Cakrawala biru tampak indah terpapar di gedung tinggi pencakar langit, semilir angin pagi sedikit berubah panas menjelang siang hari. Senyum sapa para karyawan kepada pemilik perusahaan, tidak mampu membuat CEO ACRO itu luluh tersenyum balik. Jika dibuat kisah, sejarah dari lahir sampai sekarang pria itu belum mencatatkan lengkungan senyum terbit di wajah rupawannya.
Beberapa langkah kaki berjalan cepat kompak dengan cekatan mengikuti langkah Erik, yang mana nampak akan ada semburan panas kepada Dava. Perasaan tidak enak yang dirasakan asisten pribadi itu juga sampai di hati para karyawan yang melihat raut wajah pria dingin itu. Suasana pagi di kantor diawali dengan aura hitam yang sangat pekat.
"Jelaskan semuanya Dava!" tuntut Erik tenang, mendaratkan bokong ke sofa dengan memijat pelipis yang terasa ingin meledak.
"Saya salah Pak, semalam kepala saya tiba-tiba sakit dan jatuh pingsan," jawab Dava dengan pandangan sedikit menunduk.
"Sekarang kenapa bisa sudah ada disini? Jelaskan apa adanya Dav jangan berdalih."
"Tidak Pak saya serius."
"Lanjutkan!"
"Pertemuan Bapak dengan Investor semalam di batalkan, beliau di rujuk ke rumah sakit terkena gangguan jantung karena shock berat."
"Apa semalam saya ketinggalan berita? Penyebaran virus menular sampai sakit bersamaan?" Pertanyaan sarkas Erik dengan ketus.
"Lantas kenapa hal sepele ini menjadi masalah besar bagi perusahaan, ha?" keluh Erik tidak habis pikir.
"Saya rasa ini ulah paparazi yang mengincar Bapak atau Pengacara wanita itu."
"Ck, sejak kapan saya mempunyai penggemar tidak mungkin." Matanya kini menatap sinis pada pria disebelahnya.
"Saya akan segera usut permasalahan ini Pak namun untuk saat ini saham perusahaan anjlok. Menurut mereka para Investor, kepercayaan kepada perusahaan menurun akibat foto dan video yang beredar."
"Kurangnya ketangkasan kamu semalam membuat saya ingin sekali memperpendek umurmu." Kilatan kemarahan terlihat di mata sang atasan.
"Sekali lagi saya minta maaf mengenai kecakapan saya dalam bekerja. Saya sadar, kesalahan ini sangat merugikan dan menambah beban Bapak," sanggah Dava pasrah. Salah atau tidak ia langsung mengakuinya karena ini bukan lagi menyangkut gaji melainkan nyawa. Salah satu pekerjaan berbahaya yang Dava lakukan.
"Kalau begitu saya pamit undur diri Pak, saya akan menyelesaikan permasalahan ini dengan segera."
Dava keluar dari ruangan besar itu, menetralkan wajahnya agar tidak ada karyawan yang banyak tanya. Ruang CEO terletak di lantai atas membuat tidak banyak karyawan berlalu lalang. Tiupan angin dari jendela yang terbuka membuat kulit Dava merespon sejuk namun berubah dingin. Seketika kulit Dava sedikit meremang, tiupan angin yang dirinya rasakan berubah menjadi suara tiupan angin misterius. Bisikan yang menyapu di tengkuknya berhasil membuat bulu kuduknya bertambah merinding. Dava memegang tengkuknya dan melangkah menjauh menghiraukan suasana mencekam di tengah siang bolong.
Daa ... va ...
Tiupan angin berpadu suara tidak jelas, membuat Dava langsung melangkahkan kaki lebar-lebar. Ujian hidup Dava saat ini sudah cukup tidak perlu menambah beban lagi dari makhluk tak kasat mata.
Da ... va ... Dava ....
Sekarang Dava tidak mungkin salah dengar, suara bisikan perempuan yang memanggil-manggil namanya. Dava berhenti melangkah dan memikirkan sesuatu. Mengumpulkan keberanian menoleh, menatap apapun itu nantinya. Bahkan kalaupun harus melawan saat itu juga, Dava pikir bisa saja berteriak meminta bantuan Pak Erik yang tak kalah seram. Waktunya Dava menoleh kebelakang dan ....
"Astaga ...!" Mata Dava melebar terkejut, pembuluh darah tampak tegang dilehernya.
