KEMBALINYA KESATRIA PEDANG HITAM

KEMBALINYA KESATRIA PEDANG HITAM

Adiyasa/Elang?

Adiyasa, pria muda yang ditemukan tewas oleh warga di sungai kumuh yang melintang di kota Jakarta, ia sedang ditangisi oleh keluarganya dan liang lahat sudah siap untuk menguburnya.

Namun, ada kejadian tak terduga saat pria berusia 18 tahun itu dipindahkan ke keranda, ia bangun dan mendapati tubuhnya terlilit kain putih.

"Dimana ini? Kenapa aku di sini?" tanyanya pada diri sendiri dan pertanyaannya itu berhasil membuat para pelayat terkejut.

Sebagian dari mereka ada yang berlari dan ada yang syok dengan membulatkan matanya melotot.

"A-Adi," lirih Mirah, ibunya yang berada tidak jauh dari keranda. Ia menutupi mulutnya, sangat tak percaya dengan apa yang dilihatnya, wanita berkerudung hitam itu pun jatuh dan tubuhnya yang terhuyung itu ditangkap oleh Kinanti, adik Adiyasa.

Sekarang, bukan hanya Mirah yang pingsan, juga ada Kinanti yang sudah berbaring berjejer di ruang tamu rumahnya yang sederhana.

Sementara itu, Adiyasa yang masih dalam keadaan terpocong itu hanya bisa heran, ia menatap semua orang yang sedang memperhatikannya, terlihat dari pakaiannya yang jauh berbeda dari kerajaannya di negeri sana.

Rambut yang cepak menggunakan peci, bagi wanita menggunakan hijab. Apa ini? Aku ada di jaman apa? Kenapa tubuhku terasa sakit sekali? Itulah yang ada di benaknya saat ini.

Ya, dia adalah Elang, kesatria pedang hitam dari kerajaan kuno. Ia terbunuh saat sedang tidur karena itu adalah kelemahannya.

Sekarang, Elang harus menerima takdirnya yang semula kuat tak terkalahkan, ya, walau akhirnya harus mati juga.

Tapi, apa mungkin kalau Elang adalah orang yang terpilih untuk memberantas ketidak adilan yang terjadi pada Adiyasa?

Sekarang, orang-orang yang berkerumun di rumah Adiyasa mulai membubarkan diri, terkecuali ustad yang awalnya akan membantu untuk memakamkan Adiyasa.

"Dia ibumu, yang melahirkan kamu, dia adikmu, dia dikenal sangat menyayangimu, kalau ayahmu, dia sudah tidak ada," kata pak ustad yang sedang membantu mengembalikan ingatan Adiyasa yang dikira hilang karena mati suri.

"Ibuku?" tanya Adiyasa yang sudah berpakaian lagi, ia merasa heran kenapa bisa memiliki ibu karena di kehidupannya yang dulu, ia adalah sebatang kara.

Tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, sentuhan lembut dari tangan hangatnya dan sekarang kehidupan sungguh berbalik. Terlebih lagi, ia melihat dinding yang terbuat dari semen.

Adiyasa pun bangun, ia mengetuk-ngetuk dinding itu menggunakan jari tengah yang ditekuknya. Pria yang terlihat bodoh itu juga melihat foto yang terpajang di dinding.

"Siapa dia?" tanyanya seraya menunjuk gambar dirinya sendiri.

"Ah, itu. Itu kamu, Nak Adi," jawab ustadz seraya menggaruk kepalanya yang gatal.

"Lihat di cermin, itu adalah kamu," lanjut ustad seraya memutar balikkan tubuh pria kerempeng itu untuk melihat ke kaca lemari pajangan.

"Kenapa dia kurus sekali? Memangnya dia tidak makan?" tanyanya lagi seraya menunjuk dirinya di pantulan cermin dan lagi-lagi pernyataannya itu membuat ustad ingin tertawa.

Kemudian, Mirah membuka mata dan segera memeluk putranya. "Adi, tolong jangan pergi lagi, Nak. Ibu nggak kuat kalau harus kehilangan kamu juga," tangisnya dengan air mata yang berderai membasahi bahu putranya.

"Jadi, begini rasanya dipeluk?" tanya Adiyasa dalam hati.

Lalu, Kinanti pun bangun, ia juga langsung memeluk kakaknya. "Abang, jangan bikin kami nangis lagi, Bang!" serunya seraya sesenggukan.

Dan Adiyasa hanya bisa diam, jujur, dalam hatinya ia merasa senang karena bisa merasakan kehangatan ini untuk pertama kalinya. Ya, walaupun sebenarnya sangat bingung setengah mati atas apa yang terjadi saat ini.

Apalagi mengenai keyakinan, ia juga tidak mengerti kenapa dua wanita itu mengenakan hijab bukan selendangnya.

Siang telah berlalu, sekarang, malam telah tiba dan Adiyasa sedang memperhatikan dirinya di pantulan cermin yang ada di kamarnya, kamar yang berukuran kecil.

"Astaga, kemana perginya otot-ototku?" tanyanya seraya tangannya mengusap lengannya yang lembek.

Tidak lama kemudian, pintu kamar terketuk, dia adalah Kinanti yang memanggilnya untuk makan malam.

Adiyasa mengikuti gadis remaja itu dan sekarang, Kinanti mempersilahkan kakaknya duduk di kursi lapuk yang ada di dapur.

Terhidang makanan sederhana yaitu tahu goreng, sambal kecap dan telur mata sapi yang sebenarnya itu semua adalah makanan kesukaannya.

Tapi, bagi Adiyasa yang sekarang adalah bukan, makanan itu tidak mengundang seleranya.

Sekarang, Mirah mengambilkan nasi untuk putranya dan Adiyasa hanya memperhatikan. Ia juga melihat cara ibu dan adiknya makan dengan tangan kosong.

"Sumpit?" tanya Adiyasa pada adiknya dan Kinanti menertawakannya walau mulutnya sedang penuh dengan tahu kecap.

"Nggak usah sok-sokan mau pakai sumpit, nih, pakai tangan aja, nikmat!" jawab Kinanti, ia terkekeh karena sebelumnya, Adiyasa sama sekali tidak pandai menggunakan sumpit.

Sekarang, Adiyasa mengambil air kobokan yang ada mangkuk plastik, pria tinggi kerempeng itu menenggaknya sampai habis.

Hal itu membuat Mirah dan Kinanti saling tatap, mereka mengira kalau ini adalah efek dari mati suri Adiyasa sehingga membuat otak pria itu kurang seperempat.

"Abang, ini bukan minum, ini kobokan, begini caranya," kata Kinanti seraya memperagakan cara mencuci tangan.

Setelah itu, Adiyasa pun mengikutinya. Ia juga memakan semua yang ada di meja tanpa sisa membuat Mirah merasa kalau stok berasnya akan cepat habis mulai dari sekarang.

Tapi, Mirah tetap bahagia karena putranya sekarang di sini. Selesai dengan makan, sekarang, Adiyasa kembali ke kamarnya, ia berolahraga seraya menunggu kantuknya datang. Adiyasa olahraga push up.

Sementara itu, Kinanti mengetuk pintu kamar ibunya. "Bu, Kinan mau tidur di sini, ya," rengeknya dan Mirah mengiyakan, ia memeluk putrinya yang sedang menceritakan kakaknya.

"Bu, ada yang aneh nggak sih, sama Abang?" tanya Kinanti seraya mendongak, ia menatap wanita yang hampir menua itu.

Mirah menarik nafasnya dalam, lalu, menghembuskannya kasar. "Kita harus bantu Adi buat dia ingat semua tentang dirinya," jawab Mirah.

Dalam hati, Kinanti juga ingin kalau Kakaknya mengingat kejadian naas yang menimpanya. Sekarang, Mirah mengajak Kinanti untuk tidur, supaya besok bisa beraktivitas kembali seperti sedia kala.

Esok paginya, Adiyasa yang sudah bangun lebih dulu itu sedang berlatih, ia menggunakan gagang sapu dan karena itu membuat sapu Mirah menjadi buntung.

Kinanti yang melihat itu pun menepuk jidatnya. "Abang, ini sapu satu-satunya kenapa jadi buntung?" tanya Kinanti dan Adiyasa tetap berlatih seolah menggunakan pedangnya.

Dan Adiyasa hanya diam saja, namun, Kinanti yang memperhatikan kakaknya itu memuji latihannya. "Wah, dalam semalam, banyak yang berubah, ya, Bang."

"Kamu berisik," jawab Adiyasa yang sedang mengatur nafasnya, ia berkeringat dan sekarang melakukan pendinginan setelah berolahraga.

"Dari makan cuma secimit, sekarang satu meja diabisin, dari cupu sekarang jadi suhu. Nanti, ajarin Kinanti pakai gagang sapu juga, ya, Bang," pinta Kinanti yang sedang duduk di kursi teras, ia tersenyum manis pada kakaknya dan sekarang, Adiyasa pergi meninggalkan adiknya itu ke kamar.

Ia merasa gerah, ingin mandi dan tidak melihat sungai. "Ini kenapa panas banget, ya? Apa matahari udah semakin dekat sama bumi?" tanyanya dalam hati.

Karya ini merupakan karya jalur kreatif

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ🎀𝕬𝖗𝖘𝕯🆁🅰🅹🅰❀∂я 💞

🍭ͪ ͩ🎀𝕬𝖗𝖘𝕯🆁🅰🅹🅰❀∂я 💞

Coba abiyasa... kan dia ada nohhh.. ponakan online ku....🤣🤣

2024-02-09

2

🍭ͪ ͩ🎀𝕬𝖗𝖘𝕯🆁🅰🅹🅰❀∂я 💞

🍭ͪ ͩ🎀𝕬𝖗𝖘𝕯🆁🅰🅹🅰❀∂я 💞

dihhh dasar . knp di buntuginnn🤣🤣

2024-02-09

2

🏠⃟ᵐᵒᵐરUʸᶻ𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ🍁❣️🥑🤎㊍㊍

🏠⃟ᵐᵒᵐરUʸᶻ𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ🍁❣️🥑🤎㊍㊍

siapa aja gk terkejut kalau aku Kabur terus

2024-02-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!