Dentuman suara musik di sebuah diskotik memekakkan telinga. Tapi tidak pada pada telinga para pengunjung, mereka malah menikmati setiap irama yang mengalun. Bak alunan merdu yang mendayu dayu.
Gerak tubuh mereka bahkan terlihat serasi dengan irama yang mengalun buas. Semua pengunjung di ruangan ini seakan asik dengan dunianya sendiri. Padahal waktu sudah lewat tengah malam. Tapi sepertinya stamina mereka masih diatas, belum turun sama sekali. Gerak mereka masih lincah, menghentak mengikuti irama musik yang meronta ronta.
Sementara itu di sebuah ruang vip, beberapa pria muda tengah bersenda gurau. Sesekali mereka menyesap minuman beralkohol di tengah percakapan ringan mereka.
Diantara mereka tampak Bara Aditama. Pria berwajah tampan itu terlihat menikmati senda gurau temannya. Tanpa berniat menimpali, dia hadir hanya sebagai penonton.
Dia bahkan tak bereaksi saat beberapa barista memberinya sinyal sinyal dengan gaya centil.
Bukan karena mereka bukan kelasnya, tapi memang pria bernama Bara ini minim berintraksi dengan wanita.
"Aku dengar kekasihmu kembali ke sini?" tanya Delon pada Bara, sembari menyesap wine dalam gelas pendek miliknya.
Bara menatap Delon dengan kening berkerut. "Sejak kapan dia jadi kekasih ku?" sahutnya. Serlyn sudah di jodohkan dengannya dari jaman kuliah. Tapi Bara selalu bisa menolak secara halus. Dengan memperkenalkan pacar bohongan misalnya. Dan cara itu lumayan berhasil mengelabui kakeknya untuk sementara.
Tapi kali ini, orang tua itu tidak akan tertipu oleh trik cucunya lagi. Dia terus mendesak Bara segera menikah bukan tanpa alasan. Kondisi kesehatannya yang terus menurun, membuatnya khawatir tak bisa menyaksikan pernikahan cucu satu satunya.
Bara mendesah berat, lalu menyesap wine dalam gelas pendek di depannya.
Pikirannya melayang, pada pertemuannya dua hari yang lalu. Dengan wanita yang menjadi cinta pertamanya saat kuliah.
Saat itu dia tengah memeriksa gedung perkantoran yang baru saja dia beli ,di pusat kota. Dia sedang menunggu lift di lantai tiga, menuju lantai dasar.
Bersama asisten pribadinya, Bara berdiri di depan pintu lift. Setelah menunggu dua menit, pintu lift pun terbuka.
Tidak banyak orang yang ada di dalam lift, tapi salah satu dari mereka menyita perhatian Bara. Wanita bertubuh langsing, berkulit putih bersih itu terlihat sibuk dengan gawai di tangannya. Bahkan kehadiran pria setampan Bara, sama sekali tidak mampu menyita perhatiannya.
Posisi Bara berdiri di dalam lift membelakangi wanita itu. Meski begitu, pria berwajah tampan itu bisa melihat pantulan wajah wanita itu dari dinding lift dengan jelas.
Entah apa yang ada dalam hati pria itu, yang jelas bola matanya yang kelam tak berkedip menatap Safira.
Ya, wanita itu memanglah Safira, wanita yang pernah diam diam dia cintai sepenuh hati. Tapi sayang, segala pertimbangan pada dirinya membuat cintanya pada Safira hanya bisa di pendam dalam dalam.
Tapi ternyata api cintanya belum sepenuhnya padam. Walau sudah terkubur dalam. Terbukti, sosok Safira di belakangnya mampu menyedot seluruh perhatiannya dengan jantung berdebar.
Pintu lift terbuka lebar, orang orang buru buru keluar. Padahal Bara masih ingin menikmati pemandangan di dinding lift.
Dia ikut keluar walau dengan langkah pelan. Seperti ada yang dia tunggu, padahal dia sedang terburu buru. Karena jadwalnya yang terlalu padat.
Lalu terlihat sosok Safira melewatinya begitu saja. Wanita ini benar benar tidak perduli pada situasi sekelilingnya. Dia sibuk dengan dunianya sendiri. Sampai sampai tak menyadari keberadaan Bara di dekatnya.
Jemari Bara mengepal erat, saat menatap punggung Safira. Sudah lama tidak melihatnya, tapi dia masih saja seindah dulu. Setiap inci lekuk tubuhnya mampu membuat Bara meneguk salivanya dengan kasar. Seperti yang sedang dia lakukan saat ini.
Hanya saja ada perubahan kecil dari caranya berdandan. Wanita yang tak pernah memoles wajahnya dengan make up. Kini pandai merias wajahnya dengan riasan tipis. Bibirnya yang mungil di warnai dengan warna natural. Pipinya yang putih bersih, di beri sedikit sentuhan merah muda nan lembut dan menggoda.
