Safira tersentak dalam tidurnya di tengah malam. Setengah sadar dia mencari sosok Riki di sampingnya. Tapi sepertinya Riki tak ada di sini. Tempatnya juga terasa dingin, pertanda lelaki itu belum beranjak tidur sejak tadi.
Merasa penasaran Safira meraih jubah tidurnya, lalu memakainya. Kemudian mencari Riki di ruang kerjanya. Di rumah ini, hanya ruang itu yang mampu membuat Riki betah berlama lama di sana.
Sembari menguap berulang kali, Safira mulai menuruni anak tangga. Tapi mendadak langkahnya terhenti di depan pintu kamar Winarti yang terbuka separuh.
Safira hanya mengintip dari tempatnya berdiri. Gadis yang menumpang di rumahnya itu sepertinya lupa menutup pintu. Atau dia belum pulang, sebab malam ini adalah malam minggu. Gadis seusia Winarti tentu memiliki dunianya sendiri.
Safira kembali melangkah pelan menuju ruang kerja suaminya. Tanpa mengetuk dia langsung memutar handle pintu lalu melangkah masuk. Riki yang berada tak jauh dari pintu tampak kaget oleh kedatangan Safira.
"Fira?!" pekiknya mendapati Safira tengah berdiri di ambang pintu.
Lelaki yang tengah mengancingkan bajunya itu, terlihat buru buru menghampiri Safira.
"Sayang kok kamu bangun?" tanya Riki tanpa sadar. Membuat Safira mengerutkan keningnya menatap Riki.
"Maksudnya?" tanya Safira sembari meneliti baju Riki yang belum selesai di kancing.
Melihat arah pandangan Safira, Riki mendadak gugup. "Ooh, aku kepanasan tadi. Jadi mandi biar gak gerah saat tidur." jelas Riki. Riki tak butuh pertanyaan, tatapan Fira sudah lebih dari sebait pertanyaan.
Safira kembali mengerutkan keningnya, sembari meneliti seluruh ruang. Saat tatapannya tertuju ke sofa di sudut ruang. Riki buru buru mendorong tubuh istrinya nya keluar ruangan, lalu cepat Riki menutup pintu ruang kerjanya rapat rapat.
"Ayo keatas, aku kepingin." bisik Riki, sembari merangkul bahu ramping Safiira. Berusaha mengalihkan perhatian Safira.
Safira menatap pria bertubuh kekar itu dengan mata penuh damba. Sudah sangat lama dia tak mendengar kalimat ini dari bibir suaminya. Lelah oleh seambrek pekerjaan membuatnya tak punya keinginan bercinta. Apa lagi Riki tak pernah meminta untuk di layani.
Tak ingin membuang waktu lagi, Riki langsung membopong tubuh ramping Safira naik ke lantai atas. Menuju kamar mereka.
Saat melewati kamar Winarti, Riki merutuk dalam hati. Betapa ceroboh gadis itu membiarkan pintu kamarnya terbuka. Sementara dia sendiri berada di ruang kerja Riki.
Perlahan sekali Riki merebahkan tubuh istrinya di atas ranjang. Seperti porselen yang gampang retak, begitulah Riki menaruh tubuh istrinya dengan hati hati. Di akui Riki, tubuh Safira masih sangat bagus di usianya yang sudah kepala tiga. Bodynya langsing tapi berisi. Betisnya kecil dan indah. Bahkan Riki sangat menyukai kakinya dengan bentuk jari jari yang sangat menawan. Kuku kukunya di beri warna menarik, sangat serasi dengan kulit kakinya yang putih bersih.
Berbanding terbalik dengan milik Winarti yang seba over. Safira memiliki bentuk tubuh dengan porsi yang pas dan indah. Tapi bagi Riki dua wanita ini memiliki kenikmatan tersendiri. Yang membuatnya jadi mabuk kepayang.
Dasar lak nak...!!!
Ya dia memang lelaki yang pantas di maki dengan kata kata kasar. Bagaimana tidak? Dia sungguh tak berperasaan, setelah menggauli Winarti kini dia tengah menyumbu Safira.
"Apa ini..?!" tanya Riki dengan nafas tersenggal. Dia sangat bira hi, tapi bercak merah kental di celana dalam Safira membuat naf sunya sedikit padam.
"Apa?!" tanya Safira, sembari mengangkat separuh tubuhnya menatap kebawah. Sebab dia sedang dalam posisi telentang.
"Kau datang bulan?" tanya pria itu sembari menenteng benda segi tiga itu dengan dua jari.
"Apa iya?" sahut Fira ragu. Dia sendiri tidak ingat kapan tanggal mentruasinya. Riki mendengkus kesal.
"Hhhh! Apa iya? Lalu ini apa?" Riki melempar benda segitiga itu tepat di atas paha mulus Safira. Dengan kesal pria itu turun dari ranjang lalu melangkah kekamar mandi. Safira menelan kasar ludahnya saat melihat junior Riki yang masih terlihat tegak menantang. Pemandangan indah itu harus berakhir saat Riki menutup pintu kamar mandi rapat rapat.
Safira memungut benda segitiga di atas pahanya lalu memeriksanya. Benar saja, ada bercak merah tertinggal disana. Dengan perasaan bersalah, Safira menatap kamar mandi yang tertutup rapat.
Kalau saja Riki meminta padanya, dia tidak keberatan membantu suaminya mendapatkan kepuasan dengan cara lain. Tapi Riki memilih menuntaskan nya di kamar mandi.
Safira memaklumi kemarahan Riki, lelaki itu sudah sangat horny tapi harus berhenti di tengah jalan. Bukankah sangat menyakitkan. Bukan hanya Riki, Safira juga sudah di selimuti kabut gairah. Lama tak melakukan hubungan intim, membuat setiap sentuhan Riki mendebarkan jantungnya. Sentuhan jarinya seperti sengatan listrik dengan voltase ringan.
Tapi pantasinya terpaksa harus terputus begitu saja, karena tamu bulanan yang datang tiba tiba.
Sementara itu diruang kerja Riki. Winarti keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Dengan tubuh separuh te lan jang dia melangkah gemulai mencari sosok lelaki yang baru saja memberinya kenikmatan tiada tara itu. Tapi sayang, dia tak menemukan Riki dimanapun. Hal ini membuat hatinya kesal.
"Mas.." panggilnya dengan suara pelan. Memastikan kalau Riki memang sudah tidak ada di ruangan ini. Tak terdengar sahutan dari Riki, pertanda pria itu benar benar sudah pergi.
"Pergi bukannya pamit, udah di kasih enak juga.." omel Winarti, sembari memunguti dala man miliknya yang berserakan di sofa.
Setelah mengenakan bajunya kembali, dia bergegas keluar dari ruang kerja Riki. Ruang dimana mereka berbagi kenikmatan setiap malam. Dengan langkah lebar dia berjalan ke kamarnya.
Tapi rasa penasaran membuat langkahnya malah berjalan menuju keanak tangga. Berjalan perlahan menuju ke lantai atas.
Langkah kakinya baru berhenti saat sudah di depan pintu kamar Riki dan Safira. Seperti penguntit, Winarti menajamkan pendengarannya. Berusaha mengetahui apa yang terjadi di dalam sana.
Baru beberapa detik, wajahnya langsung berubah murka.
Jemarinya mengepal erat, saat sayup sayup dia mendengar desah manja Safira di dalam sana. Membuat dadanya terasa panas terbakar api cemburu.
"Kepa rat!" geramnya dengan gigi terkatup rapat. Riki baru saja bercinta dengannya dengan begitu panas dan penuh gairah. Bisa bisanya sekarang dia menggauli Safira hingga wanita itu mendesah manja.
Apa Riki tidak puas dengan pelayanannya tadi. Kurang binal apa dia saat memanjakan Riki, bahkan dia yakin pela cur saja kalah olehnya.
Winarti menatap daun pintu kamar Riki dengan tatapan penuh amarah. Ingin rasanya dia mendobrak paksa pintu yang tertutup rapat itu dengan paksa. Lalu menyeret Riki keluar dari dalam sana. Lalu kembali mengajak pria itu bercinta. Dengan permainan yang lebih panas dari permainan mereka tadi.
Tapi yang bisa dia lakukan hanya memaki dua insan itu dalam hati. Tanpa bisa melakukan apa pun.
Dengan perasaan kesal gadis itu berbalik menuruni anak tangga. Masuk kedalam kamarnya.
"Dasar perempuan sialan. Bisa bisanya dia mendesah seperti itu. Apa bagusnya?!" umpatnya sembari menatap foto Safira yang ada di atas nakas. Dia sengaja memajang foto mereka berdua untuk mengelabui Safira. Seakan dia sangat menyayangi wanita itu, seperti saudaranya sendiri.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments