Suami Sesiopat Bab 05

Nuansa ruang kerja Erik terletak di lantai tiga belas dari lima belas lantai, tentu bisa melihat keindahan kota. Tumbuhan hijau berjejer di jendela membuat sirkulasi udara bagus untuk kesehatan. Barang antik di ruang itu lumayan banyak dan tentu saja mahal sebab memiliki sejarah. Sofa lembut yang dikenal mewah menghadirkan kenyamanan bagi yang duduk namun tidak bagi Nada, duduk berhadapan dengan Erik.

"Seharusnya Anda tidak perlu membawa saya tadi malam tetapi walaupun begitu saya wajib mengucapkan terimakasih atas kebaikan Anda," ucap Nada to the point.

"Hm! Pemikiran kita sama, seharusnya saya tidak berbuat sejauh itu untuk menolong," jawab Erik menatap datar wanita di depannya.

"Jujur masalah ini sangat merugikan saya Pak Erik dan tidak mungkin juga kepada perusahaan Anda," ucap Nada berwibawa bawaan seorang Pengacara.

"Meskipun begitu kamu tidak berhak menyalahkan saya ataupun keadaan yang tidak tahu menahu, tidak ada korban dan tersangka di antara kita," ucap serius Erik menyilakan kakinya.

"Asisten saya sedang menyelidiki kasus ini jadi saya rasa tinggal menunggu kebenaran dibalik kesalahpahaman ini."

Percakapan serius ke-dua insan berumur matang dengan kepala dingin mengalir menjadi perang dingin saling menusuk. Nada tidak akan menunggu begitu saja, dirinya harus secepatnya menguak kebenaran agar nama baik dan pekerjaanya tidak dipandang sebelah mata. Akan lebih cepat kesalahpahaman berakhir dengan sebuah klarifikasi ke-dua belah pihak.

"Tidak bisakah kita selesaikan dengan klarifikasi hubungan, saya tidak mau dinilai menjadi wanita simpanan. Anda tahu, kan maksud saya?"

"Tapi saya juga tidak ingin dicap sebagai pria mesum. Dengar baik-baik Nona Nada yang terhormat, saya tidak pernah tersandung kasus konyol seperti ini," kekeh Erik menekan kalimat panggilan wanita itu.

"Pekerjaan saya terganggu dengan permasalahan yang entah kapan berakhir," ulang Nada.

"Kalau begitu tinggal resign mencari pekerjaan lain atau mungkin pindah ke perusahaan saya, kantor saya sangat luas kesabarannya sehingga masih bisa menampung orang yang tidak sabaran sep--"

Tok tok tok

"Iya Masuk!"

Teriak Erik memperlihatkan kepala seseorang menyembul dibalik pintu, Dava menghampiri dua manusia itu yang tengah berdebat sengit. Membawa setumpuk kertas dan seperti foto yang dicetak, bisa di duga itu sebuah barang bukti. Menyerahkan kepada Erik dan melihat detail satu per satu, sambil mendengarkan penjelasan tangan kanannya yang tidak pernah mengecewakan.

"Benar pak ini semua ulah paparazi yang saya maksud kemarin, untuk tempat mini bar dan motel sudah saya tuntut secara hukum tentang hak privasi orang lain. Tinggal menunggu persetujuan ke-dua belah pihak."

Mendengar penuturan asisten Erik, Nada langsung paham arah pembahasan. Nada kagum atas kecekatan pemuda itu, cepat menangkap tikus-tikus sialan yang menguntit dirinya. Pantas saja Erik mengatainya manusia tidak sabaran. Nada tidak menyangka permasalahannya akan segera berakhir, pikirnya.

"Tidak Dav, tidak semudah itu. Seorang penggemar tidak akan menjerumuskan, aku rasa ini seperti sebuah peringatan atau ancaman dari penggemar itu secara halus. Mungkinkah dia penggemar mendiang Lucas?" tanya Erik dengan kening berkerut memikirkan sangat dalam masa lalu saudaranya itu.

"Apa? Kenapa kesalahpahaman ini menyangkut kemana-mana, tidak bisakah kita tuntut secara hukum dan kesalahpahaman ini berakhir," usul Nada yang sedari tadi diam.

"Tentu saja bisa Nona," lontar Dava dengan yakin.