Hhhh...!
Membayangkannya Bara bisa gila, kenapa wanita itu selalu mampu membangkitkan gairahnya hanya dengan menatap lekuk tubuhnya.
Ada banyak wanita cantik setiap hari yang dia temui, tidak sedikit yang menaruh hati padanya. Bahkan ada yang nekat memberikan tubuhnya untuk Bara. Tapi kenapa gejolak darahnya tidak pernah sedahsat ini, seperti saat dia membayangkan tubuh Safira.
"Hhh..! Sial." umpatnya kasar. Lalu meneguk wine dalam gelas pendek di hadapannya. Desah nafasnya mengundang tanda tanya teman temannya.
"Ada apa? Kau ada masalah?" tanya Delon.
"Iya, apa kau ada masalah? Kau tidak tenang sedari tadi." timpal Haikal.
Bara menatap dua sohibnya lalu menggeleng. Apa bisa di bilang masalah, apa yang sedang terjadi padanya saat ini.
"Hey, come on. Katakan kalau kau perlu bantuan kami." desak Delon.
Bara tersenyum, bukan karena ucapan temannya. Tapi dia sedang menertawai dirinya sendiri. Dia tau Safira sudah menikah dan tentu juga suda memiliki anak. Tapi kenapa dia dengan tak tau malu membayangkan kehangatan tubuh wanita itu.
Konyol....
"Tidak ada hal serius, kalian tidak usah khawatir." ujar Bara.
Memang bukan hal serius, tapi sejak pertemuannya kembali dengan wanita itu. Dunianya tiba tiba beralih pada wanita bernama Safira. Suka tidak suka, Bara tidak bisa menghilangkan perasaannya untuk Safira.
Bahkan hanya melihat punggung indah wanita itu. Jantungnya berdegup kencang, bak deburan ombak di tepi pantai.
Hhhhh..!
Bara mengusap wajahnya kasar. Lalu menyesap wine entah untuk yang keberapa kalinya.
"Aku pulang dulu, kalian lanjut saja." pamit Bara. Pria itu menyaut jas di sampingnya lalu beranjak bangkit. Membuat
"Jangan ngaco, hidangan utama saja belum di sajikan." protes Haikal.
Bara tak perduli, sekarang dia malah melangkah keluar ruang vip itu.
Membuat teman temannya geram. Tapi juga tak bisa berbuat banyak. Apa lagi memaksa Bara untuk tinggal.
Bara duduk di kursi belakang sembari memejamkan matanya. Sementara asisten pribadinya tengah mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.
"Antar aku ke hotel." titah Bara pada Bimo, dengan mata terpejam.
"Tuan tidak pulang ke rumah?"
"Tidak."
"Baiklah."
Bimo merubah arah laju mobilnya, yang awalnya menuju rumah kini mengarah ke hotel milik tuanya.
Begitu sampai di basemen hotel, Bara tak langsung turun dari mobil. Matanya yang sudah separuh mengantuk, tak sengaja menangkap bayangan orang yang dia kenal.
"Tuan tidak turun?" tanya Bimo heran. Melihat tuanya masih duduk tenang di dalam mobil.
"Kau lihat itu?" ujar Bara sembari mengarahkan jarinya kesudut basemen.
Cepat Bimo melihat kearah jari telunjuk bosnya. Terlihat seorang laki berjalan kearah mereka sembari menggandeng tangan pasangannya.
"Tuan ingin seperti itu?" tebak Bimo.
"Apa kau pikir aku tidak mampu melakukannya?!" sahut Bara berang.
"Lalu apa?"
Mata Bara menatap lurus kedepan. Menatap dua insan itu dengan tatapan geram.
"Dua orang itu pasangan selingkuh." ujar Bara pelan. Membuat Bimo mengerutkan kening, heran.
Ini hotel, ada banyak pasangan tidak sah bermalam di sini. Lalu apa urusannya dengan hal semacam itu.
"Pria itu suami Safira." gumam Bara. Membuat Bimo menatap ke arah dua insan yang di maksud Bara.
Pantas saja Bara semarah ini. Bimo mendesah berat.
"Jangan lakukan apapun tuan. Kita sedang tidak senggang." ujar Bimo menasehati. Sebab Bara terlihat sangat marah saat ini.
Bara tersenyum miring. "Kau sangat bijak malam ini. Aku juga tak berniat menghajar pria itu dengan tenaga ku." ujarnya, lalu beranjak membuka pintu mobil lalu melangkah pergi.
Saat berpapasan dengan suami Safira, Bara sama sekali tak melihat ke pria itu. Dia terus berjalan menuju pintu masuk.
"Keparat!" geramnya mengumpat perbuatan suami Safira, begitu tubuhnya masuk dalam lift.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Lili Lintangraya
cinta lama yg terpendam muncul kembali berarti?lanjut lgi dong.tetp semngt&sehat walafiat sllu,aamiin.
2024-01-25
4