NovelToon NovelToon

Suami Sesiopat

Suami Sesiopat Bab 01

Sembilan Tahun lalu

Malam itu, Nada melewati sebuah jalanan sepi seorang diri menuju asrama sekolahnya. Tetapi sesosok bayangan yang terlihat dari pinggir mengikuti dirinya. Nada memantapkan hati menoleh kebelakang namun tiba-tiba pria itu membekap mulutnya sebelum Nada berteriak.

Gadis itu memberontak atas tangkapan pria misterius. Memakai masker dan topi, hanya melihatkan mata dan alis yang tebal.

Nada berusaha melawan dengan andalan beladiri yang selama ini dirinya tekuni namun saat ingin mengaplikasikan entah kekuatannya sama sekali tidak berguna, tidak mempan melawan pria bermasker itu.

Menyeret gadis itu dengan suara tenang, membawa kedalam mobil yang sudah disiapkan. Masih membekap mulutnya diganti dengan lakban berwarna hijau, tangan yang diikat. Kemudian wajahnya ditutupi penutup hitam. Gelap, tidak tahu dirinya akan dibawa kemana.

Mobil yang menculik Nada melaju cepat membelah jalanan yang padat. Perasaan was-was menghampiri dirinya, mengingat kasus pembunuhan pelajar. Mata Nada berembun meneteskan air matanya. Mobilnya berhenti, membuka pintu menyeret paksa lengan Nada.

"Dimana ini? Kenapa terasa sangat sepi tidak terdengar orang lalu lalang." batin Nada yang kacau.

Membuka penutup hitam wajahnya saat dirinya memasuki ruangan pengap dengan banyak kardus, seperti ruang bawah tanah. Matanya berkeliling, tidak ada siapapun hanya dirinya dan pria menakutkan itu.

"Ah ... sakit!" tangan berurat itu melepas lakban dengan pelan tetapi terasa sangat kasar.

"Brengsek! Siapa kau, kenapa melakukan ini padaku!" teriak Nada dengan menggebu-gebu.

Pria itu hanya diam.

Gadis itu berusaha keluar melarikan diri bagaimanapun caranya, meski dengan tangan yang diikat.Nada menendang aset pria misterius itu sekuat tenaganya, karena itu akan sangat menyakitkan.

Pria itu meringis kesakitan, "AAHH ... Sial Kau!"

Memanfaatkan saat lengah dirinya mencari benda tajam untuk membuka ikatan tali. Mengedarkan pandangan mencari sesuatu, melihat kaca utuh teronggok di kursi lapuk. Nada langsung menjatuhkan kaca mengambil serpihan kaca tertajam.

Nada tergesa-gesa membukanya hingga tangannya berdarah, sebelum pria itu bangkit menghampirinya.

"Ayolah kumohon cepatlah!" ucapnya pelan penuh pengharapan, mengabaikan goresan luka.

Pria itu menghampiri Nada dengan kemarahan yang terlihat dimatanya. Membanting topi hitam dan membuka masker, memperlihatkan wajah rupawan seorang pemuda.

Walaupun begitu Nada tidak tertarik, fokusnya teralihkan dengan bagaimana cara menyelamatkan diri. Langkah kaki pria itu mendekat kearahnya, tanpa aba-aba Nada menjagal kakinya. Duduk tetapi tidak menempel diatas badan gagah pria itu, memukul wajahnya bertubi-tubi sampai mengeluarkan darah disudut bibir tebal pemuda itu. Melampiaskan amarah dalam hatinya.

Tangan terkepal siap menghantam wajahnya lagi namun pria itu langsung mencekal lengannya.

"Hentikan! Ini sakit, sshh." desis kesakitan, mengelap sudut bibirnya.

"Tenanglah aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya menjalankan tugas."

"Siapa? Siapa yang menyuruhmu?!" pekik Nada menggigit bibir bawahnya menahan tangisan.

Pemuda itu hanya diam.

Merasa tidak ada jawaban Nada menggigit lengan berkulit putih itu dan langsung berlari melarikan diri.

"Sial!"

