Part 4

Hendrik terus berjalan ke arah ruang direktur.

"Tumben cepat sekali, pasti kamu_" Edwin yang menghentikan ucapannya kala melihat Hendrik bukan lah Nabila yang membuka pintu.

"Edwin.." Hendrik yang berjalan mendekat ke arah Edwin.

"Apa? mau apa kesini? aku tidak memanggil mu." ucap Edwin yang kembali menatap ke arah layar komputer.

Hendrik seketika menjatuhkan tubuhnya di sebuah kursi yang berada di depan Edwin. "Kapan kamu berubah? kalau kamu seperti ini terus mana ada sekretaris yang betah sama kamu. Masa iya sih aku harus jadi sekretaris mu sampe kakek-kakek nanti."

"Kalau kamu bisa kenapa tidak." ucap Edwin tanpa menatap ke arah Hendrik sepupunya.

"Kamu itu harus banyak berubah Ed. Tuan Remon ayah mu memberikan kamu sekretaris yang baru agar sifat mu berubah, dan lebih bisa menghargai orang, tidak seenak jidat mu sendiri. Kamu itu terlalu terlihat angkuh dan keras kepala."

Edwin yang mendengar ucapan-ucapan Hendrik seketika menutup kedua telinga nya dengan telapak tangan. "Aku sedang sibuk, lebih baik kamu kembali ke ruangan mu. Telinga ku jadi sakit mendengar celoteh tidak penting mu itu."

"Bagaimana kamu bisa dekat dengan seorang wanita, jika kamu saja terlalu kaku dan dingin seperti itu, yang ada banyak wanita malah takut sama kamu."

"Aku tidak butuh wanita." jawab Edwin ketus.

"Lalu kau mau menikah dengan siapa? sama babi?."

"Sama lo kalau boleh." Ucap Edwin sambil mengerlingkan matanya ke arah Hendrik.

"Amit-amit.. aku masih normal. Tidak seperti kamu pecinta sesama burung."

"Bruk." Edwin seketika melempar sebuah buku ke arah Hendrik. "Enak aja lo.. gue juga masih normal, bahkan punya gue masih bisa berdiri dengan sempurna, ngga letoi."

"Berdiri kalau ketemu sesama batang maksud lo?." Hendrik seketika terkekeh menatap ke arah Edwin.

"Sialan lo." Maki Edwin yang merasa kesal dengan ejekan Hendrik.

"Udah deh mending kamu itu memperlakukan Nabila selayaknya wanita, bersikap lemah lembut, dan jangan bentak-bentak dia, apa lagi nyuruh-nyuruh dia buat ke lantai satu membuat kopi. Kan di kantor ini ada OB, guna nya OB buat apa kalau kamu nyuruh Nabila membuatkan kopi?."

"Lalu gunanya perempuan itu buat apa di kantor ini? kalau ada yang deket bisa di suruh kenapa harus nyuruh yang jauh."

Hendrik seketika menarik nafasnya dengan kesal. "Terserah lo aja deh.. tapi jika Nabila juga minta risen dari kantor ini, gue udah ngga sudi nyari sekretaris buat loh, suruh bapak lo sendiri sana buat nyariin."

"Kalau dia minta risen berarti dia aja yang ngga niat kerja."

"Bukan dia yang ngga niat kerja, tapi lo yang terlalu ngga ada akhlak."

Edwin yang mendengar ucapan Hendrik hanya diam beribu bahasa. Seakan tidak merasa bersalah, dan tidak menyadari kesalahannya.

"Emang percuma ngomong sama batu kaya lo.. ujung-ujungnya tetap sama, pantes aja bokap lo pusing punya anak kaya lo." Hendrik yang bersiap untuk keluar dari ruangan direktur, namun tiba-tiba dari arah luar Nabila masuk begitu saja ke dalam ruangan dengan nafas yang ngos-ngosan.

Hendrik yang melihat Nabila datang begitu saja hampir menabrak tubuhnya seketika terkejut.

"Eh maaf pak Hendrik, saya terburu-buru." ucap Nabila lalu kembali berjalan ke arah meja Edwin.

"Ini pak kopinya, ngga lama kan hanya lima menit saja." ucap Nabila dengan tersenyum ke arah Edwin.

Edwin yang melihat Nabila dengan wajah basah karena keringat, bahkan rambut yang acak-acakan seketika terperangah. Ingin sekali Edwin tertawa saat melihat wajah Nabila seperti orang gila namun ia tahan.

"Apa dia tidak sadar dengan wajahnya yang seperti itu? tapi dia tetap cantik sih walaupun seperti itu." ucap Edwin di dalam hati terus menatap ke arah Nabila yang sedang mengusap keringat di jidat nya.

Tidak hanya Edwin, Hendrik seketika terus menatap ke arah Nabila, saat Nabila terlihat terengah-engah.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Hendrik yang sudah berdiri di samping Nabila.

"Iya pak, saya baik-baik saja. Saya sudah terbiasa lari-lari." jawab Nabila.

Hendrik seketika meraih sebuah tisu di meja Edwin lalu memberikan tisu tersebut ke arah Nabila. "Usap keringat mu, nanti make up mu bisa luntur."

Edwin yang melihat Hendrik bersikap manis dan perhatian ke arah Nabila seketika menatap ke arah Hendrik.

"Apa? kamu cemburu? aku hanya kasihan kepadanya, karena kamu terlalu sangat kejam kepadanya." Hendrik yang seketika paham jika Edwin menatap ke arahnya.

"What! aku cemburu? apa kamu gila? bicara yang jelas-jelas saja." Edwin yang masih menatap ke arah Hendrik, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Terimakasih pak." ucap Nabila dan Hendrik hanya mengangguk pelan.

Nabila yang merasa gerah karena berlari-lari dari lantai satu sampe lantai dua belas seketika mencoba untuk mengikat rambutnya yang tadi tergerai.

Edwin dan Hendrik yang melihat Nabila mengikat rambut seketika langsung menutup wajahnya mereka masing-masing.

"Jangan di ikat.." teriak Edwin dengan kedua telapak tangan sudah menutup wajahnya.

"Duh.. kenapa besar sekali bolanya." sahut Hendrik yang juga menutup wajahnya dengan telapak tangan.

Edwin yang mendengar celetuk Hendrik seketika kembali melempar buku ke arah Hendrik. "Tutup mata keranjang mu itu bodoh!." bentak Edwin.

"Aku sudah terlanjur melihatnya Ed." sahut Hendrik lagi.

"Pikiran mu memang menjijikan, sangat mesum!." bentak Edwin lagi.

Nabila yang melihat Edwin dan juga Hendrik menutup wajah mereka masing-masing seketika menjadi bingung. "Ada apa pak? kenapa bapak pada menutup wajah."

"Apa kamu tidak memakai dalaman?." tanya Edwin.

"Hah.. pakai.. mana mungkin saya tidak pakai pak."

"Maksud nya semacam kaos dalam, atau semacamnya, lihat bajumu, mengecap.. cepat benarkan." perintah Edwin.

Nabila seketika menatap ke arah bajunya, memang benar, kini dalaman bajunya terlihat jelas berwarna hitam, bahkan dadanya pun terlihat sangat jelas, dengan ukuran yang besar karena keringat yang membasahi kemejanya.

"Aduh.. maaf pak, saja tidak tahu." Nabila seketika langsung menutup dadanya dengan telapak tangan, namun karena ukuran dadanya terlalu besar, dalamannya masih terlihat. Nabila sangat bingung harus menutup dengan apa di bagian dadanya.

"Sebentar pak." Nabila seketika meraih buku di atas meja, untuk menutupi bagian dadanya.

Hendrik yang melihat Nabila sudah menutup dadanya dengan buku seketika langsung melepas jas nya. Namun sebelum jas terlepas sempurna, Edwin mencegahnya.

"Biar aku saja." Edwin seketika melepas jasnya lalu ia berikan kepada Nabila. "Pakailah ini untuk sementara, karena sebentar lagi jam istirahat tiba, tidak mungkin kamu menggunakan pakaian seperti itu." ucap Edwin yang sudah berdiri di dekat Nabila.

"Ehem." Hendrik yang mendehem saat melihat perlakuan Edwin kepada Nabila.

Edwin yang sadar dengan tatapan Hendrik seketika melepaskan jasnya begitu saja. "Pake sendiri! manja banget!." Edwin seketika langsung berubah, yang tadinya bersifat perduli kini kembali jutek.

Kini Nabila sudah kembali duduk di tempat duduknya dengan memakai jas milik Edwin. Begitu pun Hendrik yang sudah kembali ke ruangannya.

"Shit.. belum apa-apa sudah ternodai mataku, tapi ini bukan salah wanita itu, dia memang terlihat tidak sengaja." ucap Edwin yang fokus menatap ke arah komputer dengan sedikit melirik ke arah Nabila.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!