Takdir Untuk Bersamamu

Takdir Untuk Bersamamu

Bab 1

Namaku Arin. Usiaku sekarang adalah 22 tahun dan aku baru saja lulus dari salah satu perguruan tinggi di kota kabupaten tetangga. Seperti yang kalian tahu, yang namanya lulusan baru itu rawan sekali dengan berbagai macam pertanyaan yang sebenarnya tidak penting, tapi sering kali membuat pening.

  Contoh kecil saja waktu tadi pagi aku ke warung untuk membeli kopi, si pedagang yang masih menjadi tetangga terdekat langsung saja nyeletuk.

  "belum dapet kerja juga yah? Kalo nggak salah udah lulus 3 bulan yang lalu kan? Harusnya mah sadar diri dikitlah. Orang tua susah payah sekolahin, udah lulus malah nganggur"

  Hidup lagi capek-capeknya malah denger ocehan nggak penting, aku tarik nafas dalam-dalam. Ku tatap si ibu-ibu gendut itu dengan senyum lebar dan dengan santai aku berkata.

 "Sebenernya saya udah punya modal sih bu, kira-kira cukuplah buat bikin warung yang lebih gede dari warung kecil ini" aku masih tersenyum menatap sekeliling warung yang sebenarnya tidak kecil itu, kemudian pandanganku kembali pada pemiliknya yang sudah melotot ke arahku, kocak sekali mukanya.

  "Gimana bu? Ibu siap nggak kalo saya saingi? Saya nganggur bukan berarti saya nggak punya uang ya bu. Nggak perlu deh ngurusin hidup orang lain. Toh saya nganggur juga nggak makan di rumah ibu kan?!. Udah yah.. saya permisi" ucapku kemudian pergi dari warung panas itu.

  Enak saja menghina orang, bukan berarti orang mengganggur itu tidak punya uang kan? Meskipun kenyataannya seperti itu. Tapi bisakah orang yang masih menganggur itu diberi semangat? Lebih bagus lagi kalau dikasih lowongan pekerjaan. Hehehehehe.

 Sebenarnya orang tuaku tidak mempermasalahkan kalau anak satu-satunya ini belum bekerja, dan mampu saja membayar 'orang dalam' untuk bisa mendapatkan pekerjaan, tapi aku bertekad harus bisa mencari pekerjaan yang bersih dan dari usahaku sendiri. Dan resikonya adalah harus kuat mendengar cemoohan tetangga.

   Aku lulus sebagai sarjana ekonomi, tapi aku iseng melamar di sekolah-sekolah, yahh.. untuk pengalaman saja sih, dan itu pun jenjang taman kanak-kanak. Aku memang suka sekali dengan anak-anak, tapi jika disuruh untuk memilikinya sendiri. Nanti dulu.. AKU BELUM SIAP.

 Setelah beberapa lamaran, ada sebuah email masuk yang memberitahukan kalau aku diterima sebagai guru di TK Kartini, tempatnya di desa sebelah, ibuku juga kenal baik dengan ketua yayasannya.

 Jujur aku senang, dan sedikit bingung bagaimana mungkin orang lulusan sarjana ekonomi malah mereka terima? Apa karena mereka mengenal ibuku? Entahlah... aku hanya menikmati ini.

 Masalah selanjutnya adalah bagaimana caranya aku menyampaikan berita ini pada orang tuaku? Mereka saja berharap aku mau meneruskan usaha keluargaku, mengelola pabrik tekstil yang sudah lumayan besar.

 Apakah mereka mengizinkanku menjadi seorang guru?. Setelah lama berfikir, aku memberanikan diri untuk mengatakannya pada bapak dan ibu. Di luar prediksi BMKG ternyata mereka merelakanku menjadi pengajar, walaupun tetap berharap suatu saat nanti mau meneruskan pabrik tekstil itu.

  "Iya nak, terserah kamu saja mau bekerja apa yang penting halal lagi baik, dan kamu nyaman. Tapi jangan lupa sesekali tengoklah pabrik bapakmu itu" begitu tutur ibuku begitu lembut masuk ke telinga, sungguh ibu idaman.

 Rencanya minggu depan aku baru masuk sekolah, aku jadi agak gugup menghadapi anak-anak yang polos itu. Apa aku akan sabar menghadapi pertanyaan absurd dari mereka?.

Hari Pertama di Sekolah

  Setelah bercakap-cakap dengan kepala sekolah dan guru lain, aku pun dipersilahkan untuk langsung masuk kelas. Hari ini sengaja sekali aku memoles wajah polosku agar terlihat lebih segar dan memakai pakaian yang rapi dan sopan. Katanya kalau mengajar itu kita harus berpenampilan menarik agar siswa mau memperhatikan kita dan memperhatikan apa yang kita sampaikan.

  Sungguh luar biasa mengajar itu, hari pertama aku disuguhkan dengan pertanyaan seorang anak perempuan yang rambutnya dikuncir dua, dengan polos dia bertanya "bu guru... itu apa yang di pipinya bu guru?".

  Reflek aku langsung memegang pipiku dan merasakan nyeri karena jerawatku yang baru muncul tersentuh, "ohh.. mungkin dia tanya jerawat paling yah? Kenapa dari semua tampilanku hari ini, yang dikomen malah jerawat sih?" Ucapku dalam hati sedikit kesal tapi langsung sadar dari siapa sumber pertanyaan itu.

  "Ohh.. ini namanya jerawat sayang.. nanti kamu tahu kalau sudah besar" jawabku sekenanya, berdoa semoga dia tidak melanjutkan rasa penasarannya dengan pertanyaan tambahan, dan benar saja. Dia hanya membuka mulutnya membentuk huruf 'o' kemudian mengangguk polos. Haaah... lega rasanya.

   Setelah sehari bermain dengan anak-anak di kelas, akhirnya aku pulang ke rumah. Jujur pandangan warga desa padaku tidak begitu baik. Mereka memandangku tidak seperti gadis di desa kami yang lembut lagi ramah, yahh.. meskipun itu karena sikapku sendiri yang enggan berbasa-basi dengan orang dan jarang sekali terlibat dalam kegiatan desa.

  Aku sadar itu tidak baik, tapi aku begini juga karena perlakuan mereka pada keluargaku dulu. Sebelum bapak memiliki pabrik, kami adalah keluarga miskin yang tidak pernah mereka perdulikan bahkan sering menjadi bahan olok-olokan mereka, sampai akhirnya bapak merantau dan memiliki modal, lalu membangun usaha kecil-kecilan dan sampai membuat pabrik, barulah warga desa berbondong-bondong mendekati kami.

  Jujur saja aku muak dan jijik melihat mereka menjilat keluarga kami, mungkin bapak dan ibu ku sudah memaafkan mereka. Tapi aku tidak sebaik itu, aku tidak akan lupa bagaimana mereka terus memfitnah dan menghina kami.

  Seperti suatu hari tiba-tiba salah satu tetangga kami datang ke rumah, dia itu mantan ketua Rt yang semena-mena dan pilih kasih pada warganya yang mampu saja. Bahkan dia ikut menginjak-nginjak keluarga kami. Sungguh pemimpin yang tidak adil.

 Tujuan dia datang adalah ingin meminjam uang pada bapak untuk modal usaha, tentu saja angkanya tidak sedikit. Aku geram karena seperti biasa, bapak akan meminjaminya uang, langsung saja aku ikut duduk di sofa ruang tamu.

 "Pak.. aku butuh laptop buat tugas kuliah. Minta uang dong" bapak hanya mengernyit bingung karena baru saja kemarin membelikanku komputer dan kawan-kawannya.

  "Kan sudah bapak belikan komputer kemarin nduk.." ucap bapakku

  "Pak.. kalo komputer nggak bisa dibawa ke kampus, kalo laptop kan lebih praktis. Bapak punya uang kan? Itu kayaknya cukup pak" ujarku membantah sambil menunjuk uang yang ada di tangan bapak.

  "Ini buat pak Rt" jawab bapakku sambil melihat orang itu.

   "Pak Rt? Udah nggak kali pak. Lagian enak banget bapak ngasih-ngasih uang ke orang lain. Giliran anaknya minta nggak dikasih" ucapku ketus menatap mantan ketua Rt itu.

   "Anu mba arin.. saya mau berhutang dulu sama pak mawan" mantan ketua Rt itu berucap melas. Sebenarnya aku tidak tega, tapi begitu aku melihat wajahnya bayangan tentang penderitaan keluarga kami dan air mata ibu yang mengalir di malam hari sungguh membuatku menjadi kesetanan.

   "Sebentar deh, perasaan bapak kan yang dulu selalu menyebarkan hutang-hutang ibu saya dulu, bapak juga kan selalu mempersulit keluarga saya jika ingin mengurus surat-surat dan lagi, bapak yang menyebarkan rumor kalau bapak saya memakai pesugihan agar usaha kami berhasilkan?"

 Emosiku benar-benar tak terkontrol, mulutku rasanya bergerak sendiri. Dan anehnya aku malah merasa senang melihat mantan Rt itu terpojok. Sementara itu bapakku sudah memegang tanganku agar aku menghentikan tindakanku.

  "Saya ingat betul bagaimana anda sewaktu jaya dulu. Menginjak-injak kami yang kecil, dan sekarang? Anda susah malah lari kepada kami? Kenapa tidak minta bantuan saja sama mereka yang selalu bapak layani?. Tolonglah pak... kalo jahat yang totalitas dong, jahat sampai akhir. Jangan menjilat ludah sendiri"

 Nafasku naik turun, detak jantungku tak secepat biasanya dan dadaku terasa sesak. Ku kira setelah meluapkan semua emosi, aku akan lega. Tapi malah sebaliknya, aku heran. Rasanya semakin tidak nyaman ketika melihat mantan Rt itu tertunduk, apa aku keterlaluan? Tapi semua yang aku ucapkan adalah fakta.

Terpopuler

Comments

zilda nufus

zilda nufus

👏👏👏👏👏

2024-01-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!