Pria itu merogoh saku jaket mengambil suntikan bius. Berlari menyusul tawanan kakaknya, benar Nada menjadi sasaran obsesi seorang psikopat gila saudara tirinya.

Nada berlari secepat kilat mencari jalan keluar, sayangnya saat mencapai pintu dirinya merasakan jarum suntik menancap ditengkuknya. Merasakan sebuah cairan dingin masuk. Selang beberapa detik dirinya terkulai lemas tidak sadarkan diri.

Dirinya diangkat bak karung beras dipundak lebar pemuda itu.

Tersadar Nada tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya, ternyata terikat jadi satu di kursi. Matanya tidak bisa melihat apapun tertutup kain hitam dimatanya.

"Kerja bagus Er." Lucas menepuk pundak adik tirinya Erik Austhin.

"Aku akan melihat keadaan tawananku, kamu pergilah," imbuhnya bersemangat menemui gadis itu.

Tap tap tap

Terdengar langkah kaki bersepatu menghampiri Nada semakin dekat dan dekat. Menyentuh dagu gadis berambut sebahu itu, dengan seringai kejamnya khas pembunuh.

"Siapa kau! Kenapa melakukan ini padaku, apa salahku!"

"Sssstt-- ckckck kita akan bersenang-senang. Aku punya permainan, jika kamu menang aku akan membebaskan kamu Nada," ucap pelan Lucas Austhin pria gila.

"Kurang ajar! Pria tak waras. Selama ini bahkan kau menguntitku."

"Karena aku menyukaimu cantik," ucapan geli Lucas kepadanya.

"Itu obsesi! Obsesi," seru Nada mengepalkan tangan dibalik kursi yang diikat.

"Apa! Katakan sekali lagi nyawamu akan melayang,"

Tekan Lucas sembari mencengkram dagu Nada dengan kuat lalu menghempaskan wajahnya.

Lucas berdiri dengan kepalan tangan disampingnya. Meninggalkan Nada diruangan lembab itu, semakin lama ruangan ini terasa semakin sempit. Mulutnya bergetar dengan tangisan yang membasahi kain hitam dimatanya, memikirkan cara untuk bebas dari jerat orang jahat.

"Erik! Awasi gadis itu jangan sampai lolos, sekarang aku sedang muak."

"Kau mau kemana?"

"Keluar mencari mainan baru," ucapnya enteng.

"Ah ya, kau boleh bermain-main dengan gadis itu. Aku menyarankan gunakan kedua tanganmu untuk merasakan leher yang memanas berubah dingin. Sensasi yang harus kau coba," sambung Lucas agar adiknya mencekik gadis itu jangan lupakan senyum mautnya.

Erik berjalan menemuinya, takut gadis itu telah digeprak oleh kakak tirinya. Saat membuka pintu terdengar tangisan serta jeritan minta tolong, Nada mendengar dengan jelas seseorang berjalan mendekati dirinya, langsung berhenti menangis.

"Siapa? Siapa itu apa kau psikopat gila?!" tuduh Nada berusaha menggerakkan tangan dan kakinya kesana kemari siapa tahu talinya akan lepas sendiri.

"Jangan ... jangan mendekat," teriak Nada histeris.

Erik mendekat dan berjongkok melihat gadis berusia kisaran 16 tahunan. Menatap wajah yang dibanjiri keringat dipelipisnya dan rambut sebahu, terlihat sudah lepek karena keringat.

"Lepaskan aku ... kumohon temanku pasti mencariku, bukankah itu masalah," usul Nada meyakinkan pria misterius yang menculik dirinya.

Tangan Erik mendekat ke wajah gadis itu membuka kain dimatanya, menampilkan sosok pemuda yang tadi dirinya pukuli. Berumur kurang lebih dua tahun lebih tua darinya.

Erik hanya diam.

"Aku akan mengawasimu dari luar," ucap dingin Erik dia tidak berminat melepaskan Nada.

"Hei ... brengsek lepaskan aku, aku tidak ingin bertemu orang gila itu. Sekarang aku benar-benar ketakutan," teriak Nada dengan air mata yang setia menemani nasibnya, menghentikan langkah Erik.