"Kalau begitu selesaikan semuanya dengan hukum Dava dan semuanya selesai," pinta Erik.

"Namun terkait isu tersebut sepertinya akan sedikit sulit dan tentu saja masih akan berpengaruh bagi perusahaan kita Pak dan tidak menutup kemungkinan bagi Anda Nona, kepercayaan Investor memang harus selalu bersih dari kasus sekecil debu," papar Dava seperti istilah nasi sudah menjadi bubur.

"Akan lebih baik dan lebih cepat selesai kalau kita membenarkan rumor tersebut dan tentu saja akan saling menguntungkan karier masing-masing," usul Nada tidak ada pilihan lain. Nada tidak akan pernah sekalipun melepas gelar Pengacara jika belum menuntaskan pembalasan kasus masalalunya, dirinya ingin menghukum manusia kejam tersebut.

"Menikah maksudnya?!" sahut Erik tidak habis pikir mana mungkin hal seperti itu menjadi pemecah masalah, yang benar saja. Rugi dong!

"Jika Anda tidak mau, cari cara lain secepatnya!" tekan Nada di setiap kalimat melihat ekspresi Erik yang tidak setuju.

"Tapi saya tidak suka kamu!" tekan Erik tak kalah menusuk.

"Memangnya saya juga suka dengan Anda Tuan Erik, tidak!"

Perdebatan sengit ke-duanya telihat akan melanjutkan ronde dan kali ini lebih menusuk dari sebelumnya. Dava tersenyum seperti melihat keseruan pertandingan tinju saling pukul satu sama lain, sebelum akhirnya Dava ikut melerai ke-duanya dan lanjut diusir.

"Se--," ucap Dava.

"Diam!" bentak Erik dan Nada kompak.

"Dava sebaiknya kamu keluar," ucap Erik rendah.

Dava patuh keluar dan akan melanjutkan tuntutan hukum tersebut. Ia melangkah dengan cepat, matanya berkeliling waspada agar kejadian serupa tidak menimpanya kembali. Walaupun Dava yakin tidak akan melihat tujuh karyawan itu lagi sebab ia kemarin meminta jangan sembarangan naik tetapi Dava tetap harus waspada jika memang ada makhluk astral di sekitarnya.

"Anda tahu saya bukan typical manusia yang suka berkomitmen pada suatu hal." Erik menjelaskan sedikit siapa dirinya sebenarnya agar wanita itu berubah pikiran. Sudah cukup, dirinya tidak akan menggunakan kemampuannya untuk menyakiti hati orang lain.

Nada terdiam memikirkan sesuatu.

"Maksud Anda?"

"Saya tidak tahu apakah saya bisa memberi nafkah yang baik," lirih Erik sendu seperti ungkapan tidak kepercayaan kepada diri sendiri, Insecure.

"O ... kalau itu tidak masalah saya andal dalam mencari uang secara mandiri, tiidak papa," ucap Nada sedikit tertawa karier.

"Bukan, bukan itu maksud saya. Maksud saya nafkah batin," ungkap Erik santai.

Blus ....

Pipi Nada terasa sedikit hangat atau bahkan sudah bersemu, dirinya sedikit lambat tanggap tentang hal pra nikah. Sesat perasaan bersalah menghampiri hatinya, Nada merasa tidak tega telah menjadikan Erik pijakan memperlancar rencanannya, padahal Erik mengatakan hal sampai ke situ. Tidak! Perasaan tega juga andil menghampirinya, rencana pernikahan ini juga untuk keuntungan masing-masing.

"Tidak mengapa, ini kartu nomor ponsel saya. Kabari saya jika sudah bulat, saya pamit." Nada melangkah keluar dan berpesan, "Jangan terburu-buru mengabari pikirkan dahulu, permisi."

Nada melajukan mobilnya menuju rumah kediamannya, mustahil kembali ke kantor sementara kesalahpahaman masih tertanam di orang kantor. Dari kejauhan nampak seseorang berkaca mata duduk di depan rumahnya, menatap dirinya yang semakin mendekat. Siapakah dia?

Terpopuler

Comments

nikah kontrak kah nada dengan erik

2024-05-09

0

Jumli

Jumli

siapa Thor?

2024-04-30

0

anjurna

anjurna

Untung deh kalau Erik berpikiran seperti itu. Tidak menyalahkan Nada begitu aja.

2024-04-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!