Biru Siapa?

Lamia terperanjat kaget saat membuka pintu toilet mendapati teman sebangkunya sudah berdiri berlipat tangan didepan pintu toilet.

"Toilet cowok yang itu" Cicit Lamia menunjuk pintu toilet cowok yang berhadapan dengan toilet cewek.

Pemuda itu sempat menoleh ke arah ruangan yang ditunjuk Lamia. Kemudian kembali menatap gadis dihadapannya.

"Iya tau, gue nungguin lo."

"Hah? Kenapa?" Tanya Lamia kebingungan.

"Ini, mau anterin roti bakar lo." Jawabnya mengangkat kantong plastik yang berisikan roti bakar.

"Disuruh sama mereka ya?"

"Enggak, gue yang ambil sendiri." Bohong pemuda itu.

Pemuda itu tidak sengaja mendengar obrolan mereka tentang roti bakar matcha kesukaan gadis dihadapannya sekarang yang tidak diminati oleh siapapun yang ada dalam obrolan itu, karena itu dia berinisiatif untuk membelikan untuknya agar dia punya alasan untuk bertemu sang gadis.

Tapi jika dia mengaku, apakah gadis itu akan percaya? Dia khawatir gadis itu akan risih karena tingkahnya saat ini terkesan seperti seorang penguntit.

Mungkin, suatu saat nanti dia harus meminta maaf karena telah menjual nama mereka untuk bisa mendekati gadis yang membuatnya penasaran sejak dulu.

"Tapi gue udah ga pengen, kenyang."

"Tiramisunya boleh lo tolak, tapi lo yakin nolak matcha?"

Lamia terdiam sejenak.

"Ya udah mana."

"Ikut gue, lo mau makan depan toilet?"

...🍨🍨🍨...

Lamia tidak melepaskan pandangannya dari pemuda di sampingnya yang terfokus pada layar handphonenya.

"Lo beneran ambil roti bakar ini dari mereka?"

"Hm."

"Trus dikasih?"

"Hm"

"Segampang itu dikasih ke elo? Ga ditanyain?"

Pemuda itu mendengus sebal karena terus di tatar dengan pertanyaan.

Tangannya bergerak mengelap sisa topping matcha yang menempel di dekat bibir Lamia kemudian segera memakan sisanya.

"Matcha ga terlalu pahit ya ternyata." Ucapnya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Gue lagi nanya...." Lirih Lamia pelan, merasa terabaikan karena pertanyaan tidak terjawab.

"Sekarang gue yang gantian nanya." Kata pemuda itu, memangku pipinya menatap teduh ke dalam manik mata gadis yang duduk di sampingnya.

Pemuda itu terdiam, benar-benar terpesona melihat kornea mata coklat terang milik Lamia yang berubah menjadi hazel karena terkena sinar matahari.

Cantik, sangat cantik.

"Mau nanya apa?" Tanya gadis itu menyadarkannya dari kagum.

"Lo ga penasaran sama gue?"

"Engga." Jawab Lamia tanpa berpikir panjang.

"Kok engga?"

"Kan tadi sebelum masuk jam pertama lo udah dikenalin sama wali kelas."

"Iya, tapi itu kan perkenalan diri gue sebagai anak MIPA 7" Kilahnya mencoba mencari alasan yang masuk akan.

"Hah? Emang lo mau perkenalan diri berapa kali?"

Pemuda itu tampak berpikir.

"Hm. Dua?"

"Ke siapa aja?"

"Ke teman sekelas sama ke teman sebangku gue."

Lamia memutar bola matanya sebal, apa itu masuk akal? Dia juga anak MIPA 7 tidak ada beda antara anak MIPA 7 dan dirinya sebagai teman sebangku pemuda itu.

"Apa bedanya sih? Gue juga masih teman sekelas lo ya."

"Tetap aja beda."

"Ngaco lo"

"Oke Lamia, mulai sekarang panggil gue Labiru.".

Lamia semakin bingung dibuatnya. Sebenarnya pemuda di sebelahnya ini adalah pemuda yang seperti apa?

Kenapa dia terus-terusan membuat Lamia berpikir saat mengobrol dengannya?

"Tadi lo ngenalin diri pake nama Mahawira, kok sekarang pake nama Labiru?"

"Labiru tuh nama spesial, dan gue cuma pengen dipanggil Labiru sama orang yang spesial juga."

"Ga jelas lo."

"Tapi gue serius, Mi."

