Pedang Hitamku!

Sekarang, Kinanti melepaskan tangan Adiyasa dari lubang hidung juragan, ia tersenyum pada pria gendut itu, setelahnya menyeret Adiyasa, membawanya lari pergi dari kebun mangga juragan.

Kinanti tersenyum, ia merasa senang karena Adiyasa yang sekarang terlihat pemberani yang jika sebelumnya akan selalu mengompol jika dimarahi juragan.

"Bang, gue suka gaya lu," kata Kinanti yang sedang terengah-engah, ia menunjuk wajah Adiyasa seraya tersenyum dan merasa harinya lebih berwarna.

Dan karena itu Mirah harus mengganti rugi atas kenakalan Adiyasa. Sepulangnya Adiyasa dan Kinanti, Mirah menasehati keduanya untuk fokus ke pelajaran supaya bisa jadi orang sukses.

Kinanti mengangguk mengerti, sementara Adiyasa menggeleng, ia tidak suka sekolah karena sama sekali tidak tau, mungkin pelajaran anak TK baru bisa dipahaminya.

Sementara itu, Miko dan Diki sedang menunggu kedatangan Arland juga Raja di markas dengan bermain biliar. Tidak lama kemudian yang ditunggu pun datang.

"Sialan, lu. Nggak setia kawan masih berani nongol di sini!" geram Arland seraya menarik kerah kaos Miko.

"Tenang... tenang!" kata Miko seraya berusaha melepaskan tangan Arland, "gue ada rencana, lu pasti suka!" lanjutnya.

Mendengar itu, Arland merasa muak, ia menganggap kalau Miko dan Diki tidak pantas menjadi anggota gengnya, bisa saja mereka menjadi pengkhianat dan membocorkan rahasia yang sudah tersusun rapih.

Lalu, Raja menyuruh Arland untuk mendengarkan rencana Miko lebih dulu. "Dengerin dulu, Ar. Kalau rencananya nggak cocok, biar kita lempar aja dia ke kandang buaya!"

"Hm," desah Arland seraya melepaskan tangannya.

"Nah, gitu, dong!" Miko merapikan kerah kaosnya lagi seraya tersenyum.

"Jangan kebanyakan basa-basi! Cepat!" gertak Raja seraya kaki yang menendang meja biliar miliknya.

"Begini, kita harus main cantik, main bersih, kalau lu, lu, lu semua masih main kasar sama Adi, bisa gawat, dia nggak main-main. Tenaganya gede banget sekarang, bro!" jelas Miko seraya menunjuk satu persatu wajah semua temannya.

"Ngomong tuh yang jelas!" bentak Arland seraya melotot pada Miko.

"Gini nih, orang itu nggak bakal bisa maju kalau otaknya emosian!" timpal Diki seraya mengacungkan jari telunjuknya.

"Kita nyuruh preman aja buat ngabisin Adi," usul Miko dan Raja pun setuju, pria tampan tapi beringas itu tersenyum.

"Nah, bagus kan ide gue? Jadi, kalaupun kita gagal tuh badan kita nggak bonyok, kalau preman itu ketangkap polisi, itu mah urusan gampang karena kita punya duit!" lanjut Miko dan sekarang, Arland pun merangkul keduanya dengan ia ada di posisi di tengah.

"Clara cuma milik gue!" kekeh Raja yang sudah membayangkan kebersamaannya dengan gadis pujaannya itu.

Sekarang, Raja menyuruh Miko dan Diki mencari orang itu, pria-pria yang berotot, kuat, tinggi dan tegap juga pandai ilmu beladiri.

Sementara itu, Adiyasa yang sedang terlelap itu bermimpi, ia melihat wajah gadis yang tak asing baginya, terlihat gadis itu sedang mengayunkan pisau beracun ke arah jantungnya. "Jia Mee!" serunya dan sekarang, Adiyasa membuka matanya, ia terengah, kemudian meraba dadanya.

"Apakah dia yang membunuhku?" tanya Adiyasa pada dirinya sendiri dan karena mimpinya itu sangat mengganggu membuat Adiyasa tetap terjaga.

Pria berkaos polos putih itu keluar dari kamar dan ia melihat rumah yang sepi. Kemudian, Adiyasa mengambil gagang sapu miliknya itu, ia keluar rumah dan berlatih seolah sedang menggunakan pedangnya.

"Hiaaaaa, ciaaat... caaaaa!" seru Adiyasa, ia berlatih dengan lihai memainkan pedangnya.

"Aku harus menemukan pedang hitamku, dia sumber kekuatanku!" kata Adiyasa dalam hati, kemudian, gagang sapu itu tak sengaja mengenai kepala seorang pria yang penampilan tertutup rapat.

Menggunakan sarung untuk menutupi wajahnya ala ninja dengan punggung yang menggendong tas gendong hitam.

"Aduuh," pekik pria itu, tidak lama kemudian terdengar suara teriakan warga yang meneriakinya maling.

"Maling! Maling!"

Lalu, pria yang menggendong tas itu melemparkan tasnya pada Adiyasa dan pria kurus itu dengan reflek menangkapnya.

Kemudian, pria bersarung itu berkata, "Dia bosnya, dia penadahnya!" Setelah mengatakan itu, ia pun lari terbirit-birit meninggalkan Adiyasa yang sekarang sedang melawan beberapa warga desa sebelah.

Dan Adiyasa begitu mudah mengalahkan warga yang jumlahnya lebih dari 7 orang menggunakan gagang sapunya.

Ia memukul tepat di titik kelemahan, tapi, Adiyasa seperti menahan dirinya. Perasaan apa ini? Itulah yang Adiyasa tidak tau jawabannya.

"Dulu, aku adalah pendekar bengis yang ditakuti, kenapa sekarang aku hanya melumpuhkan mereka?" geram Adiyasa dalam hati, pria itu baru saja memukuli lengan pria terakhir yang masih melawannya, sementara 6 pria lainnya sudah kesakitan dengan duduk menonton pertunjukan terakhir.

Kemudian, Mirah dan Kinanti keluar dari rumah saat mendengar suara berisik.

"Adi, apa yang kamu lakukan?" tanya Mirah dan sekarang sudah banyak para warga yang berkumpul dan mereka memuji kehebatan Adiyasa setelah bangun dari mati surinya.

"Mereka yang jahat, Bu. Mereka yang melawanku!" jawab Adiyasa seraya menunjuk satu persatu wajah yang sedang meringis kesakitan, mereka berjongkok di tanah beraspal.

Mendengar itu, Mirah merasa kalau anaknya bukanlah anaknya. Ya, Adiyasa akan selalu menyebut namanya Adi, bukan aku, seperti yang Adiyasa katakan barusan.

"Dia anak ibu?" tanya salah satu dari mereka yang tak berhenti mengusap pipinya yang memar dan pertanyaan itu membuat Mirah kembali fokus pada kekacauan yang ada.

"Iya, dia anak saya, kenapa kamu cari masalah sama dia?" tanya Mirah seraya berjalan kearah putranya berdiri. Ia menarik lengan Adiyasa membawanya ke teras rumahnya.

"Karena anak ibu itu maling, itu, buktinya ada tangan dia!" jawab yang lainnya dan untuk memastikan kebenarannya, Mirah mengusulkan untuk melihat CCTV yang ada di jalan tersebut dan bukti menunjukkan kalau Adiyasa tidaklah bersalah.

Sekarang, pria-pria tetangga desa itu di usir dan mereka menatap Adiyasa dengan tatapan yang sulit diartikan.

Setelah urusan selesai, Mirah pun membawa putra, putrinya untuk masuk dan ia bertanya pada Adiyasa, "Adi, dari mana kamu belajar beladiri?"

"Aneh, kenapa Ibu nanya itu? Jelaslah bisa, inikan Elang," jawabnya yang kemudian bingung sendiri.

"Elang? Tapi, rupaku bukan Elang, Elang adalah pria tampan, gagah dan berotot," ungkap Adiyasa dalam hati.

Kemudian, Adiyasa meninggalkan Kinanti dan Mirah yang sedang saling tatap. "Elang?" tanya keduanya bersamaan.

"Bu," lirih Kinanti seraya menggoyangkan lengan ibunya, "jangan-jangan, Bang Adi kesurupan pas mati suri kemaren," lanjut Kinanti dengan wajah yang ketakutan.

Pertanyaan itu membuat Mirah ikut takut, tapi, Mirah menepiskan rasa takut itu, mencoba menenangkan pikiran anak gadisnya.

Sekarang, Mirah menyuruh putrinya untuk kembali tidur dan Kinanti masuk ke kamar ibunya.

Esok paginya, Kinanti membuka pintu saat akan berangkat ke sekolah dan ia sangat terkejut saat melihat 6 pemuda sedang berdiri di depan pintu.

"Kalian siapa? Mau apa ke sini?" tanya Kinanti seraya menatap satu persatu wajah itu, wajah yang sedang menatapnya.

"Urusan kami semalam belum selesai, dimana pria itu?" tanya pria yang seperti menjabat sebagai ketua geng.

Karya ini merupakan karya jalur kreatif

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞

🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞

Othorrrr kgen yahh .. Ama elang 🤣🤣🤣

2024-02-09

2

@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠

@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠

mau balas dendam apa mau mnta ajarin bela diri.. 🤔

2024-02-04

1

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️

ada pula ya orang mati kesurupan 🤣

2024-01-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!