Jadilah Guru Kami, Adi!

Kemudian, Kinanti menoleh saat mendengar suara Adiyasa keluar dari kamar dan gadis berseragam itu menepiskan rasa takutnya. "Tenang, dia abang gue, bukan hantu!" kata Kinanti dalam hati, sekarang, gadis itu memberikan jalan untuk kakaknya yang sepertinya tidak sekolah.

"Ada apa ini?" tanya Adiyasa seraya menggaruk punggungnya yang gatal, matanya seperti orang cacingan (kriyep-kriyep). Lalu, Adiyasa mendapati para pemuda yang bersujud di kakinya.

"Bang, ajarin kami silat, Bang!" pinta mereka seraya mendongak, berharap Adiyasa mau menjadi gurunya.

"Aku nggak minat nerima murid," jawab Adiyasa seraya melepaskan kakinya dadi para pemuda tersebut.

Dan yang mereka lakukan itu membuat Kinanti merasa risih, ia ingin mereka semua pergi dari rumahnya yang sederhana.

"Kami nggak akan pergi kalau Abang nggak terima kami sebagai murid!"

Mendengar itu, Adiyasa mana perduli, ia keluar dari rumah dan menyeret adiknya ikut serta.

"Kemana, Bang?" tanya Kinanti yang tak mengerti maksud kakaknya.

"Kamu nggak inget pesan Ibu? Sekolah yang rajin!" jawab Adiyasa dan Kinanti melepaskan tangannya dari genggaman Adiyasa.

"Tas Kinan ketinggalan, masih di dalem!" kata Kinanti seraya membuka pintu lagi dan mereka berjalan kaki ke sekolah dengan diikuti para pemuda itu.

Dan di perjalanan, Adiyasa sudah dihadang oleh lima pria berotot, badan dan lengan penuh tato sedang duduk di motor gedenya.

Adiyasa yang tak menghiraukan itu pun terus berjalan sampai Kinanti yang menyadari tatapan bahaya dari mereka itu menahan lengan kakaknya. "Bang, kita cari jalan lain aja, yuk!" ajak Kinanti yang terlihat gelisah, ia melupakan siapa Adiyasa sekarang.

"Kenapa? Naik gerobak besi itu? Nggak ah, aneh, takut rodanya lepas!"

"Angkot, Bang, bukan gerobak besi," cibir Kinanti yang memonyongkan bibirnya.

Sekarang, enam pemuda yang ingin merebut hati Adiyasa itu membantu dengan berdiri di barisan paling depan. "Tenang, mereka cuma gede badan doang, palingan hatinya hello kitty!" ucap salah satu dari mereka dan terdengar sangat meremehkan.

"Minggir, guru kami mau lewat!" seru yang lainnya dan bukannya memberi jalan, justru, preman itu tertawa.

"Hahaha! Awas, urusanku sama dia bukan cecunguk macam kalian!" gertak ketua preman itu seraya berjalan mendekat, kemudian, ketua itu meninju mulut si pria kurus yang sedari tadi banyak bicara.

Bugh! Seketika tiga gigi bagian atas bawah itu rontok dan darah mengalir dari sana.

Sekarang, lima sisanya menjadi takut setelah melihat itu, luka memar semalam saja masih terasa, masa harus ditambah dari para preman itu. Bahkan, rasa sakitnya sudah terasa lebih dulu sebelum mendapatkan bogem mentahnya.

Kemudian, Kinanti bersembunyi di balik badan Adiyasa, ia menggenggam erat kaos kakaknya itu. "Bang, ayo cari jalan lain!" rengek Kinanti.

"Kalau takut, kamu duluan aja sana!" jawab Adiyasa dan sekarang, pria kurus itu melepaskan tangan Kinanti, ia pun mulai memasang kuda-kuda.

"Hah! Emang masih jaman pasang kuda-kuda!" ejek ketua preman yang kemudian dengan cepat melayangkan tinjunya dan dengan mudah Adiyasa menghindar.

Sekarang, dengan gerakan cepat Adiyasa memutar keadaan, dia menyikut punggung preman itu membuatnya tersungkur, jatuh tepat di kaki Kinanti.

"Aaaa, Abang!" teriak Kinanti yang kemudian lari dari tkp.

Sekarang, ketua preman itu menyuruh anak buahnya untuk maju. "Kalahkan dia dan kita dapatkan uangnya!" serunya.

Setelah mendengar perintah itu, sekarang, empat anak buahnya itu maju dan siap mengeroyok Adiyasa. Dan para calon murid Adiyasa yang masih di sana pun semakin yakin untuk melantik Adiyasa sebagai gurunya.

Betapa hebatnya Adiyasa dapat dengan mudah mengalahkan preman-preman itu dengan tangan kosong, ya, Adiyasa sudah melumpuhkan mereka semua.

Tinju dan tendangannya langsung ke inti, namun, lagi-lagi Adiyasa merasa tertahan. "Kenapa ku biarkan mereka tetap hidup?" tanya Adiyasa seraya menatap tangan kosongnya yang sudah berdarah, darah bekas meninju wajah musuhnya.

Dan perkelahian mereka telah dilihat oleh seseorang dari mobilnya. "Dapatkan bocah itu!" ucap pria yang sedang merokok pada sopirnya.

"Baik, Tuan," jawabnya dan sekarang, mereka melanjutkan perjalanan.

****

"Wah, guru memang hebat!" puji para pemuda yang pantang menyerah itu.

"Guru, kenalkan saya, saya Agus, murid tertua dan mereka adik seperguruan saya," ucapnya seraya tangan yang memperkenalkan rombongannya dan Adiyasa yang kesal itu membentaknya.

"Diam!" Ya, Adiyasa sedang merasa sakit kepala, sekarang, ia seperti memiliki dua kepribadian, satu sisi mengajaknya untuk membunuh dan satu sisinya hanya mau memberi pelajaran.

Sekarang, Adiyasa pergi, ia lari entah kemana yang ia tau hanya mengikuti langkah kakinya membawa.

****

Di kantin, di mana Mirah mengais rejeki itu sedang menangis, ia kehilangan pekerjaannya lantaran ada seorang murid yang keracunan.

"Anda mau dilaporkan ke polisi atau keluar dari sini untuk tetap menjaga nama baik sekolah kami?" tanya kepala sekolah dan Mirah memilih kehilangan pekerjaannya dari pada harus dipenjara.

Sekarang, Mirah membereskan barang dagangannya dan murid-murid lainnya yang kesal harus melempari wanita itu menggunakan kertas yang sudah mereka remas sebelumnya.

"Huuuuuuu!" sorak para murid yang percaya dengan fitnah itu, fitnah yang mengatakan kalau Mirah sedang mencari tumbalnya.

Melihat itu membuat Raja senang dan ia meminta pada ayahnya untuk memberikan tips pada kepala sekolah yang mengerti akan tugasnya.

Dan kabar itu membuat Kinanti sedih, ia juga bingung karena Adiyasa tidak kunjung pulang. "Ini salahku, kenapa tadi aku tinggal dia di ujung gang?" tanyanya dalam hati.

"Karena aku takut telat sekolah," jawabnya sendiri dan sekarang, Kinanti meminta pada ibunya untuk tidak sedih. Ia mengusap punggung tipis ibunya.

Dan Mirah yang mencoba sabar juga tegar itu bangun dari duduk, ia menanyakan keberadaan Adiyasa.

"Abang hari ini nggak sekolah, dia nggak mau terus sampai sekarang belum pulang," lirih Kinanti, ia menjaga ucapannya supaya tidak salah menjawab.

"Ibu takut dia nggak tau jalan pulang, merepotkan sekali anak itu!" kata Mirah dan Kinanti menimpalinya, "Merepotkan, tapi kalau ada apa-apa juga Ibu nangis."

Dan Mirah pun menyuruh Kinanti untuk mencarinya. "Jangan pakai toa masjid lagi!" kata Mirah mengingatkan.

Sementara itu, Adiyasa sedang kebingungan, ia sudah berada di tengah-tengah kota. "Sepertinya, aku pernah di sini, tapi, ini juga terlihat sangat asing, kenapa aku ada di jaman ini?" tanyanya pada diri sendiri dan pria itu membuat kemacetan karena berdiri di tengah jalan.

Kemudian, ia sakit kepala yang tak tertahankan, membuatnya jatuh tak sadarkan diri.

****

Di rumah, Kinanti pulang seorang diri membuat Mirah merasa khawatir, ia takut akan kejadian beberapa hari lalu.

"Ibu, jangan mikir yang macem-macem, Abang pasti baik-baik aja, kok. Kan, sekarang abang jago silat," lirih Kinanti dan trauma ibunya itu membuatnya tetap khawatir.

"Adiiii!" teriak Mirah, kemudian, ia menutupi mulutnya menggunakan dua tangannya.

Dan yang dipanggil pun seolah mendengar.

Pria kurus itu membuka mata dan sekarang ada di ruangan mewah, di manakah Adiyasa berada?

Karya ini merupakan karya jalur kreatif.

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞

🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞

Hedehhh.. dari jaman purba km yahh dii🤭

2024-02-09

2

@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠

@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠

siapa si tuan itu..

2024-02-04

1

✹⃝⃝⃝s̊S Good Day

✹⃝⃝⃝s̊S Good Day

pesawat gerobak terbang, gerobak panjang kereta api 🤭😂😂😂

2024-01-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!