"Jangan menangis, aku tidak bisa merasakan apapun."

"Setidaknya bawa aku jangan tinggalkan aku dengan psikopat itu,"

"Kenapa kau semudah itu percaya kepada orang asing, bahkan aku menculikmu?"

"Karena kau tidak akan tega menyakiti," celetuk Nada.

Padahal itu ungkapan asal Nada berpikir risikonya mungkin tidak akan sampai dibunuh, mengingat dirinya tidak dipukuli saat menendang aset masa depan pemuda itu. Pemikiran konyol Nada memutuskan secara impulsif.

"Ku mohon bebaskan aku, kau yang paling tahu psikopat itu. Kau bisa katakan ... aku kabur, hm?"

"Ide bodoh macam apa itu, cih."

"Aku berjanji akan membalas jasamu dengan uang ... tidak maksudku membalas kebaikanmu suatu saat."

"Tapi aku tidak butuh kebaikanmu tidak ada gunanya," ucap Erik remeh.

"Kau salah pasti kau akan butuh kebaikan seseorang walaupun bukan dari diriku."

Negoisasi Nada akhirnya disetujui, membantu Nada bebas. Erik membuka tali putih dengan sekali iris menggunakan pisau tajam yang selalu ia bawa.

"Aku belum pernah berbaik hati kepada seseorang tapi kau dengan tak sopan memenuhi kepalaku."

Sembari membuka ikatan di kakinya.

"Kuharap kita tidak akan pernah bertemu lagi, lain kali jangan keluar larut malam seorang diri," ceramah Erik pertama kali berbicara panjang dengan gadis asing.

"Pergilah jangan kembali lagi."

Bersambung...

Suami Sesiopat Bab 02

Nada Rosselind S.H Pengacara/Advokat Firma Hukum Konsultan Sipil, tertera dalam name tag tertempel dibajunya. Berjabat tangan dengan seorang klien dengan senyum simpulnya.

Siang itu dengan cuaca yang lumayan panas Nada memutuskan istirahat sebentar. Pekerjaan hukum yang sangat melelahkan.

"Mau pesan apa?" tanya Jonathan juniornya dan kini teman dekat Nada.

"Kue pai sama jus alpukat aja Jo aku lagi diet."

"Hei Nad dimataku kamu itu sudah cantik tidak perlu diet," kekah Jonathan khas perkataan buaya darat.

Wanita cantik yang masih sama seperti dulu gaya rambut sebahu, memukul pundak Jonathan berdecak sebal, "Memangnya diet hanya untuk kecantikan? Kesehatan juga menganjurkan menjaga berat badan, agar enak dipandang," lirih Nada diakhir kalimat.

Dua Pengacara itu sedang menikmati makan siangnya tidak jauh dari kantor, melihatkan pemandangan lalulintas lalu lalang.

"Nad nanti lepas pulang jangan lupa ada pertemuan untuk merayakan kenaikan pangkat Kepala Firma menjadi Direktur Utama."

"Tiba-tiba saja? Huh ... pasti akan ada acara minum-minum." Nada selalu menghindari minuman memabukkan itu.

"Tak perlu khawatir nanti kalau udah pusing biar aku yang urus kamu. Akan aku antar pulang, tenang aja," tutur Jonathan pria matang berkaca mata berumur lebih tua dari Nada.

Di tempat berbeda seorang pria memakai pakaian formal lengkap dengan rompi dan jas terlampir ditempat gantungan. Menampilkan badan proposional yang gagah dan dada yang bidang. Erik Austhin, menatap dingin foto saudara tirinya yang sudah lebih dulu meninggal.

Tok tok tok

"Masuk Dav," pinta Erik kepada asisten sekaligus tangan kanannya.

"Pak Erik malam nanti ada jadwal mendadak dari seorang investor mengajukan rapat diluar."

"Hm ... mendadak sekali tidak seperti biasanya," jawab Erik menyandarkan badan dikursi kebesarannya.

"Baiklah tanyakan lokasinya dimana."

Malam tiba.

Gemericik tawa memyambut kenaikan karir Kepala Firma, meja panjang dipenuhi para pengacara lokal.

Minuman beralkohol disajikan oleh Bartender, ikut merayakan kesenangan karier seseorang yang melejit. Walaupun kenaikan pangkat tidak serta merta membuat semua temannya ikut senang. Bisik-bisik terdengar ditutupi senyum palsu, bagaimana bisa nasib beruntung Kepala Firma ditunjuk menjadi Direktur Utama.

"Sudah Jo cukup aku tidak ingin mabuk berat," tolak Nada kepada Jonathan yang terus mengaliri wisk kedalam gelasnya.

"Tidak ayolah Nada sekali saja kita bersenang-senang," desaknya dengan senyum mengandung arti.

"Satu gelas saja cukup, kurasa lama-lama disini tidak baik."

Melihat sahabatnya yang sudah kacau dengan pipi bersemu merah khas peminum alkohol. Jo langsung membawa Nada menjauh dari kumpulan Pengacara. Sengaja Jonathan memesan mie pedas berkuah lengkap dengan minuman dingin untuk menghilangkan pengar Nada.

"Tunggulah disini sebentar sampai acaranya selesai, tak perlu merasa tidak enak hati pada mereka," ucap Jonathan lalu meninggalkan Nada sendiri.

Seorang pria berjas matanya berkeliling mencari seorang klien yang sudah sepakat melakukan janji temu ditempat ini. Bodohnya Erik tidak bertanya akan bertemu dengan seorang klien pria atau wanita ataupun meminta no HP-nya. Erik merogoh sesuatu dalam jas berusaha menghubungi Dava asistennya, sialnya tidak diangkat.

"Oke Dava kamu memutuskan untuk memangkas umurmu sendiri," gumam Erik dengan geram meremat benda pipih.

"Yaah... mari kita lihat manakah seseorang yang terlihat tengah menunggu," ucap Erik kepada diri sendiri sembari melangkah sibuk melihat pengunjung. Sekian banyaknya pengunjung hanya seorang wanita duduk seorang diri. Erik menghampiri wanita berambut sebahu memakai kemeja putih.

"Permisi, apa Anda sedang menunggu sesorang?" suara bariton Erik menyadarkan Nada dengan penglihatan remang-remang.

"Hm ... Anda siapa?" lontar Nada setengah sadar.

Bau alkohol tercium menyengat saat wanita

di depanya berbicara. Erik langsung duduk berhadapan dengan wanita cantik berkulit putih itu, Erik yakin wanita itu adalah Investor yang dirinya cari. Pemikiran impulsif Erik.

"Saya Erik Austhin CEO ACRO Company." Ulur Erik berjabat tangan. Namun tidak diindahkan oleh wanita itu, Erik menjauhkan tangan yang tidak disambut wanita berambut coklat itu.

"Bukankah Anda ingin menemui saya? Apa ada kendala dalam laporan keuangan perusahaan hingga saya harus turun tangan, Nona?"

Nada terdiam mencerna setiap perkataan pria

di depannya, terdengar ngelantur baginya. Nada hanya menggelengkan kepalanya yang terasa berat, mengacuhkan pria asing itu dengan menyeruput kuah berwarna merah terlihat sangat pedas.

"Sruup...ah.." Suara tak sopan seruputan kenikmatan keluar dari bibir mungil wanita itu. Membuat Erik geram berbicara sampai berbusa, buang-buang air liur.

Erik bangkit dari tempat duduk berniat meninggalkan wanita itu dan melupakan janji temu. Sesaat melangkah menjauh terdengar dentingan sendok yang terjatuh. Erik menoleh ke sumber suara, ternyata wanita itu ambruk tidak sadarkan diri di depan makanan berkuah di mejanya. Tangan dan hatinya tergelitik melihat pemandangan baju putih bersih yang kotor. Rasanya ingin memaki kelakuan ceroboh wanita itu yang sekarang sudah kuyup terkena kuah dibajunya.

"Haishh... yang benar saja!" Erik mendekat dan menjauhkan wanita itu dari tumpahan mie, tangannya tergesa-gesa mengambil banyak set tisu untuk membersihkan baju putih yang kotor.

Tangannya terhenti tepat di dada wanita itu.

"Oh ... tidak ini salah," matanya melebar terkejut. Tidak mungkin dirinya mengelap baju di daerah terlarang. Erik tidak akan mengambil kesampatan dalam kesempitan, dia bukan pria pecundang.

Suami Sesiopat Bab 03

Terjebak dalam pemikiran kalut antara meninggalkan atau bertanggung jawab, Erik menyandarkan badan wanita itu. Pergi mencari salah satu pegawai untuk meminta bantuan.

"Maaf Pak kami tidak bisa memberi tahu informasi pelanggan," ucap sopan dan ramah Bertender, privasi pelanggan adalah prioritas.

"Masalahnya wanita itu dengan keadaan kacau, apa tega ditinggal seorang diri?" tanya Erik yang mudah terpancing emosi.

"Bapak siapanya ya?" pertanyaan balik kepada pria angkuh yang ngotot diberitahu wanita itu datang dengan siapa.

Sejenak Erik terdiam.

"Saya koleganya beliau," jawabnya mengambil kartu identitas.

Melihat nama yang tertera membuat mata Bertender sedikit berkedut, salah lawan. "Tadi beliau ikut pesta perayaan Pak bersama teman pria tetapi pria tersebut sudah pulang."

"Apa disini menyediakan penginapan?"

"Tidak Pak tetapi kalau Bapak mau di dekat sini ada motel diseberang jalan. Sayangnya hanya bisa dilewati dengan jalan kaki Pak," tawarnya mengira pasangan itu tengah kencan dan dimabuk asmara yang sudah tidak tertahan, membuat Bertender merekomendasikan penginapan terdekat.

Erik memutuskan membawa wanita asing itu ke penginapan tersebut, tidak ada pilihan lain. Pria macam apa yang tega meninggalkan sahabat atau kekasihnya di tempat umum seperti ini. Banyak orang jahat bertindak saat ada peluang. Erik membuka jas dengan sangat ber-damage membuat beberapa pasang mata menatap kagum. Mengenakannya ke tubuh Nada, menggendong wanita itu ke punggung atletisnya. Membiarkan baju kotor Nada menempel di kemejanya yang sama-sama putih.

Berjalan dengan sedikit terburu-buru menenteng tas perempuan di tangan kirinya, sementara tangan kanan sibuk menjaga tubuh wanita itu agar tidak terjatuh. Menengok kesana-kemari memilih jalan alternatif agar cepat sampai.

"Kau tahu kenapa aku bertindak sejauh ini, ha? Karena kau dengan lancang memenuhi pikiranku, mengingatkanku akan sesuatu," gumam Erik terengah-engah menyebrang jalan zebra cross saat lampu merah terpasang di perempatan jalan. Tibalah Erik dan Nada yang masih belum sadar di sebuah motel minimalis dengan lampu kuning temaram diluar. Mengurus registrasi dan langsung membawa ke kamar yang sudah disiapkan.

Membaringkan tubuh wanita itu dengan hati-hati, dengan dada naik turun. "Apakah aku selalu seperti ini merasa berempati saat melihat wanita berambut sebahu? Atau karena gadis yang dahulu ... ah sudahlah." Erik menatap lama wajah ayu bersemu merah itu dengan perasaan biasa, tidak membuatnya berdebar. Melihat noda baju berbau mie di dada baju wanita itu, Erik langsung membuka kemejanya dan tentu saja jiplakan noda menodainya. Mecium aroma tak sedap aroma mie bercampur keringat.

Hidungnya mengendus bau kemajanya. "Shit! Bau sampah jenis apa ini sampai kepalaku pusing."

Rasa menyesal Erik mencium bajunya sendiri.

Nada sedikit menggeliat menandakan dirinya sedikit sadar mendengar gerutuan seorang pria. Matanya yang berat Nada paksa membukanya lebar-lebar memperlihatkan punggung lebar kulit putih bertelanjang dada. Antara sadar dan tidak sadar tangan nakalnya ingin sekali menyentuh tubuh kekar itu, sayangnya keinginannya tidak tersampai. Hanya senyum singkat, padat, nggak jelas, seperti salah tingkah. Tubuhnya ingin berguling-guling.

