"Siapa? Siapa yang menyuruhmu?!" pekik Nada menggigit bibir bawahnya menahan tangisan.
Pemuda itu hanya diam.
Merasa tidak ada jawaban Nada menggigit lengan berkulit putih itu dan langsung berlari melarikan diri.
"Sial!"
Pria itu merogoh saku jaket mengambil suntikan bius. Berlari menyusul tawanan kakaknya, benar Nada menjadi sasaran obsesi seorang psikopat gila saudara tirinya.
Nada berlari secepat kilat mencari jalan keluar, sayangnya saat mencapai pintu dirinya merasakan jarum suntik menancap ditengkuknya. Merasakan sebuah cairan dingin masuk. Selang beberapa detik dirinya terkulai lemas tidak sadarkan diri.
Dirinya diangkat bak karung beras dipundak lebar pemuda itu.
Tersadar Nada tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya, ternyata terikat jadi satu di kursi. Matanya tidak bisa melihat apapun tertutup kain hitam dimatanya.
"Kerja bagus Er." Lucas menepuk pundak adik tirinya Erik Austhin.
"Aku akan melihat keadaan tawananku, kamu pergilah," imbuhnya bersemangat menemui gadis itu.
Tap tap tap
Terdengar langkah kaki bersepatu menghampiri Nada semakin dekat dan dekat. Menyentuh dagu gadis berambut sebahu itu, dengan seringai kejamnya khas pembunuh.
"Siapa kau! Kenapa melakukan ini padaku, apa salahku!"
"Sssstt-- ckckck kita akan bersenang-senang. Aku punya permainan, jika kamu menang aku akan membebaskan kamu Nada," ucap pelan Lucas Austhin pria gila.
"Kurang ajar! Pria tak waras. Selama ini bahkan kau menguntitku."
"Karena aku menyukaimu cantik," ucapan geli Lucas kepadanya.
"Itu obsesi! Obsesi," seru Nada mengepalkan tangan dibalik kursi yang diikat.
"Apa! Katakan sekali lagi nyawamu akan melayang,"
Tekan Lucas sembari mencengkram dagu Nada dengan kuat lalu menghempaskan wajahnya.
Lucas berdiri dengan kepalan tangan disampingnya. Meninggalkan Nada diruangan lembab itu, semakin lama ruangan ini terasa semakin sempit. Mulutnya bergetar dengan tangisan yang membasahi kain hitam dimatanya, memikirkan cara untuk bebas dari jerat orang jahat.
"Erik! Awasi gadis itu jangan sampai lolos, sekarang aku sedang muak."
"Kau mau kemana?"
"Keluar mencari mainan baru," ucapnya enteng.
"Ah ya, kau boleh bermain-main dengan gadis itu. Aku menyarankan gunakan kedua tanganmu untuk merasakan leher yang memanas berubah dingin. Sensasi yang harus kau coba," sambung Lucas agar adiknya mencekik gadis itu jangan lupakan senyum mautnya.
Erik berjalan menemuinya, takut gadis itu telah digeprak oleh kakak tirinya. Saat membuka pintu terdengar tangisan serta jeritan minta tolong, Nada mendengar dengan jelas seseorang berjalan mendekati dirinya, langsung berhenti menangis.
"Siapa? Siapa itu apa kau psikopat gila?!" tuduh Nada berusaha menggerakkan tangan dan kakinya kesana kemari siapa tahu talinya akan lepas sendiri.
"Jangan ... jangan mendekat," teriak Nada histeris.
Erik mendekat dan berjongkok melihat gadis berusia kisaran 16 tahunan. Menatap wajah yang dibanjiri keringat dipelipisnya dan rambut sebahu, terlihat sudah lepek karena keringat.
"Lepaskan aku ... kumohon temanku pasti mencariku, bukankah itu masalah," usul Nada meyakinkan pria misterius yang menculik dirinya.
Tangan Erik mendekat ke wajah gadis itu membuka kain dimatanya, menampilkan sosok pemuda yang tadi dirinya pukuli. Berumur kurang lebih dua tahun lebih tua darinya.
Erik hanya diam.
"Aku akan mengawasimu dari luar," ucap dingin Erik dia tidak berminat melepaskan Nada.
"Hei ... brengsek lepaskan aku, aku tidak ingin bertemu orang gila itu. Sekarang aku benar-benar ketakutan," teriak Nada dengan air mata yang setia menemani nasibnya, menghentikan langkah Erik.
"Jangan menangis, aku tidak bisa merasakan apapun."
"Setidaknya bawa aku jangan tinggalkan aku dengan psikopat itu,"
"Kenapa kau semudah itu percaya kepada orang asing, bahkan aku menculikmu?"
"Karena kau tidak akan tega menyakiti," celetuk Nada.
Padahal itu ungkapan asal Nada berpikir risikonya mungkin tidak akan sampai dibunuh, mengingat dirinya tidak dipukuli saat menendang aset masa depan pemuda itu. Pemikiran konyol Nada memutuskan secara impulsif.
"Ku mohon bebaskan aku, kau yang paling tahu psikopat itu. Kau bisa katakan ... aku kabur, hm?"
"Ide bodoh macam apa itu, cih."
"Aku berjanji akan membalas jasamu dengan uang ... tidak maksudku membalas kebaikanmu suatu saat."
"Tapi aku tidak butuh kebaikanmu tidak ada gunanya," ucap Erik remeh.
"Kau salah pasti kau akan butuh kebaikan seseorang walaupun bukan dari diriku."
Negoisasi Nada akhirnya disetujui, membantu Nada bebas. Erik membuka tali putih dengan sekali iris menggunakan pisau tajam yang selalu ia bawa.
"Aku belum pernah berbaik hati kepada seseorang tapi kau dengan tak sopan memenuhi kepalaku."
Sembari membuka ikatan di kakinya.
"Kuharap kita tidak akan pernah bertemu lagi, lain kali jangan keluar larut malam seorang diri," ceramah Erik pertama kali berbicara panjang dengan gadis asing.
"Pergilah jangan kembali lagi."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Atha Diyuta
q lngsung subscribe ka smngt ya
2024-04-23
0
Atha Diyuta
pasti takut bgt ya nanda
2024-04-23
0
anjurna
Gilanya seseorang kalau sudah terobsesi😑
2024-04-22
1