Arsyana segera turun dari motor Javier saat mereka telah sampai ditujuan. Arsyana melepas helm dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan lalu menyerahkan helm tersebut pada Javier.
“Kata lo mau kumpul sama temen-temen lo, ini kenapa kita malah ke arena balap?” tanya Arsyana saat menyadari tempat disekelilingnya bukanlah tempat yang biasa Javier gunakan untuk berkumpul bersama teman-temannya.
“Bentar doang,” Javier lekas menggandeng tangan Arsyana dan menuju kekerumunan teman temannya.
“Lo mau balapan?” tatap Arsyana curiga.
“Bukan gue, tuh temen gue,” jawabnya dengan menunjuk kearah salah satu temannya yang sudah siap di garis start.
“Widih tumben lo bawa cewek, Bos. Mana cantik lagi, siapa nih?” tanya salah satu dari mereka saat menyadari kehadiran Javier bersama Arsyana.
“Adek gue, gak usah aneh-aneh lo!”
“Kagak elah, cuma mau kenalan doang” pemuda tersebut kemudian merapikan penampilannya.
“Ekhem, halo adeknya Javier, kenalin Abang Raka yang paling tampan,” tangan Raka terulur hendak menyalami Arsyana dan satu tangannya lagi mengusap surai rambutnya kebelakang dan itu terlihat sangat aneh bagi Arsyana.
“Arsyana” jawabnya acuh tanpa menerima uluran tangan raka.
“Sama aja ternyata sifatnya sama si Javier.” Teman temannya hanya menahan tawa ketika melihat Raka yang diacuhkan oleh Arsyana.
“Loh, Arsya. Lo ngapain disini?” tanya Samuel yang memang sudah mengenal Arsyana.
“Tanya temen lo tuh?” jawabnya kesal dengan menunjuk Javier.
Javier hanya menatap datar kearah Samuel yang seakan meminta penjelasan darinya.
“Oh gue tau nih, lo sengaja ngajak Arsya biar gak kelihatan kalo jomblo kan,” tebak Samuel yang tepat sasaran.
Kemudian terdengar gelak tawa darinya yang membuat Javier kesal. Andai tidak ada Arsyana pasti sudah habis Samuel ditangan Javier.
“Dari pada dia gak ada kerjaan, dan gue gak ada gandengan ya gue ajak aja lah” balasnya yang menahan diri agar tidak memukul Samuel saat ini.
“Dari geng sebelah siapa yang turun?” tanya Javier penasaran meski masih terdengar kesal.
“Ah itu, ketua mereka Jav,” jawab Samuel.
Javier pun terkejut saat mendengar jawaban itu.
“Ketua? Bukannya ketua mereka lagi ada di Jepang ya?” tanya Javier memastikan dia tidak salah informasi.
“Emang, dan baru pulang dua minggu lalu. Terus juga kemaren katanya dia berhasil ngalahin si Robert hasilnya mereka bawa pulang motornya si Robert.” Ucapnya menggebu gebu saat menjelaskan.
“Menarik, gue yakin sekarang Robert masih mohon mohon sama bokapnya supaya dibeliin motor baru,” terdengar kekehan kecil dari Javier saat mengucapkan itu.
“Semenjak dia jadi ketua, gue belum pernah lihat bentukannya,” sambungnya.
“Ya mau gimana lagi, baru juga dua hari dilantik eh malah dapet musibah yang akhirnya dia dikirim ke Jepang sama orang tuanya,” sahut Raka.
Kini mereka semua tengah memperhatikan kearah garis start dimana disana sudah ada dua orang yang bersiap dengan motornya.
Sampai pada hitungan ketiga kedua motor itu melaju kencang meninggalkan garis start dan semakin terdengar sorak sorai dari mereka yang menonton.
Setelah dua putaran terlewati kini tersisa putaran terakhir yang akan menentukan siapa pemenangnya.
Terlihat dari kejauhan motor ninja berdominasi warna biru dan hitam dengan hitam sebagai warna dominan tengah memimpin balapan dan berhasil melewati garis finish lebih dulu.
Baru dibelakangnya disusul motor ninja berwarna hijau milik teman langit.
“Ayo kita kesana,” Javier menggandeng tangan Arsyana berjalan kearah temannya yang baru saja mengalami kekalahan.
“Sorry, Jav. Gue kalah” ucap Arkan saat Langit sudah berada di depannya.
Tangan Javier terulur menepuk pelan pundak Arkan.
“Gak masalah, asalkan lo selamat” ucapnya tersenyum tipis.