Mendengar tawa cekikikan, Erik menoleh ke sumber suara, tangan beruratnya menghentikan dengan cepat gerakan badan wanita itu yang akan menempel di sprei putih. Napas lega Erik nodanya tidak akan menyebar kemana-mana. Erik langsung memakai kemejanya kembali dan pergi dari motel.

Pagi menjelang

Nada bangun dari tidur nyenyaknya, menguap seperti kuda nil. Sedikit shock matanya berkeliling mencari sesuatu, "Aku di mana ini, astaga?!" rasa pengar dan kepala sedikit pusing tidak di hiraukanan. "Hah! Ya ampun jam 07.40!" Jam tertera di layar gawainya. Langkah gusar Nada harus bersiap bekerja tetapi langkahnya terhenti. "Jas pria? Ini punya siapa? Tidak mungkin aku semalam membawa pria asing," tawa kecut Nada mendongakkan kepala. Tidak berpikir lama dirinya membawa jas itu dan berlari dengan penampilan yang kacau.

Dalam langkah berlari Nada memperbaiki dandanan rambut menyisir menggunakan jarinya, penciumannya terganggu oleh bau asem yang keluar dari bajunya. Membuat Nada terpaksa memakai jas pria yang kedodoran untuk menutupi noda dan bau tidak sedap.

"Pagi Mbak, saya mau registrasi pembayan untuk satu malam," papar Nada kepada petugas motel.

"Iya selamat pagi juga Kak tetapi tadi malam sudah dibayar oleh seorang laki-laki Kak," ujarnya membuat rasa penasaran Nada semakin tinggi, siapa pria itu? Terlepas dari masalah semalam dirinya sekarang tidak akan ambil pusing. Sekarang yang terpenting adalah pulang, mandi dan ke kantor.

Walaupun terlambat Nada tetap profesional, apapun nanti dirinya sudah siap diceramahi oleh sang atasan.

Berbeda dari yang dirinya pikirkan, banyak pasang mata menatapnya dengan intens. Membuat Nada menjadi pusat perhatian.

"Pagi semuanya... mm terlambat soalnya tadi bagun kesiangan," ucap Nada kikuk. Mungkin teman-temannya merasa sedikit kesal dirinya terlambat, pikirnya. Ternyata salah, para pegawai mamandang dengan tatapan yang tidak mengenakan, "Pantesan telat orang kerja sampingannya jadi sim--" ucapan lirih salah satu Pengacara yang terdengar oleh Nada dan terpotong dengan sapaan Jonathan.

"Hei Nad! Kemari sini ke ruanganku sebentar!"

Nada melangkah patuh memasuki ruangan pribadi Pengacara. "Jo, semalam kamu yang bawa aku ke motel, kan?" Tanya Nada antusias.

"Aku minta maaf Nad. Semalam aku juga mabuk berat sampai lupa janjiku akan mengantar pulang kamu."

"Terus siapa?"

"Sekarang yang lebih penting bukan itu. Aku tanya serius Nad, semalam kamu tidur dengan Erik?"

Nada tidak langsung menjawab keningnya berkerut. "Erik siapa?! Kamu nuduh aku Jo?" tanya Nada tak habis pikir.

"Lihatlah! Ini kamu, kan?" Jo menyodorkan gawainya memperlihatkan video dirinya dan seorang pria bertelanjang dada di sebuah kamar penginapan.

"Ini, ini hanya kesalahpahaman Jo. Kamu percaya dengan sepenggal bukti itu?"

Jo hanya diam.

"Oh ... itu alasan orang-orang melihatku dengan rendah?" tanya Nada menyeka anak rambutnya.

"Aku tidak bermaksud tidak percaya tapi coba lihatlah ini juga ada foto-foto kamu saat mabuk dan digendong," tutur Jonathan dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Jadi orang kira aku wanita simpanan?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!