THE SECRET OF ANDREA
Kegemparan terjadi pagi itu, kala seorang petugas kebersihan sekolah menemukan sesosok jasad gadis yang tergeletak di halaman sekolah tersebut.
Kerumunan semakin membesar, seiring surya yang naik ke atas, disertai dengan para siswa yang mulai berdatangan.
Diduga, gadis itu sudah tergeletak di sana semalaman, tanpa ada yang mengetahuinya.
“Apa dia jatuh dari atas?”
“Ini bunuh diri kan?”
“Wah... Banyak sekali darahnya,”
Berbagai macam spekulasi terjadi diantara semua yang melihat sosok tak bernyawa itu.
Sekitar tiga puluh menit setelah penemuan pertama, petugas akhirnya tiba di lokasi kejadian. Mereka mulai mengolah tempat kejadian perkara, lalu kemudian memindahkan jasad tersebut ke rumah sakit untuk keperluan otopsi.
“Hei, bukankah itu si pecundang?”
“Kau benar. Itu gadis bernama Andrea dari tahun ketiga, bukan?”
“Wah... Apa dia sudah tidak sanggup di bully oleh Ivanka dan teman-temannya?”
“Hush! Jangan bicara seperti itu. Apa kau mau bernasib sama dengannya?”
Semua bisik-bisik itu ramai beredar di tengah para murid sekolah Petra. Tak ada yang tak mengenal Andrea, seorang gadis dari golongan sosial menengah, yang mendapatkan beasiswa dari yayasan Petra.
Andrea adalah seorang siswi pintar, yang berhasil masuk ke sekolah menengah bergengsi lewat jalur prestasi. Dia juga sangat ceria, dan membuat orang disekitarnya bisa merasakan kebahagiaan.
Sang ibu selalu membanggakan Andrea di manapun berada, karena tak banyak anak dari kalangannya yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah sebagus itu.
Namun, Sang ibu tak tahu, jika putrinya menyembunyikan sebuah luka besar yang menganga di dalam dirinya. Andrea sudah mengalami masa sulit semenjak hari pertamanya di sekolah tersebut.
Andrea menjadi sasaran perisakan dari salah seorang siswi bernama Ivanka, yang memiliki pengaruh di sekolah tersebut, hanya karena dia adalah penerima beasiswa.
Rasa benci Ivanka bertambah, terlebih karena keberadaan Andrea yang membuatnya selalu menjadi nomor dua di sekolahan tersebut.
Meski begitu, Andrea selalu berusaha untuk terlihat ceria di depan Sang ibu, hanya karena tak ingin melihat ibunya bersedih. Dia tak mau ibunya sampai tahu kesulitan apa yang dialaminya selama ini di sekolah yang begitu dibanggakan ibunya.
Setiap hari, Andrea tak pernah bisa belajar dengan tenang di kelas. Hampir setiap pagi, dia harus membersihkan mejanya terlebih dahulu sebelum pelajaran dimulai, karena sengaja dikotori oleh teman-teman Ivanka yang juga jahat padanya.
“Sepertinya, pekerjaan kita akan sedikit berkurang,” ucap Jennifer, seorang kapten cheerleader.
“Kau benar. Si pecundang itu sudah benar-benar tamat. Baguslah kalau dia memilih mengakhirinya sendiri,” sahut Lola.
“Jadi, apa kita akan merayakannya?” tanya Jennifer pada seorang gadis lagi yang berdiri diantara mereka berdua.
“Apa kau gila? Kita harus melakukan pemakaman untuk dia, atau kita akan benar-benar berdosa,” ucap gadis bernama Ivanka, yang tak lain adalah putri tuppp9inggal ketua Yayasan Petra.
“Ah... Kau benar. Tentu saja, pemakaman,” sahut Jennifer dengan tawa sinis.
“Ayo kita pergi. Tidak ada gunanya lagi kita di sini,” seru Ivanka.
Gadis berambut panjang dengan warna agak coklat, berjalan dengan melipat kedua lengannya di depan dada, mendahului kedua temannya.
Dia berjalan menjauh dari kerumunan, dan membiarkan semua bisik-bisik tersebut.
...🌓🌓🌓🌓🌓...
Sementara itu di ruang guru, terjadi rapat dadakan yang membahas mengenai situasi tak terduga yang menimpa seorang siswi di sekolah mereka.
“Berita ini pasti akan menyebar dengan cepat. Aku yakin sebentar lagi para wartawan akan berdatangan,” ucap salah satu guru.
“Benar. Hal ini akan berimbas pada siswa kita. Orang tua mereka pasti akan meragukan tentang kualitas di sekolah ini. Bagaimana jika mereka beramai-ramai menarik anak mereka dari sini?” timpal guru yang lainnya.
“Iya, kau benar. Harusnya sejak awal, kita tidak mengadakan program beasiswa. Siswa yang tak semestinya di sini hanya akan membuat kacau saja,” tambah yang lain.
“Sebagai seorang guru, bagaimana Anda bisa berkata begitu? Andrea adalah siswi yang baik. Dia pintar dan berbakat. Dia selalu mendapatkan nilai yang bagus. Harusnya kita bangga dengan hal itu. Yang perlu kita cari tau sekarang adalah, apa yang sebenarnya terjadi padanya,” sanggah salah seorang guru perempuan.
“Aku setuju dengan Bu Davira. Yang harus kita fokuskan sekarang adalah, membantu petugas untuk menyelidiki kasus ini,” timpal yang lain.
“Tidak bisa begitu,” sanggah yang lain lagi.
Perdebatan pun terjadi antara dewan guru yang hadir dalam rapat tersebut.
