4

Hari sekolah dimulai. Andrea menjadi pusat perhatian di kalangan para siswa semenjak pidato pertama di acara pembukaan tahun ajaran baru.

Sikap optimisnya membuat sebagian kagum, namun ada juga menganggapnya sombong. Beberapa mencoba dekat dengannya, dan ingin berteman.

Andrea sama sekali tak menutup diri dan bahkan merendah seperti di kehidupan yang lalu. Jika sebelumnya dia akan canggung dan malu-mali, kini dia bersikap lebih percaya diri di depan semua orang.

Seperti yang diduga, dia kembali ditempatkan di kelas yang sama dengan si tuan putri, Ivanka. Takdir mereka seolah tak bisa terputus, dan Andrea kembali memang ingin merubahnya.

Di awal pembelajaran, gadis penyintas itu benar-benar menunjukkan kepintarannya di bidang akademis. Sikapnya yang ramah dan pembawaannya yang menyenangkan, membuat teman sekelas lebih suka mengerumuninya.

Bisa dibilang, pamor Ivanka benar-benar hilang jika Andrea berada di dalam kelas.

Banyak teman yang yang bahkan mendukungnya sebagai ketua kelas karena kepiawaiannya dalam mengajak teman-teman untuk melakukan hal positif di sekitar mereka dan peduli dengan setiap anak yang ada di kelas tersebut.

Hingga suatu hari, seorang siswi di kelas melaporkan bahwa dia kehilangan gelang pemberian sang ayah yang bernilai ratusan juta dolar.

Semua siswa heboh dan mulai mengawasi satu sama lain, kecuali Andrea yang terlihat begitu tenang dan seolah tak tertarik dengan semua itu.

"Semuanya, letakkan tas kalian di atas meja. Kami akan melakukan pemeriksaan pada kalian," seru seorang guru yang datang untuk melakukan penyelidikan.

Semua siswa terlihat panik, sekalipun dia yang tak merasa mengambilnya.

Guru-guru mulai menggeledah satu persatu tas, hingg tibalah seorang guru di meja Andrea.

Gadis itu lalu melirik ke arah siswi yang melapor, dengan sorot mata yang begitu tajam dan mengerikan.

Jelas terlihat jika siswi tadi sempat tersenyum, dan seketika menunduk saat melihat sorot mata Andrea.

"Apa ini? Kenapa ini ada di tasmu?" tanya guru yang membuat Andrea kembali mengalihkan pandangannya.

Guru tersebut menemukan sesuatu di dalam tas, namun benda itu belum muncul keluar dan hanya Andrea dan guru tersebut yang bisa melihatnya.

Lalu tiba-tiba dengan cepat, siswi yang melapor tadi berseru kencang.

"Ah... itu milikku!" pekiknya yakin.

Hal itu sontak membuat Andrea mengangkat sebelah sudut bibirnya, sambil menghela nafas singkat.

Andrea kembali melirik ke arah si siswi, begitu pun guru yang menemukan benda tadi di dalam tas Andrea.

"Benarkah ini milikmu?" tanya sang guru.

"Tentu sa... ah...," sahutnya terputus saat guru tersebut mengangkat benda yang ditemukannya.

Dia membelalak dan menggeleng tak percaya dengan yang dilihatnya.

Andrea bahkan sampai menyeringai melihat ke arah siswi yang panik itu. Semua siswa kini melihat ke arahnya, dan membuatnya tergagap.

Rupanya, yang ditemukan oleh guru tadi adalah sebuah korek api, dengan bau rokok yang cukup menyengat. Ditambah, inisial yang ada di atas korek tersebut, yang memang adalah namanya, JK, kependekan dari Jennifer Kyra.

"Bu... bukan... itu bukan milikku," elaknya.

"Benarkah? Lalu kenapa tadi kau begitu yakin saat mengatakannya?" cecar sang guru.

"A... aku... aku tidak...," sanggah siswi tersebut.

"Sebaiknya kau ikut ke ruang konseling. Sepertinya ada yang aneh dengan penuturanmu," seru sang guru.

Siswi itu pun lalu ditarik menuju ke ruang konseling, dan membuat semua siswa di kelas bisa bernafas lega.

"Hah... kenapa dia bisa begitu berani membawa benda seperti itu ke sekolah ini?"

"Benar. Apa dia sudah gila? Ada-ada saja,"

"Apa karena dia pikir, karena berteman dengan Ivanka, jadi dia bisa seenaknya merokok di sini? Sangat konyol,"

"Aku lega semuanya berakhir. Tadinya ku kira akan ada yang mendapatkan masalah karena ulahnya,"

Semua siswa mulai berkomentar. Mereka tak menyadari jika ada seseorang yang sejak tadi mengepalkan tangannya kuat-kuat, sementara satu lagi nampak gugup dengan mengepak-kepakkan kipas tangannya.

Tak berselang lama, bel istirahat berbunyi. Beberapa siswa mulai berhambur keluar untuk mengambil jatah makan siang mereka.

Andrea masih terlihat duduk dengan buku dan juga headset yang menempel di telinga.

Seseorang menepuk bahunya, dan mengajak untuk pergi bersama.

"Tak apa. Aku duluan saja. Aku masih harus ke suatu tempat terlebih dulu," ucap Andrea ramah.

"Baiklah," sahut siswa tersebut.

Andrea memang membuka diri untuk berteman dengan siapa saja. Namun pengalaman pahit di kehidupan yang lalu, membuatnya tak midai percaya dengan orang lain, sekalipun dia bersikap sangat baik padanya.

Setelah hampir semua murid keluar, hanya tersiksa Ivanka, Lola dan juga Andrea. Saat itu, Andrea terlihat menutup bukunya, dan mulai bangun untuk pergi ke keluar.

Saat melewati Ivanka dan Lola, dia melirik sekilas, dengan sebuah senyum mengejek yang jelas terlihat di wajahnya.

Aku yakin, pasti saat ini kau sedang sangat kesal, batin Andrea.

...🌓🌓🌓🌓🌓...

Hari berganti sejak kejadian itu. Andrea masih sama, selalu menonjol. Perannya sebagai ketua kelas membuatnya semakin populer di kalangan para siswa laki-laki dan perempuan, baik seangkatan maupun senior.

Banyak dari mereka yang menawarinya untuk bergabung ke dalam klub ekstrakurikuler yang di sekolah tersebut.

"Maaf, senior. Sepertinya aku tidak punya banyak waktu. Beberapa waktu ini, aku sedang mencari pekerjaan sambilan," jawab Andrea.

"Benarkah. Apa anak-anak seperti mu sering melakukan hal ini di sela kegiatan sekolah?" tanya seorang senior yang sedang berkumpul dengan Andrea.

"Memang tidak semua. Hanya saja, kau tau... aku hanya menerima beasiswa untuk biaya sekolah dan makan siang. Jika ada tugas atau kerusakan pada peralatan ku, aku harus membelinya sendiri, dan standar di sini sangat tinggi. Aku tak mungkin memberatkan ibuku seorang diri untuk semua hal itu," jawabnya lagi.

Dia benar-benar selalu apa adanya saat menjawab. Tak ada yang berusaha ia tutupi tentang kondisinya, kecuali kenyataan bahwa ini adalah kehidupan keduanya.

Dia tak ingin punya celah, yang bisa dijadikan titik lemahnya oleh Ivanka.

"Aku sepertinya bisa membantumu. Kebetulan teman kakakku memiliki sebuah studio. Kudengar, dia sedang membutuhkan cleaning servis. Apa kau mau mencobanya?" tawar salah seorang senior.

"Yang di distrik Wapol itu ya?" tanya seorang senior yang lain.

"Kau benar. Yang itu," jawab senior tadi.

"Itu tempat yang bagus. Ku dengar di sana banyak dikunjungi artis juga," timpal yang lain.

"Benarkah? Wah... ayahku bekerja di bidang industri hiburan, tapi begitu sulit bertemu dengan para artis. Mereka benar-benar eksklusif. Pasti menyenangkan bisa bekerja bersama mereka dan melihat mereka setiap hari," tambah yang lain lagi.

"Bagaimana? Apa kau mau mencoba ke sana?" tanya senior tadi.

"Ehm... kedengarannya menarik. Baiklah, akan ku coba," sahut Andrea antusias.

"Bagus. Akhir pekan ini, kita bertemu di stasiun kota. Aku akan mengantar mu ke sana," ucap si senior.

"Baiklah. Terimakasih, senior," ucap Andrea.

"Nah... ayo kita bersulang untuk pekerjaan baru Andrea," ucap senior lain sambil mengangkat kaleng jus buahnya.

Yang lain pun menyusul, dan bunyi dentingan kaleng beradu pun terdengar. Semuanya kembali berbincang, namun ada satu orang yang sibuk mengetik pesan di ponselnya.

[Semuanya beres. Aku sudah melakukan tugasku, jadi berikan benda itu.]

Getar pada ponsel terasa di meja, dan orang tadi kembali mendapatkan pesan balasan.

Namun, nampaknya dia kesal dengan jawaban chatnya.

[Lakukan dulu tugasmu dengan benar. Buat dia hancur, atau kau yang aku hancurkan.]

.

.

.

.

Wah... ada apa lagi ini?

TUNGGU NEXT BAB, JANGAN LUPA LIKE DAN DUKUNGANNYA ☺

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!