"Serius apaan sih? Dari tadi lo ngomong ga jelas mulu."

"Labiru hanya menatapnya dengan teduh, tanpa menjawab pertanyaan itu.

"Sekali lagi lo ngomong yang ga jelas, gue pindah tempat duduk ya."

"Gue serius pengen kenalan sama lo."

"Kan kita udah kenalan? Sama teman-teman kelas yang lain juga."

"Tapi gue maunya kenal lo lebih dalam lagi, gue juga mau lo kenal gue lebih dalam."

"Karena apa? Kenapa lo se-pengen itu?"

"Gue mau temenan sama lo. Kalau kita temenan, wajar kan kalau kita terbuka satu sama lain dan semakin dekat?"

Lamia mendengus nafas sebal, memutar badannya kini menghadap ke arah Labiru yang ikut memutar badannya, posisi mereka kini saling berhadapan.

Lamia menepuk pundak pemuda itu, membiarkan kedua tangan gadis menempel pada pundaknya.

"Oke, kita temenan. Tapi Biru, pelan-pelan. Lo masih orang asing buat gue, jadi satu-satu. Ga ada yang spesial dari diri gue yang mewajarkan lo untuk penasaran dan kenal gue lebih dalam."

'Salah. Ada begitu banyak hal yang buat gue penasaran akan lo.'

"Duh, gue ngapain sih? Udahlah lupain. Intinya, gue udah jadi teman lo. Bukan cuma gue, tapi seisi kelas ini udah jadi teman lo."

Lamia kembali memutar badannya menghadap ke arah depan, tidak lagi melihat ke arah Labiru

Labiru hanya tertawa gemas melihat wajah Lamia yang sudah bergidik ngeri karena kata-katanya sendiri.

"Nanti pulang sekolah, sibuk ga?"

"Sibuk."

"Sibuk ngapain?"

"Rahasia."

"Mau nge-date?"

"Hah?"

"Lo mau nge-date sama pacar lo?"

"Gue mana punya pacar."

"Kalau gitu, ayo nge-date sama gue."

"Lo sinting ya?"

"Baru aja lo mendeklarasikan mau temenan sama gue, sekarang ngajak nge-date"

Becanda elah, jangan diseriusin. Gue cuma mau ngajakin temen sebangku gue pulang bareng. Ga boleh ya?"

"Hm, ga boleh."

"Kenapa ga boleh?"

"Ga suka aja."

"Gue tebak Bapak lo pasti galak, dan lo ga mau gue dimarahin Bapak lo?"

"Wah.. Gue salut banget ya sama kepercayaan diri lo."

"Selain percaya diri, gue orangnya gigih loh. Jadi, ayo pulang bareng gue."

"Kasih gue alasan kenapa gue harus mau pulang sama lo."

"Alasannya cuma satu, gue ga mau lo pulang sama mantan lo."

".... ha?"

"MIAA. Gue cariin kemana-mana ternyata udah balik ke kelas." Sungut Aul kesal.

"Kenapa?"

"Ditanyain Raja, nanti pulang lo mau bareng dia ga? Gue juga udah bilang nanti habis pulang sekolah lo mau mampir ke rumah pintar, terus katanya ya udah sekalian aja. Soalnya dia mau mampir ke—"

"AUL."

"... Kenapa?"

"Kontrol mulut lo."

"Hah? Lo ke rumah pintar itu rahasia apa gimana?"

Lamia benar-benar kesal sekarang, tapi dia berusaha mengontrol emosinya.

"Ga semua hal tentang gue harus lo ceritain kemana-mana."

"Gue ga ceritain lo kemana-mana, gue cuma—"

"Cuma ke Raja?" Potong Lamia cepat.

Aul mengangguk ragu.

Lamia memijat-mijat kepalanya. Untuk sesaat dia tersadar ada orang lain selain dirinya dan Aulia yang mendengar obrolan mereka.

"Ami... Kenapa?"

"Gapapa, gue cuma butuh space dari lo semua." Jawab Lamia.

"Kenapa?"

"Bilangin Raja, gue ga bisa balik sama dia. Soalnya gue udah janjian sama Biru."

"Biru?"

Belum sempat pertanyaan itu dijawab, bel tanda pelajaran selanjutnya akan dimulai telah berbunyi.

Lamia melirik ke arah Aul, memberi kode untuknya agar segera beranjak karena pelajaran akan segera dimulai.

Aulia yang kebingungan dengan nama itu, lantas pergi dengan linglung.

Siapa Biru?

...🍨🍨🍨...

"Lo yakin dia nyebut nama Biru?"

Aulia mengangguk cepat.

"Yakin! Kalo ga percaya coba deh tanya sama si anak baru itu. Dia juga dengar kok."

"Tapi lo sendiri aja ga tau siapa yang namanya Biru padahal diantara kita semua, cuma lo yang tau siapa aja yang deket sama Lami." Balas Ratu mengernyitkan keningnya. Bingung entah harus memihak ke siapa.

Untuk pertama kalinya, Ratu terlihat tidak bisa netral karena kekurangan informasi. Yang jelas, dia mengutuk Lamia karena gadis itu terlihat mulai membatasi jarak dengan mereka hanya karena kembarannya yang sudah kembali dari luar negeri.

"Bisa jadi, itu tuh makna dari nama orang.. Ngerti ga sih? Kayak Kakak lo, arti namanya kan laut. Trus laut warna biru..." Celetuk Setara sambil menggigit es batu dari cupnya.

"LAH IYA! KOK GA KEPIKIRAN? SETARA KOK LO BISA PINTAR SIH DALAM KEADAAN KAYAK GINI?!"

Umpatan melayang bebas dari mulut Setara karena seruan Aulia yang menggelegar, membuat seisi cafe memperhatikan mereka.

"Pantes aja Mia suka kesel kalo jalan sama lo, mulutnya kayak knalpot karbu." Cetus Setara.

Bima hanya menyeringai mendengar cetusan Setara. Sisi lain dari dirinya sangat setuju, walaupun Aulia adalah pacarnya tapi sejujurnya Bima kadang merasa lelah karena tidak mampu menyamai energi dari sang pacar.

Terlebih dalam situasi seperti ini, Bima sebaiknya diam karena dia berasa ada beberapa hal dari obrolan ini menjadi sesuatu hal yang seharusnya tidak mereka bahas karena itu adalah kehidupan pribadi teman mereka sendiri.

"Mia kan orangnya pinter banget, ga mungkin kan dia nyebut crush nya secara gamblang, disaat dia tau kita semua masih mencoba setiap peluang yang ada biar dia bisa balikan sama Raja?!" Seru Aulia tiba-tiba.

Ratu mendesah pelan, sepertinya mulut Aul adalah musuh dari sekian orang yang ada didekatnya.

Bagaimana cara Lamia bertahan hidup selama tiga belas tahun dengan bertemankan manusia yang memiliki mesin dalam mulutnya?

"Bisa ga sih lo ngomongnya jangan blak-blakan kayak gitu?" Omel Ratu.

"Kenapa sih, Tu? Lo tuh kayak ga seneng banget ya liat gue usaha banget biar Lamia sama Raja balikan?" Balas Aul Sewot.

"Ga gitu, cuma ngerasa ga sih kita tuh udah kelewatan batas? Kalo Lamia risih gimana?"

"Lami ga bakalan risih, dia tuh cuma gengsi. Lagian dia juga pernah bilang ke gue kalo dia nyesel putusin Raja karena marah."

Semuanya terdiam.

"Ups.. Harusnya gue ga ngomong kayak gini ya... Sorry..."

"Rumah pintar ya? Kakak lo volunteer disana kan?" Tanya Raja.

"Hm. Lami juga waktu itu sempat minta tolong gue untuk pake koneksi Kak Ale biar dia bisa gabung juga."

"Atau jangan-jangan dia udah lama naksir Kak Ale lagi? Tapi kita semua ga ada yang nyadar?"

"Aul, please lah. Ini bukan waktunya untuk main detektif. Lagian biarin aja sih, Lamia udah gede juga. Kalo emang dia udah lost feeling sama Raja, ya udah. Jangan dipaksa." Seru Bima akhirnya karena tidak tahan dengan celetukan-celetukan sang pacar yang mulai tidak terkendali.

"Dia belum lost feeling." Sahut Raja tiba-tiba.

Semuanya terdiam, menunggu kelanjutan dari perkataan Raja, yang notabene adalah mantan kekasih Lamia.

"Kalo dia beneran udah lost feeling, pasti sekarang dia deket sama orang lain. Tapi kata lo semua, sampai sekarang Lamia belum kelihatan dekat dengan siapapun."

Hening. Semuanya tampak berpikir, itu bisa saja masuk akal. Tapi, siapa yang bisa menebak isi hati Lamia? Hingga sekarang pun, meski pertemanan mereka sudah terjalin cukup lama mereka masih sulit mengerti isi kepala seorang Lamia, apalagi isi hatinya.

Dari kejauhan, seseorang yang memegang cup matcha latte dan americano di kedua tangannya terkikik geli.

Haruskah ia memperingatkan mereka atas keberadaan dirinya yang bisa membuat gadis yang mereka bicarakan akan berpaling padanya?

Sepertinya dia harus lebih bersabar dan bisa menahan diri, sesuatu yang menyenangkan pasti akan segera terjadi dengan perempuan itu sebagai pusatnya.

"Mba, pesanan di meja yang paling berisik itu sekalian aja ya saya bayar." Katanya menyerahkan kartu kredit berwarna hitam kepada sang kasir.

"Baik, apakah ada pesan yang ingin disampaikan?" Tanya kasir itu saat mengembalikan kartu miliknya setelah transaksi pembayaran telah dilakukan.

"Ehm, ga ada. Bilang saja tagihannya sudah dibayar atas nama Biru." Jawabnya sambil melempar senyum manis, sebelum akhirnya berlalu meninggalkan cafe yang terkenal itu.

Tidak lama setelah kepergiannya, Raja datang menghampiri kasir untuk membayar semua tagihannya.

Tangannya mengulurkan kartu yang sama dengan yang digunakan pemuda sebelumnya.

"Maaf, Mas. Pesanan meja anda sudah dibayar lunas." Kata kasirnya.

Raja tampak kebingungan, matanya sibuk kesana kemari melihat seisi cafe yang sangat ramai itu.

Memperhatikan dengan teliti, mencoba mencari tahu siapa wajah yang tak terlihat asing hingga mampu membayar tagihan dia dan teman-temannya.

Namun, pencarian itu gagal. Tidak ada satupun dari pengunjung cafe yang terlihat familiar dari pandangannya.

Kakinya melangkah mendekati meja yang ditempatinya dan kawan-kawan.

"Siapa yang udah bayar bill?" Tanya Raja dingin.

Mereka yang semula tertawa tiba-tiba terdiam karena ekspresi datar yang terpancar dari wajah Raja.

Mereka refleks menggeleng bersamaan sebagai bentuk jawaban dari pertanyaan Raja.

"Bukannya elo ya yang bayar? Tadi kan lo pamitan mau bayar." Tanya Ratu memastikan apakah kembarannya sedang berusaha mengerjai mereka atau tidak.

"Mikir, Rat. Kalo gue yang bayar, ngapain gue nanya ke elo semua kalau siapa yang udah bayar."

"Siapa tau aja lo ada rencana mau prank kita dengan muka sangar lo itu." Jawab Ratu.

"Ini bukan waktunya buat becanda, Rat." Intonasi Raja meninggi karena merasa disepelekan oleh kembarannya sendiri.

Suasana yang tadinya berisik, kini menjadi canggung. Tidak ada siapapun yang berani bersuara di tengah pertikaian saudara kembar itu.

Tangan Bima terulur, memberikan tanda kepada sang kasir untuk mendekat ke arah mereka.

"Mba diantara kami, kami belum ada yang merasa sudah membayar bill kami. Mba tidak salah melakukan transaksi milik orang lain, kan? Mohon untuk dicek kembali struknya apakah benar bill itu untuk meja kami atau tidak." Tanya Bima mencoba mengeluarkan mereka dari situasi itu.

"Tidak sama sekali, Mas. Pesanan meja ini sudah dibayar." Jawab sang kasir.

"Sama siapa? Enggak, maksud saya siapa yang sudah membayar bill kami?"

"Atas nama Biru, Mas."

Semuanya terdiam, seperti ada aliran listrik yang menjalar ke ujung kepala mereka.

Biru? Sebenarnya siapa dia?

Terpopuler

Comments

saekkideul_

saekkideul_

plot twist banget klo trnyata si biru beneran kakaknya aul 🤣

2024-01-26

0

saekkideul_

saekkideul_

sedikit shock. kenapa si biru ini kenal mantannya lamia? padahal kan biru nih anak baru 😭 apakah mereka punya interaksi sebelumnya trus lami lupa kalau mereka pernah saling kenal? hmm. menarik 🤔

2024-01-26

0

Sterling

Sterling

Udah gak sabar banget mau lanjut baca cerita ini.

2024-01-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!