“Berhenti. Tidak ada gunanya kalian berdebat seperti ini. Untuk sekarang, sebaiknya kita semua diam dulu, dari pada nanti salah bicara. Saya akan diskusikan dengan ketua yayasan, dan mencari solusi tentang masalah ini,” ucap kepala sekolah Petra.
Semua pun akhirnya diam. Bahkan sebagian besar guru memilih mengorbankan Andrea yang saat ini telah tewas, dan mencari aman sendiri.
...🌓🌓🌓🌓🌓...
Di rumah sakit, seorang wanita terlihat berlarian di lorong, dan mencari sesuatu.
“Nona, dimana anakku? Aku mendapat kabar bahwa dia dibawa kemari oleh petugas,” tanyanya kepada seorang perawat.
Dia terlihat panik karena tiba-tiba mendengar kabar bahwa putrinya yang sejak semalam tak pulang, dilarikan ke rumah sakit.
Emily Grizelle, wanita berusia 40 tahun itu tak lain adalah ibunda Andrea. Dia belum tau bahwa putrinya telah meninggal sejak ditemukan oleh petugas kebersihan sekolah.
“Nyonya, bisa beri tahu siapa nama putri Anda?” tanya sang perawat.
“Namanya... Namanya Andrea Clarissa. Usianya delapan belas tahun. Dia kemungkinan memakai seragam sekolah Petra,” jelas Emily.
“Sekolah Petra? Tunggu sebentar,” perawat itu terlihat menuju ke konter yang berada di dekat ruang UGD.
Emily pun mengikuti dan berusaha mendengarkan informasi dari tempat tersebut.
Namun, kedua perawat itu terlihat berbisik sambil sesekali melirik ke arah Emily dan membuat wanita paruh baya tersebut semakin khawatir dengan nasib putrinya.
Tak berselang lama, perawat itu kembali menghampiri Emily yang masih menunggu di depan ruang UGD.
“Maaf, Nyonya. Sepertinya saya harus memberitahukan kabar buruk pada Anda,” ucap si perawat.
“Kabar... Kabar buruk? Apa maksud mu, Nona?” tanya Emily.
“Saya juga belum yakin. Tapi, sebaiknya Anda pastikan sendiri. Mari ikut saya,” ajak si perawat.
Dia pun lalu membimbing ibu yang kehilangan putrinya itu ke suatu tempat. Tempat itu begitu jauh dari ruang UGD, dan berada di bagian belakang gedung utama.
“Anda mau membawa saya kemana, Nona?” tanya Emily.
Perawat tersebut lalu berhenti di depan sebuah ruangan satu-satunya yang ada di sana.
“Tadi pagi, ada seorang siswi sekolah Petra yang meninggal dan berada di ruangan ini. Untuk memastikan itu putri Anda atau bukan, sebaiknya Anda memastikannya sendiri,” ucap sang perawat.
Emily nampak tak percaya. Dia merasa perawat itu sedang bermain-main dengannya.
“Nona, tolong jangan bercanda seperti ini. Ini sangat tidak lucu. Apa siswi sekolah Petra hanya putriku saja? Aku yakin itu siswa lain. Aku akan cari dia di ruangan lainnya,” elak Emily.
“Tapi tak ada lagi siswa Petra yang dibawa kemari, Nyonya,” ucap sang perawat cepat, hingga Emily pun seketika berhenti.
“Hanya jenazah ini saja yang datang. Kau bisa mengkonfirmasinya jika memang ini bukan putrimu. Itu juga akan sangat membantu kami,” sambung si perawat.
Emily mencoba menguatkan diri. Meski dia terus menolak, tapi kemungkinan itu bisa saja terjadi.
Andrea tak pernah sekalipun tidak pulang, meskipun dia bekerja paruh waktu hingga malam hari.
Namun tadi malam hingga hari ini, tak ada kabar sama sekali dari gadis itu. Dia sudah mencoba mencari ke sana kemari, hingga dia menyadari bahwa putrinya yang sudah bersekolah hampir tiga tahun, tidak pernah sekalipun membicarakan mengenai teman sekolahnya di Petra.
Dengan ragu-ragu, akhirnya Emily pun berbalik dan berjalan ke arah kamar mayat yang ada di depannya.
Perawat tersebut terlihat membukakan pintu dan menunggu wanita itu masuk ke dalam.
Jantungnya benar-benar gak bisa dikendalikan. Detaknya membuat wanita itu merasa hampir tak bisa bernafas.
Namun demi bisa memastikan siapa mayat yang ada di dalam, serta meyakinkan diri bahwa sang putri baik-baik saja, Emily pun perlahan maju mendekat.
Tangannya terulur meski nampak ragu-ragu, dan beberapa kali terlihat menjauhkannya dari sosok terbujur kaki itu.
Ini pasti bukan Andrea. Putri ku pasti masih hidup, batinnya meyakinkan diri.
Dengan memejamkan mata dan mencoba menghirup nafas dalam-dalam, wanita tersebut pun meraih kain putih yang menutupi jasad itu.
Dengan tarikan kasar, Emily berhasil membuka kain itu hingga terlihat lah wajah seorang gadis yang telah pucat, dengan darah yang mengering di sekitar wajahnya.
Emily perlahan membuka mata, dan seketika dia lemas melihat tubuh putrinya yang telah terbujur kaki di atas ranjang jenazah.
.
.
.
.
TUNGGU NEXT BAB, JANGAN LUPA LIKE DAN DUKUNGANNYA ☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
AdHanaline-16
kok ada ya orang yang tega kayak gitu
2024-01-26
1