Rentetan tujuh karyawan pria dan wanita yang bersembunyi di balik dinding penyeka. Gelagat penasaran yang tinggi ke tujuh karyawan bertanya dengan berbisik, "Pak Dava apa benar desas-desus yang beredar itu? Terus benarkah Pak Erik berbuat tak pantas dengan seorang wanita?" Deretan pertanyaan yang tidak bisa Dava jelaskan, hanya Erik dan wanita bersangkutan yang tahu atau seorang penguntit yang menyebar berita ini.
Dava terdiam sejenak.
Rasa takut masih terlukis di wajah Dava, ia memejamkan mata menghembuskan napas lega dan menggelengkan kepalanya. Para karyawan itu bingung, saling tatap satu sama lain.
Salah satu karyawan bertanya, "Pak Dava pasti kesulitan menjadi tangan kanan pak Erik ya, kan?"
"Tidak ada pekerjaan yang mudah oleh sebab itu kita digaji," jawab Dava menatap para karyawan yang kepo.
......................
"Nggak mau tahu secepatnya urus berita itu jika memang hoaks, saya tidak ingin kalah dalam sidang,"
protes seorang klien di seberang telepon.
"Baik Pak saya tidak akan melibatkan masalah pribadi ke ranah pekerjaan," ucap lembut Nada meski sedikit dipaksa.
Gagang pintu yang mulai terbuka memperlihatkan Kepala Firma, atasannya. Melihat Nada dengan semburat kemarahan.
"Iya Pak ... baik Pak, sebentar saya tutup dulu teleponnya ya, Pak."
Nada berdiri ingin menyambut atasanya dengan basa-basi sayangnya sebelum dirinya mengangkat bicara, atasanya langsung menyanggah ucapannya.
"Duduklah kembali Nada, mari bicara sebentar." ujar ramah Heri tangannya mempersilakan Nada. Tidak seperti kebanyakan orang lihat mengira Heri seseorang yang pemarah, hanya wajahnya saja yang nampak galak.
"Saya pikir kamu perlu menuntaskan berita yang beredar, terlepas itu hoaks atau bukan. Para klien banyak yang mempercayakan kamu Nada, saat ini tugas kamu saya alihkan ke Pengacara lain agar kamu fokus dulu dengan permasalahan ini," ucap Heri yang bijak.
"Saya tidak tahu harus meminta maaf dari mana dulu Pak Heri tetapi saya mengucapkan terimakasih banyak, Bapak tidak menghukum atau mens-sekors saya. Saya secepatnya akan membereskan kegaduhan ini, saya meminta maaf atas ketidaknyamanannya."
Heri berdiri meninggalkan Nada seorang diri dengan setumpuk masalah di ruang pribadi Pengacara. Bingung harus mengluruskan masalah dari mana dulu, Nada kepikiran mencari alamat kantor pria itu yang menjadi awal mula kesalahpahaman. Nada langsung menyambar kunci dan langsung menuju ke perusahaan ACRO.
Melajukan mobilnya sedikit tinggi, membelah padatnya jalan kota yang macet di siang hari. "Hm ... Erik Austhin, CEO muda penerus tunggal keluarga Austhin Group. Pengusaha tampan berbakat sejak belia ...." kata Nada membaca artikel sambil mengemudi. Bagaimana bisa ini semua terjadi pada dirinya, andai bukan dia pasti hidupnya tidak akan kacau.
Tiba ditujuan.
"Siang Pak, saya ingin bertemu Tuan Erik Austhin," ucap Nada kepada Satpam, sengaja daripada langsung dengan CS mungkin akan menjadi pusat perhatian. Maklum sekarang lagi trending.
"Apa Nona sudah menbuat janji dengan beliau?"
"Belum tetapi bisa katakan saya Nada Rosselind, pasti beliau mau menemui saya."
Benar saja Erik datang dan menarik lengan Nada masuk ke ruangan pria itu. Sepanjang jalan para karyawan melihat ke-duanya dengan tatapan melongo tidak percaya. Seperti menandakan benar adanya kalau sang Bos memiliki kekasih. Nada yang dilihat seperti itu menjadi risih. Hatinya berdebar kala kulitnya bersentuhan, hubungan belum jelas salting di luar batas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
🌹mawar untukmu thor
2024-05-09
0
Jumli
kirain hantu benaran 🤣🤣🤭
2024-04-30
0
anjurna
Aku udah ngira itu hantu beneran😔
2024-04-22
0