Arsyana hanya diam memperhatikan interaksi mereka yang menurutnya tidak terlalu penting, hingga dia mengedarkan pandangannya dan melihat sosok lawan yang baru saja mengalahkan Arkan di arena.
Mata mereka berdua bertemu dan tatapan Arsyana terkunci saat menyadari sorot mata milik pemuda itu.
Arsyana merasa sangat familiar dengan sorot mata yang kini tengah menatapnya.
Dirinya hendak melangkah menghampiri pemuda itu, namun dengan secepat kilat dia pergi dengan motornya.
Arsyana hanya bisa melihat kepergian pemuda itu tanpa bisa mengejarnya.
“Ayo, pulang!” ucap Javier yang tak direspon Arsyana.
“Ar, ayo pulang!” suara Javier yang sedikit meninggi menyadarkan Arsyana dari lamunannya.
“Ah iya, ayo”
“Lo kenapa?” tanya Javier yang merasa Arsyana sedikit aneh.
“Gapapa, udah ayo pulang.”
Javier akhirnya menurut dan membawa pulang Arsyana karena waktu juga semakin malam, bisa bisa dia di marahin oleh kakaknya jika memulangkan anak gadisnya terlalu malam.
***
Alvian memarkir motornya di depan rumah mewah milik orang tuanya, saat membuka pintu utama pemandangan pertama yang dia lihat bukan kedua orang tuanya melainkan pekerja art yang tengah membersihkan ruang tamu.
“Den Alvian pulang?” tanya Inah, art yang sudah bekerja dengan keluarganya selama 10 tahun.
“Hanya mampir, Bi. Ada barang yang harus Alvian ambil,” jawabnya.
Alvian meneliti setiap sudut rumah.
“Mama sama Papa lagi pergi?”
“Iya, Den. Baru tadi sore mereka berangkat ke London, katanya ada pekerjaan yang harus diurus disana,”
Alvian terdiam sesaat kemudian mengangguk dan langsung pergi menaiki tangga menuju lantai kamarnya.
Namun saat sampai di depan ruang kamar yang selama ini selalu tertutup Alvian menghentikan langkahnya.
Terbesit niat untuk masuk kedalam ruangan itu.
Beruntungnya saat Alvian mencoba membuka knop pintu tersebut tidak terkunci dan dia segera masuk kemudian menutup kembali pintu.
Aroma mint yang pertama kali menyambut kehadiran Alvian didalam kamar itu, aroma yang khas dari sang pemilik.
Dilihatnya setiap sudut kamar yang bernuansa putih tersebut, tata letak yang sama sekali tidak berubah dari terakhir kali dia masuk kekamar ini sekitar 3 tahun yang lalu.
Perlahan kakinya melangkah menuju meja belajar yang terletak disamping jendela, matanya menatap sebuah bingkai foto dimana disana terdapat dua bingkai, satu bingkai berisi foto dirinya dan sang pemilik kamar, dan satu lagi berisi foto pemilik kamar dengan seorang gadis berambut pendek sebahu dengan senyum yang terpancar.
Alvian terus menatap foto itu dengan datar namun sepertinya tidak dengan isi kepalanya yang tengah ribut.
Tok… tok… tok…
“Den Alvian,”
Alvian segera tersadar saat Inah memanggilnya dari luar ruangan.
Diletakkannya kembali bingkai foto yang sempat dia pegang ketempat semula, dan segera membukakan pintu.
“Ada apa?” tanyanya.
“Saya cari den Alvian dikamar tidak ada jadi saya pikir den Alvian disini, eh ternyata benar. Ini den, den Alvian mau makan apa biar bibi buatkan,”
“Gak usah, Bi. Alvian cuma sebentar trus pulang ke apartemen,” jawabnya lalu segera pergi menuju kamarnya.
Bi Inah hanya menatap kepergian Alvian dengan sendu.
“Sepertinya hubungan den Alvian sama orang tuanya belum membaik,” gumamnya.
Tak berselang lama Alvian kembali keluar dari kamarnya dengan membawa gitar kesayangannya.
“Bi! Alvian pergi dulu,” pamitnya lalu berjalan cepat menuruni tangga.
Bi Inah lagi lagi hanya bisa menatap kepergian putra majikannya itu yang kini terlihat berbeda dari yang dia kenal sebelumnya.
“Semoga mereka segera berbaikan karena mau bagaimana pun den Alvian putra mereka juga,” ucapnya yang penuh harap kemudian menutup pintu utama yang menjadi saksi kepergian Alvian dari rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments