Catatan Perang Besar Rhapsodia
Aksa terlihat serius menulis sesuatu di dalam bukunya. Ia sedang menulis katalog dan penjelasan dari teknologi baik yang sudah, yang sedang, dan yang rencana akan mereka buat ke dalam buku tersebut.
Sementara Nata tampak sedang melakukan pemeriksaan pada mesin Pemecah Partikel. Rencananya mereka akan melakukan tes dengan menyalakan mesin tersebut untuk memastikan bahwa mesin itu masih bekerja. Sekaligus untuk melakukan pemeriksaan sistemnya.
Mereka telah menunggu selama dua minggu lebih untuk memperoleh tenaga yang cukup untuk sekedar menyalakan inti dari mesin Pemecah Partikel tersebut.
"Pengaliran energi, dimulai," ujar Nata seraya menekan tombol pada Keybord di depan monitor pemantau alat tersebut.
Tak berapa lama kemudian mesin tersebut mulai mendengung dan bergetar pelan. Meski gelang-gelangnya tidak berputar, namun tampilan dalam layar monitor mengindikasikan bahwa Alat Pemecah Partikel itu sudah mulai aktif.
"Oh, alat ini benar-benar masih berfungsi," sahut Nata yang terdengar sedikit kagum sambil meneliti setiap angka dan grafik yang terlihat di layar monitor tersebut.
"Benarkah?" Aksa yang masih memegang buku dan pena di kedua tangannya beranjak dari meja dan berjalan menuju ke tempat Nata berdiri, karena penasaran.
"Tapi bukannya mesin ini dalam keadaan Standby? Kenapa nilai Output nya bergerak?" tanya Aksa kemudian yang terlihat penasaran.
"Entahlah. Padahal Input nya tidak kita tambah. Apa alat ini tanpa sengaja menyimpan energi dari Lubang Cacing yang sebelumnya?" Nata terlihat memeriksa beberapa program dari mesin tersebut untuk memastikan
"Aneh sekali. Output nya terus bertambah, tapi gelang-gelangnya tidak bergerak sama sekali. Apa sistem pemantaunya mengalami kerusakan?" tanya Aksa yang lebih kepada dirinya sendiri.
"Bisa jadi. Karena seharusnya di angka sebesar ini, lorong dimensi seperti sebelumnya pasti sudah terbuka," balas Nata yang juga terlihat sama herannya dengan Aksa.
"Getaran mesinnya juga terlihat tidak seperti biasanya." Aksa menyelipkan penanya di belakang daun telinga, kemudian mencoba untuk menyentuh mesin tersebut.
"Aks, jangan gegabah." Nata menarik lengan kiri Aksa untuk mencegah sahabatnya itu menyentuh mesin tersebut.
Namun terlambat, Aksa sudah menyentuh mesin tersebut.
Dan kemudian mereka dikejutkan oleh cahaya terang yang datang mendadak di luar Laboraturium tersebut. Udara juga tiba-tiba berubah menjadi lebih ringan dan segar.
"Apa yang terjadi?!" Aksa menjatuhkan bukunya karena terkejut. Tak ubahnya Nata yang segera menjelajahkan pandangannya ke seluruh ruangan.
Dari kaca pintu masuk yang tembus pandang itu, terlihat sabana yang subur dan indah. Sekarang mereka sudah tidak lagi berada di dalam gua.
"Apa yang terjadi, Nat? Apa kita berpindah tempat lagi?" Aksa mencoba menganalisa keadaan mereka saat ini.
"Entahlah," sahut Nata seraya beranjak menuju pintu keluar yang diikuti Aksa di belakangnya.
Area di luar Laboraturium itu terlihat asing bagi mereka berdua. Hamparan hijau terlihat sejauh mata memandang. Mereka seperti berada di tengah dataran sabana yang sangat luas.
"Apa kita berpindah ke dunia yang lain lagi, Nat? Karena jelas ini pasti bukan Bumi kita." Terlihat Aksa berjongkok menyentuh tanah dan rumput di sekitar kakinya.
"Entahlah, tapi alat itu tidak membuka portal seperti sebelumnya. Jadi aku sangsi kita berpindah ke dunia yang lain lagi," jawab Nata yang terlihat sedang berpikir seraya menatap berkeliling.
"Apa mungkin kita hanya berpindah dari tengah Elder ke wilayah atau bahkan benua lain?" duga Aksa.
"Aku juga meragukan hal itu. Karena Alat Pemecah Partikel tidak memiliki setting koordinat. Jadi secara teori harusnya kita hanya akan berada di posisi yang sama. Seperti bagaimana kita jatuh diposisi yang sama dengan Pemecah Partikel tersebut." Nata mencoba menjelaskan dugaannya.
"Benar, juga. Yang membedakan Alat Pemecah Partikel dengan kita saat tiba di daratan Elder ini hanya waktu tibanya... eh, atau jangan-jangan...?" Aksa terlihat seperti baru saja menyadari sesuatu.
"Ya, itu adalah kemungkinan paling masuk akalnya." Nata menjawab cepat.
"Yang benar saja?! Kau mengira kita melakukan perjalanan waktu?" Aksa terlihat kaget sekaligus antusias dengan dugaan tersebut.
"Benar. Dan melihat tanah ini begitu indah dan landai, tak ada jurang dan tebing, maka kemungkinan besarnya kita telah melompat jauh entah ke masa depan atau ke masa lalu," ujar Nata memberikan pendapatnya.
"Kurasa kita kembali ke masa lalu. Jauh sebelum daratan ini hancur oleh suku Ninue dalam perang mereka dengan Pharos." Aksa memberikan dugaan.
"Dugaanku juga seperti itu. Jadi kemungkinan besarnya ini adalah daratan yang disebut Luque sebagai Tanah Rhapsodia," tambah Nata.
"Menarik sekali. Berarti kita bisa bertemu dengan Luque muda di tempat ini," ucap Aksa penuh antusias.
"Atau sang Oracle," sahut Nata memberi pilihan.
"Oh iya, aku ada ide," ucap Aksa kemudian seraya kembali berjongkok dan mulai menggali tanah di bawah tempatnya berdiri.
"Apa yang kau lakukan, Aks?" tanya Nata mengeryitkan dahinya.
"Aku mau mengubur kapsul waktu. Kita akan coba bongkar lagi begitu kita tiba di masa depan," jawab Aksa dengan riang. Tampak tidak perduli tangannya kotor oleh tanah.
"Kamu linglung, ya? Wilayah ini nantinya akan hancur menjadi Tanah Mati yang kita kenal. Kau pikir benda yang kau kubur tidak akan ikut hancur?" sahut Nata mengingatkan Aksa.
Aksa menghentikan menggali tanah. Tampak ia segera berdiri seraya membersihkan tangannya. "Kau memang tidak suka melihat orang bahagian, Nat. Padahal itu adalah hal yang wajib dilakukan setiap orang, bila mereka berhasil kembali ke masa lalu," ujarnya kemudian dengan sedikit kesal.
"Aku hanya mengingatkan. Lakukan saja bila kau mau." Nata menjawab dengan ringan.
"Sudah. Diam saja," sahut Aksa dengan ketus.
"Terlebih dari itu, kita harus segera kembali dan mencari tahu apa yang menyebabkan Pemecah Partikel berprilaku seperti sekarang ini," ucap Nata kemudian seraya berjalan memasuki Laboraturium.
"Iya, kita harus kembali. Aku tidak mau terjebak di masa ini. Karena berarti kta harus bersusah payah lagi untuk menciptakan generator listrik dari nol." Aksa mengikuti Nata masuk.
Begitu mereka berdua berada di depan mesin Pemecah Partikel, tiba-tiba terdengar bunyi alaram dari speaker monitor pemantau mesin tersebut.
"Gawat. Input energinya mulai berkurang dengan cepat," sahut Nata begitu melihat puluhan ribu angka di layar monitor tersebut berkurang dengan cepat.
"Apa yang harus kita lakukan, Nat? Aku tidak mau terjebak di masa ini," sahut Aksa yang terdengar sedikit takut.
"Mengulangi apa yang kita lakukan sebelumnya." Nata menjawab cepat.
"Maksudmu menyentuh mesinnya lagi?"
"Benar. Ayo cepat," jawab Nata seraya memegang lengan kiri Aksa.
Dan tanpa harus diperintah dua kali, Aksa segera menyentuhkan tangan kanannya ke mesin Pemecah Partikel beberapa detik sebelum nilai di layar monitor tadi menyentuh angka 0 dan mesin tersebut berhenti bergetar.
Tampaknya Aksa dan Nata tepat waktu. Karena bersamaan itu pula, ruangan tersebut terlihat kembali suram. Cahaya dari arah pintu masuk tidak lagi terlihat. Udara lembab juga kembali terasa dalam ruangan tersebut.
"Apa kita sudah kembali?" tanya Aksa dengan kuatir.
"Kurasa sudah..." jawab Nata yang terdengar ragu melihat lingkungan yang ada disekeliling ruangan tersebut.
"Tapi ini bukan Laboraturium yang tadi kita tinggalkan. Banyak perubahan dalam ruangan ini. Apa kita benar-benar sudah kembali ke waktu yang tepat?" Aksa masih terlihat ragu dan kuatir membandingkan kondisi ruangan tersebut dengan ruangan saat ia tinggalkan.
Kemudian di tengah-tengah percakapan mereka, tiba-tiba pintu masuk ruangan itu terbuka. Dan tampak sosok Couran muncul dari baliknya.
"Oh, Tuan Couran. Kurasa kita sudah kembali, Nat," sahut Aksa terdengar lega.
Melihat Aksa dan Nata, Couran tampak sangat terkejut. Ia bahkan hampir saja terjauh karena sangking terkejutnya.
"Kenapa, Tuan Couran? Anda seperti baru saja melihat hantu?" tanya Aksa.
"Ka-kalian bukan hantu, kan? Kalian nyata, kan?" Couran segera berlari kemudian meraih tangan Aksa dan Nata, kemudian meraba wajah mereka berdua seoalah sedang memastikan sesuatu.
"Hentikan, Tuan Couran. Apa yang Anda lakukan?" Nata merasa terganggu dengan sikap Couran yang dirasa berlebih itu.
"Oh, ini benar-benar kalian. Kalian sudah kembali." Couran terlihat gembira sekaligus tidak percaya.
"Anda habis minum oplosan apa, Tuan Couran? Aku jadi takut sendiri sekarang." Aksa terlihat mundur beberapa langkah menjauhi Couran.
"Dari mana saja kalian selama ini? Apa yang telah terjadi?" Couran bertanya tidak memperdulikan Aksa.
"Apa yang telah terjadi? Memang terjadi hal apa, Tuan Couran?" Aksa terlihat bingung.
"Sebentar... coba katakan, Tuan Couran, berapa lama kami pergi?" tanya Nata kemudian.
"Kau sudah pikun apa, Nat? Jelas kita baru saja pergi sekitar tiga atau lima menit yang lalu..." Aksa terlihat bingung Nata menanyakan pertanyaan konyol kepada Couran. "Sebentar, jangan bilang..." susulnya kemudian setelah seperti baru menyadari sesuatu.
"Apa yang kalian berdua bicarakan? Kalian hilang selama lima tahun," jawab Couran yang juga terlihat bingung dengan ucapan Nata dan Aksa tersebut.
"Lima tahun?!"
"Wow, kita Back to the Future secara harafiah," celetuk Aksa kagum.
"Berarti Alat Pemecah Partikel itu tidak stabil. Kita harus berhati-hati dan tidak boleh asal menjalankannya sekarang. Kita tidak tahu akan dibawa ke masa kapan oleh alat tersebut." Nata menarik kesimpulan sementara.
"Benar. Berbahaya sekali kalau acak seperti itu. Tapi ngomong-ngomong, apa menurutmu meninggalkan sesuatu dari masa depan ke masa lalu bisa mengacaukan riak aliran waktu yang sudah terjadi?" tanya Aksa kemudian.
"Memang kenapa? Kau masih memikirkan tentang Kapsul Waktu?" Nata bertanya balik.
"Tidak. Aku meninggalkan buku katalog teknologi ku di tempat tadi," jawab Aksa dengan senyum kecut di wajahnya.
Mendengar itu, Nata hanya terdiam sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.
-
\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-\=-
.
Sementara itu sekitar 400 tahun yang lalu. Buku katalog milik Aksa yang tertinggal tadi akhirnya ditemukan oleh seorang pria dari suku Ninue.
Buku itu satu-satunya benda dengan tulisan yang dapat dibaca oleh orang-orang suku Ninue dari seluruh benda yang ada di dalam ruangan aneh penuh logam dan gelas kaca tersebut. Meski pada saat itu mereka masih belum mengerti maksud dan isi dari tulisannya.
Kemudian setelah 2 tahun bergelut dengan misteri dari buku tersebut, orang-orang suku Ninue akhirnya berhasil memahami apa yang tertulis di dalam buku aneh itu. Yang mereka sebut dengan Mahan Gyaan, atau Pengetahuan Agung.
Dan karena ilmu pengetahuan dan teknologi dari buku tersebut lah, peradaban suku Ninue menjadi berkembang dengan pesat. Dan menamakan tempat diketemukannya buku itu dengan sebutan Mahan Staan, Atau Ruang Agung.
Beberapa tahun setelah itu, suku Pharos pun akhirnya ikut mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Yang menjadikannys cikal-bakal dari kebangkitan Peradaban Besar Pharos di masa depan.
-
-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Al^Grizzly🐨
Mengulang kembali cerita ini...Sudah 4x baca.
2024-06-10
0
Evan Dirga
tak bosan bosan membaca ulang. siapa tau ada bagian penting yang terlewatkan.
2022-10-23
4
Senopati Pajang
sudah ku duga
2022-08-31
0