Edwin yang mendengar ucapan Nabila seketika diam. Dia pun mulai berjalan mendekat ke arah Nabila, lalu berdiri di samping Nabila.
"Sini saya ajarin, tapi awas saja ya jika kamu tidak mengerti apa yang saya ajarkan, lebih baik kamu risen saja dari kantor ini. Karena kamu kan tahu sendiri kriteria seseorang yang bekerja di kantor ini, harus cerdas dan yang paling penting cekatan."
Edwin mulai membuka sebuah berkas lalu menyalakan komputer yang berada di depan Nabila. Saat Edwin berdiri di dekat Nabila, Edwin bisa mencium aroma parfum yang di kenakan Nabila beraroma Vanila. Itu adalah salah satu aroma parfum wanita kesukaannya.
Edwin mulai menjelaskan beberapa pekerjaan yang harus di lakukan Nabila selama menjadi sekretarisnya. Dari mulai mengatur jadwal Edwin dan mengelola beberapa dokumen sebelum dokumen tersebut tiba di tangan Edwin, dan merevisi beberapa dokumen yang harus di tanda tangani oleh direktur. Tidak hanya itu saja, Nabila juga harus bisa mengerjakan pekerjaan seorang direktur, jika direktur sedang ada kepentingan mendadak atau tidak bisa masuk kerja.
Saat Edwin menjelaskan apa saja pekerjaan Nabila, ia melihat bahwa Nabila mendengarkan semua penjelasan Edwin dengan sangat sungguh-sungguh. Edwin seketika menatap wanita di sampingnya yang sedang fokus menatap layar komputer. Wanita yang mempunyai wajah bersih, bulu mata lentik, alis yang tebal, dan hidung yang mancung. Edwin merasa bahwa Nabila sangat berbeda dengan sekretaris-sekretarisnya yang kemarin. Dia terlihat lebih sopan saat di dekat Edwin. Beda dengan mantan sekretarisnya justru malah memancing-mancing Edwin agar luluh terhadap mereka, bahkan ada juga yang menunjukan belahan dada mereka bahkan paha mereka. Seakan-akan untuk memancing Edwin agar menyentuh tubuhnya.
Edwin merasa tidak heran, jika para wanita melakukan itu semua, secara Edwin adalah seorang CEO apalagi memiliki wajah yang tampan rupawan, dan harta yang berlimpah. Banyak para wanita yang ingin berlomba-lomba mendapatkan dirinya. Namun sayang, dengan menunjukan belahan dada atau paha justru Edwin merasa terganggu dan tidak suka melihat wanita seperti itu. Ia merasa bahwa wanita seperti itu adalah wanita murahan dan tidak mempunyai nilai dan etika yang tinggi. Hanya bermodal tubuh seksi untuk memancing seorang pria namun otaknya kosong, tidak bisa apa-apa.
"Kalau di buku ini soal apa ya pak, lalu bagaimana mengerjakannya? saya masih tidak paham?." tanya Nabila saat membuka sebuah buku bisnis, namun tidak ada jawaban dari Edwin.
"Pak.." Nabila seketika menoleh ke arah Edwin, namun saat menoleh Edwin ternyata juga menatap ke arahnya, dan alhasil mata mereka saling beradu pandang.
Edwin yang mendapat tatapan dari Nabila seketika mengalihkan pandangannya, dan sedikit menjauhkan tubuhnya dari Nabila. "Baca sendiri, di situ sudah ada penjelasannya. Budayakan membaca, jangan apa-apa tanya! emang saya guru!." Edwin yang kembali berjalan ke arah kursi kebesarannya.
Nabila yang mendengar ucapan Edwin hanya diam dengan bibir yang manyun.
"Paham tidak ucapan saya? di sini yang di perlukan itu kecerdasan, skill, dan cekatan.. bukan orang lemot!." ucap Edwin dengan ketus tanpa manatap ke arah Nabila.
"Iya pak.. paham." jawab Nabila.
Setelah beberapa jam kini Nabila sudah mulai menguasai beberapa hal yang harus dia kerjakan. Begitu pun Edwin, ia masih fokus menatap ke arah layar komputer, dengan membaca beberapa berkas yang harus ia tandatangani.
"Eh kamu, sini.." panggil Edwin namun Nabila tidak menoleh ke arahnya.
"Hai! apa kamu tidak mendengar saya!." panggil Edwin dengan nada suara yang tinggi menatap ke arah Nabila.
"Iya pak? apa bapak memanggil saya?." Nabila yang seketika beranjak berdiri dari tempat duduknya.
"Tidak.. saya memanggil almari di sebelah mu, ya kamu lah siapa lagi? memang di sini ada orang lain, selain kamu?."
"Habisnya bapak tidak memanggil nama saya, saya kan punya nama pak." Nabila yang berjalan ke arah meja direktur.
"Nama mu tidak penting bagi saya, nih dokumen." Edwin yang seketika melempar satu dokumen di depan Nabila. "Antar dokumen itu ke pak Bagas yang berada di ruang HRD." perintah Edwin.
"Memang ruangan HRD di mana pak?." tanya Nabila.
"Kamu punya mata dan mulut kan? kamu bisa mencari nya, dan jika tidak ketemu juga kamu bisa tanya sama karyawan yang kerja di kantor ini, jangan apa-apa tanya saya!." celetuk Edwin.
"Baik pak." Nabila seketika berjalan untuk keluar dari dalam ruangan, namun baru saja tiba di ambang pintu ia lagi-lagi di panggil oleh Edwin.
"Eh kamu, siapa namamu, oh ya Nabila." panggil Edwin.
Nabila yang kembali di panggil oleh Edwin seketika menoleh. "Ada apa lagi pak?." tanya Nabila dengan raut wajah yang tampak kesal.
"Kenapa wajah mu seperti itu? kamu tidak suka saya suruh-suruh? kalau tidak suka dengan pekerjaan ini, kamu bisa pulang sekarang, masih banyak yang ingin bekerja di kantor ini."
"Tidak pak, saya sangat menyukai pekerjaan ini.." Nabila seketika tersenyum terpaksa ke arah Edwin.
"Bagus kalau begitu.. nanti balik ke sini bawa kopi susu sekalian. Jangan manis-manis, dan jangan terlalu pahit. Gulanya satu sendok saja, susunya di banyakin, gulanya yang di kurangin. Awas saja nanti jika kemanisan atau tidak manis kamu aku suruh buat ulang." perintah Edwin.
"Baik pak.. laksanakan." Nabila kembali membalikkan tubuhnya untuk keluar dari ruangan.
"Oh ya, satu lagi.." teriak Edwin seketika membaut Nabila kembali memberhentikan langkahnya. "Hih.. andai saja tu orang bukan direktur di kantor ini, udah aku bejek-bejek deh mukanya." ucap Nabila di dalam hati karena kesal.
"Iya pak.." Nabila yang kembali membalikkan tubuhnya dan tersenyum ke arah Edwin.
"Jangan lama-lama." ucap Edwin sambil tersenyum sinis.
"Baik pak." Nabila sedikit menunduk lalu berjalan cepat keluar dari dalam ruang direktur.
Edwin yang melihat Nabila sudah keluar dari ruangan seketika tersenyum getir. "Akan ku buat kamu tidak betah bekerja dengan ku, dan memilih keluar dari kantor ini."
"Ih nyebelin sekali sih tuh orang, mentang-mentang seorang direktur seenak jidat nya sendiri. Gak jadi deh aku muji dia tampan. Tampan tapi kaya es batu dingin dan keras, bahkan jutek." ucap Nabila yang merasa kesal. "Padahal belum ada satu hari loh aku jadi sekretarisnya, tapi udah makan hati."
Kini Nabila terus berjalan untuk menuju ke lantai tiga tempat di mana ruang HRD berada untuk memberikan semua dokumen dari Edwin. Lalu kembali turun ke lantai satu untuk menuju ke tempat dapur khusus membuat kopi atau mengambil beberapa cemilan yang sudah di sediakan oleh perusahaan.
Setibanya di lantai satu, Nabila segera membuatkan kopi susu sesuai pesanan atasannya. "Gila.. mau buat kopi aja harus turun ke lantai satu, padahal ruang direktur ada di lantai dua belas."gerutu Nabila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments