Kini keluarga Arsyana tengah menikmati sarapan bersama, ditambah dua orang pemuda tampan yang kini tengah duduk berhadapan dengannya juga ikut serta menikmatin sarapan bersama mereka.
Mereka adalah Arjun beserta adiknya Elvano, kedua sepupu Arsyana itu dititipkan pada orang tua Arsyana karena orang tua mereka sedang ada pekerjaan diluar negeri untuk satu bulan.
Arsyana menatap datar pada keduanya tidak menunjukkan ekspresi senang ataupun sebaliknya, karena menurut Arsyana keberadaan mereka sama sekali tidak masalah asalkan tidak mengganggu ketenangan dirinya.
Kini Arsyana tengah terhanyut dalam pikirannya memikirkan seseorang yang baru saja dia lihat semalam, ingin sekali dia bertemu dengan pemuda semalam dan memastikan apa yang ada dalam benaknya salah atau benar.
“Kenapa tuh kembaran lo?” tanya Arjun pada Arsenio yang berada disamping Arsyana.
Arsenio hanya mengendikkan bahu tanda dia tidak tau.
Kemudian Arsenio dengan sengaja menyenggol lengan Arsyana.
“Kenapa lo? Sejak pulang dari ikut bang Javier muka lo kayak lagi mikir utang negara” tanya Arsenio.
“Bukan urusan lo,” jawabnya membuat Arsenio menatapnya kesal.
“Arsyana, kamu ada masalah?” tanya Roland pada putrinya.
“Enggak pa, aman,” jawabnya dengan senyuman tipis.
Mereka kemudian melanjutkan sarapan, setelah itu mereka berpamitan untuk pergi menjalankan aktifitas mereka.
Arsyana dan Arsenio yang pergi kesekolah menggunakan kendaraan masing-masing, Roland yang pergi ke kantor tetapi terlebih dahulu mengantar Elvano yang masih bersekolah di bangku SMP, dan Arjun yang pergi ke kampus dengan mobilnya, sedangkan Maria yang bersiap akan pergi ke butik miliknya dengan sopir pribadinya.
Sesampainya disekolah Arsyana memarkir mobilnya diparkiran khusus mobil, lalu dia berjalan ke parkiran motor untuk menemui Arsenio yang saat ini membawa uang sakunya.
“Mana?” tangan Arsyana terulur meminta uangnya yang tadi dititipkan pada Arsenio.
“Ck, giliran duit cepet lo,” kesalnya dengan memberikan beberapa lembar uang pada Arsyana.
“Tanpa duit gue mati,” jawabnya lalu berjalan pergi meninggalkan Arsyana.
Langkah Arsyana terhenti saat dia melihat sebuah motor yang tak asing menurutnya, motor yang sama dengan yang dia lihat tadi malam, motor yang berhasil mengalahkan teman Javier di dalam arena balap.
“Ini gue gak salah lihat kan?” gumamnya dengan terus memandangi motor tersebut.
“Apa yang salah lihat?” sahut Arsenio sedikit membuat Arsyana terkejut.
“Enggak,” balasnya, kemudian dia benar benar pergi dan menuju ke kelasnya.
Sesampainya dikelas dia tidak melihat keberadaan dua temannya itu, dan malah melihat Alvian si anak baru yang tengah fokus pada buku yang dia baca.
Tanpa memikirkan dimana keberadaan dua temannya itu Arsyana segera menuju kekursinya lalu memainkan ponselnya sembari menunggu bell masuk.
Tanpa dia sadari sedari tadi ada sepasang mata yang tengah memperhatikannya. Ah, bukan sepasang melainkan dua pasang mata yang tengah memperhatikannya, dia adalah Alvian dan juga Alvaro yang tengah duduk di sampingnya tanpa Arsyana sadari.
Arsyana menyadari jika Alvian tengah memperhatikannya sehingga dia menoleh dan menatap tajam kearah Alvian.
“Bisa Stop lihatin gue! Risih,” tegasnya.
Ucapan Arsyana yang di tujukan pada Alvian namun Alvaro yang berada didepan seakan merasakaan sakit hati pasalnya dia merasa jika Arsyana mengatakan itu untuknya.
Kemudian Alvaro berbalik melihat Alvian yang telah mengalihkan pandanganya dari Arsyana.
“Lo yang dikatain kenapa gue yang sakit hati,” ucap Alvaro pada Alvian yang kini kembali fokus pada bukunya.
Tentunya Alvian tak menjawab pertanyaan itu, karena akan terlihat aneh jika teman-temannya melihatnya berbicara sendiri.
Bell masuk berbunyi Arsenio dan Gavin serta kedua teman karib Arsyana baru memasuki ruang kelas.
Melihat sang pemilik kursi yang hendak menduduki kursinya, Alvaro segera beranjak dan kini berdiri tepat disamping kiri Arsyana.
Dan Alvian hanya melirik Keelan sekilas.
“Dasar bucin, udah jadi hantu juga,” lirihnya pelan.
“Eh, Sya. Lo tau gak kembaran lo nih tadi ngutang di kantin,” seru Mila dengan tertawa meledek yang spontan membuat Arsyana membelalak menatap Arsenio.
“Lo ngutang? Bokap kita enggak semiskin itu ya sampek lo ngutang,” sarkas Arsyana yang mampu didengar seluruh kelas.
“Pelanin suara lo dodol, malu nih gue,” protesnya tak terima
“Yaelah kayak lo punya malu aja, Sen” sahut Gavin yang berada dibelakangnya.
“Jelasin, kenapa lo sampek ngutang”
Arsenio menghela nafasnya terlebih dahulu sebelum mulai menjelaskan.
“Jadi sebenarnya duit yang gue kasih ke lo itu, duit gue. Dan duit lo yang lo titipin ke gue ketinggalan dirumah, gue baru inget pas mau bayar tadi,” jelasnya dengan memasang raut wajah memelas pada kembarannya itu.
Mendengar penjelasan Arsenio, Arsyana menghembuskan nafasnya kasar kemudian beranjak dari duduknya.
“Eh, mau kemana lo?” tanya Arsenio.
“Bayar hutang lo,” jawabnya kemudian pergi menuju kantin.
“Eh, Ar tungguin” Arsenio berusaha mengejar Arsyana yang pergi lebih dulu.
Disamping itu ketiga temannya tengah tertawa puas melihat kekonyolan Arsenio.
“Maaf ya Bu Asih” tutur Arsyana setelah mengambil kembalian hasil dari dirinya membayar hutang kembarannya.
“Iya, Non. Gapapa, lagian Den Arsen juga tadi kan gak sengaja ngutangnya,”
Arsyana tersenyum kecil menanggapi ucapan bi Asih yang berjualan bakso di kantin sekolahnya.
“Makasih ya Bu udah dibolehin ngutang, besok besok lagi boleh deh saya ngutang lagi,” ucap Arsenio yang justru mendapat jitakan kecil dari Arsyana.
“Gak usah aneh aneh lo, bikin malu aja” kesalnya.
“Iya, iya sorry. Ya udah Bu, kita kembali ke kelas dulu ya,” pamitnya pada Bu Asih.
“Iya Den, Non, hati hati jangan sungkan sungkan pokoknya kalo sama saya mah”
Arsyana dan Arsenio menanggapi dengan senyum lalu keduanya kembali ke kelas karena pasti sudah ada guru yang mengajar di kelasnya.
*
*
*
“Jun, lo sekarang tinggal dirumah si kembar, kan?” tanya Javier yang merangkul pundak Arjun dengan mensejajarkan langkahnya.
“Hmm, kenapa?”
“Yess” melihat respon yang diberikan Javier membuat Arjun bingung.
“Kenapa sih?”
“Gapapa, nanti malem gue kerumah ya, cari keramaian, bosen gue di apartemen sendirian mulu” ucapnya.
“Makanya cari pacar, trus lo ajak dah tuh pacar lo buat tinggal bareng di apartemen lo biar gak kesepian,”
“Sembarangan, emang lo pikir gue cowok apaan” sahutnya tak terima dan Arjun hanya mendengus kesal karena mendapat pukulan pada lengannya.
“Btw, semalem gue ajak Arsyana ke arena,”
Arjun yang terkejut mendengar ucapan Javier segera mendoronya menjauh.
“Gila lo, lo ajak keponakan lo sendiri ketempat kayak begitu, kalo om Roland tau gimana, habis lo” ucapnya menggeram kesal dengan kebodohan yang dibuat oleh Javier.
“Ya lo jangan ember, lagian semalem cuma nonton doang gak aneh aneh,” balasnya santai.
Arjun mengusap kasar wajah dan surai rambutnya, melihat Javier yang belum menyadari kesalahannya.
“Lo sadar gak sih, dengan lo bawa Arsyana ketempat itu secara gak langsung lo jadiin Arsyana bahan incaran dari musuh musuh lo,” ucap Arjun yang kini tengah menahan emosinya.
“Mikir dong Bang, mikir! Lo tuh ketua geng yakali otak lo sedongkol itu,”
Ingat kan Arjun agar tidak memukul Javier saat ini, pasalnya sekarang mereka tengah berada di koridor kampus yang tentunya menjadi pusat perhatian mahasiswa yang kebetulan lewat atau memang yang sedari tadi berada disana.
Javier yang baru menyadari kesalahannya hanya diam sembari memikirkan segala ucapan Arjun, kemudian dengan gusar dia mengusap wajahnya kesal pada dirinya sendiri.
“Sial, bodoh banget gue” ucap Javier yang merutuki dirinya sendiri.
“Emang lo bodoh” sahut Arjun yang sudah tidak memperdulikan statusnya yang merupakan keponakan dari Javier.
Menurutnya menghadapi adek dari Ayahnya saat ini tidak perlu sopan santun karena kesalahannya sungguh sangat fatal dan bisa mengancam nyawa sepupunya.
Tak lama kemudian datang Samuel beserta kedua temannya Arkan dan Alex yang melerai keduanya.
Sebelumnya saat hendak pulang mereka melihat sekumpulan mahasiswa yang tengah bergerombol dan juga mendengar suara Arjun yang terdengar sedang marah sehingga mereka memutuskan untuk melihatnya namun siapa sangka yang tengah mendapat kemarahan dari Arjun adalah Javier.
“Kenapa nih?” tanya Alex.
“Lo kenapa marah marah sama Javier kayak begitu, inget dia itu Om lo yang sopan lo kalo ngomong” sarkas Samuel yang merasa tak terima dengan perlakuan Arjun pada Javier.
“Bodo amat, salah dia sendiri. Ingat kalau sampai terjadi apa apa sama Arsyana, lo yang pertama gue pukul” ingatnya pada Javier kemudian pergi dengan rasa marah dan kecewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments