Gelora Cinta Tuan Bara
Brak....!
Stroller penuh berisi belajaan harian menabrak belakang mobil mewah seseorang di halaman parkir sebuah mini market.
Wanita dengan stelan kaos oblong di padu kulot berbahan kain itu tampak kebingungan karena troller yang dia bawa tak sengaja menabrak belakang mobil seseorang. Strollernya terguling bersama belanjaan di dalamnya.
Susah payah dia mengumpulkan belanjaannya yang tercecer. Baru kemudian wanita itu memeriksa mobil yang tak sengaja dia senggol.
Wajahnya tampak muram saat melihat goresan di mobil mewah itu.
Dengan gerakan terburu buru dia menghampiri pemilik mobil yang baru saja keluar dari mobil.
Pria berpakaian rapih tampak keluar dari mobil. Lalu memeriksa belakang mobilnya. Pria berpakaian rapih itu menatap Safira dingin saat memeriksa belakang mobilnya. Dahinya berkerut saat melihat goresan kecil yang tertinggal di dinding mobil.
"Maaf, saya tidak sengaja." ujar Safira saat pria itu menatap kearahnya. Kakinya kesandung sesuatu hingga tak sengaja trollernya menyentuh mobil di depannya. Dan menggores mobil mewah ini.
Sial!!!
"Boleh saya tau nama nyonya?" tanya pria itu, masih dengan ekspresi dingin.
"Boleh." sahut Safira, sembari membuka dompetnya mengeluarkan selembar kartu nama.
"Ini identitas saya." ujar Safira, sembari mengulurkan tangannya menyerahkan kartu namanya.
Pria itu menerima kartu nama Safira. Dengan mata menyipit dia membaca kartu nama Safira.
Pria itu menghela nafas, lalu beranjak kesamping mobil. Dengan sikap sopan dia mengetuk kaca mobil, lalu tampak kaca mobil itu terbuka sebagian.
"Tuan, bagaimana ini? Ada goresan kecil di belakang mobil." ujar pria itu, pada seseorang di dalam sana.
Pria di dalam mobil menoleh kebelakang, menatap Safira sejenak.
"Apa kau sudah mendapatkan kartu namanya?" tanya pria dalam mobil itu dengan suara rendah.
"Sudah, ini dia tuan." Lelaki berbaju rapih itu mengulurkan kartu nama Safira pada pria di dalam. Tampak pria itu memeriksa kartu nama itu sejenak, lalu.
"Ya sudah biarkan aja. Aku akan mengurusnya nanti." ujarnya pada orang suruhannya.
"Tapi tuan, goresannya lumayan dalam."
"Aku bilang biarkan saja." ujar pria didalam mobil itu dengan intonasi rendah.
"Baik tuan." sahut lelaki itu dengan berat hati.
Sementara Safira memperhatikan dengan cemas. Walau hanya goresan kecil, tetap saja kecerobohannya merugikan orang lain. Dan dia harus merogoh kocek lumayan dalam karena ini.
Dia membetulkan posisi berdirinya saat pria yang berada di samping mobil itu berjalan kearahnya.
"Bagaimana?" tanya Safira. Begitu pria itu berdiri di hadapannya.
Pria itu menarik napas dalam, sembari menatap goresan kecil di belakang mobil. "Sudahlah tidak apa." sahutnya dengan persaan berat.
"Tapi mobil anda tergores karena saya." ujar Safira.
"Sudah tidak apa apa. Nanti tuan saya sendiri yang akan mengurusnya. Lagi pula anda bilang tadi tidak sengaja bukan?"
"Ah, iya. Tentu saja."
"Ya sudah, kalau begitu." ujar pria itu lalu berbalik, kemudian melangkah pergi.
"Baiklah." sahut Safira, kalimatnya mengambang di udara karena pria itu sudah masuk dalam mobil.
Sementara itu, di kursi belakang mobil yang tengah melaju itu. Sepasang mata menatap sepion tengah yang mengarah ke Safira dengan tatapan penuh makna.
"Kita kemana tuan Bara?"
"Mansion utama, kakek memintaku pulang." sahut pria yang ternyata adalah Bara Aditama.
Putra tunggal pasangan konglomerat yang sudah wafat tiga puluh tahun lalu. Sosok yang belakangan menjadi perbincangan hangat karena pencapaiannya di bidang bisnis.
Seperti titahnya, mobil melaju menuju mansion utama milik keluarga Bara. Dimana pria tua yang di panggil kakek oleh Bara, tinggal di sana.
Mobil mewah yang di tumpangi Bara melaju pelan memasuki bangunan mansion, bangunan mewah dengan halaman super luas, yang di kelilingi pagar tinggi bergaya etnik. Saking luasnya, orang mungkin akan tersesat saat baru pertama datang ke rumah ini.
Mobil berhenti di dalam garasi yang luasnya hampir sama dengan lapangan bola. Ada puluhan mobil mewah jadul berjejer di sana dan masih terawat dengan sangat baik. Bara turun dari mobil, lalu mengitari beberapa mobil mewah yang ada disana. Baru kemudian masuk kedalam mansion.
Bara menarik nafas dalam, sebelum melangkah masuk kedalam ruang utama mansion. Banyak jadwal pertemuan yang harus dia hadiri setiap hari, tapi bertemu pria tua bernama Sugara ini mampu membuat kepalanya pusing.
"Harus di ancam dulu baru mau datang ke rumah reot ini hah!" omelan langsung menyambutnya, begitu kakinya masuk ruang utama.
Lelaki tua yang masih menyisakan kegagahannya saat muda itu, memandang dingin cucu satu satunya yang menurutnya susah di atur.
Bara tak menyahut, dia terus melangkah mendekat. Lalu mengambil alih kursi roda dari orang suruhan kakeknya. Lalu mendorong kursi itu meninggalkan ruang utama mansion.
"Serlyn semalam berkunjung ke mansion." ujar kakek, sembari menatap keindahan taman miliknya. Walau tidak ada perempuan di mansion ini, tapi sentuhan lembut terlihat di taman ini.
"Hmmm." sahut Bara. Reaksinya membuat pria tua itu menoleh kebelakang menatap Bara.
"Dia Serlyn, wanita yang di incar keluarga terpandang untuk di jadikan menantu. Apa kau tidak tau?!"
"Aku tau kek."
"Kalu kau tau kenapa bereaksi seperti itu? Padahal gadis itu rela datang ke sini menyampingkan harga dirinya yang tinggi demi dirimu." omel kakek.
Bara menarik nafas berat. "Siapa suruh dia melakukan itu. Aku sudah ratusan kali mengatakan pada wanita dungu itu, bahwa..."
Buk...!
"Akhhh." Bara meringis saat tongkat kakeknya mendarat telak di lengan kirinya.
"Anak kurang ajar, jaga bicaramu! Kalau di dengar keluarga Serlyn bisa panjang urusannya." umpat pria tua itu berang. Calon cucu menantunya di katakan dungu.
"Mereka tidak akan dengar, kalau pun dengar memangnya mereka berani melakukan apa padaku?" ujar Bara acuh.
"Dasar bocah sialan, besok malam aku mengundang Serlyn makan malam di sini. Kau datanglah, jangan membuatku malu."
Bara menghentikan langkahnya. "Aku tidak janji, kakek tau bukan? Aku banyak pekerjaan." ujar Bara, pria yang memiliki mata setajam elang itu melangkah kedepan. Membetulkan selimut yang ada di pangkuan kakeknya lalu melangkah pergi meninggalkan kakeknya.
"Hey, kalau kau tidak datang aku akan menyeretmu kemari!" ucap pria tua itu meneriaki Bara.
Bara tersenyum miring sembari melambaikan tangannya ke belakang. "Lakukan saja kalau kakek bisa." sahutnya tanpa berbalik badan.
Pria tua itu mendengkus jengkel, tentu saja dia tidak akan mampu melakukannya. Cucunya bukan pria sembarangan yang bisa di seret hanya dengan beberapa orang pengawal.
Sementara Bara terus melangkah pergi menuju garasi. Dia memang tak pernah lama berada di mansion ini. Terlalu banyak cerita yang tak ingin dia ingat walau hanya sekejab.
"Kenapa cepat sekali tuan pergi? Kakek mungkin masih rindu dengan tuan." ujar Bimo, orang kepercayaannya.
Bara menarik nafas panjang, sembari menatap pria muda itu dengan intens.
"Selalu kalimat itu yang keluar dari mulutmu, setiap kali aku keluar dari pintu itu." sahut Bara.
Pria yang di panggil Bimo itu tak bereaksi. Hanya mengusap wajah datarnya beberapa kali.
"Ayo pulang, atau kau ingin tinggal di sini menemani kakek tua itu."
"Tentu saja ikut tuan.."
.
Bersambung
Terimakasih udah mampir di cerita ini. Sebagai bentuk dukungan para pembaca pada karya ini, mohon tinggalkan like dan komen yang membangun ya 🙏🙏🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments